"Trus kenapa kalau dia udah punya cewek. Kamu harus mundur gitu???. Ya enggaklah dek. Kan sebelum janur kuning melengkung dan bendera kuning dikibarkan. Masih ada kesempatan buat kamu." Terocos Fairis.
"Tapi, dia sepertinya bahagia banget deh kak dengan ceweknya itu."
"Dek-dek dengerin abang yaa. Cinta itu buksn tentang siapa yang membuat bshagia. Tapi dia yang mampu membuat kita nyaman saat disampingnya"
"Berarti adek masih kesempatan dong buat deketin dia???." Tanyanya polos.
"Jelaslah. Emangnya cowok mana sih yang berhasil mencuri hati adek abang ini???." Mengacak-acak rambut Laily.
"Dia itu teman sekolah aku kak, anak dua belas IPA satu. Dia itu nggak tampan tampan banget tapi nggak tau aja deh setiap kali adek bertemu dengannya jantung adek deg-degan nggak karuan bang."
"Dasar" fairis mengacak-acak rambut Laily.
"Emangnya nama tu cowok namanya siapa ?" Tanya fairis penuh penasaran.
"Namanya... itu Ahmad Hendri Susilo bang."
"Ya...ya...ya....Semoga aja ya dia bisa cinta sama adek kakak yang paling cantik ini" mengacak-acak rambut Laily.
"Amin..." ucap Laily sambil menadahkan kedua tangannya.
"Yaudah nih udah malam. Tidur gih. Biar besok bisa bangun pagi." Cerocos Fairis.
"Iya-iya bang."
"Udah nggak usah main handphone ya." Tambah Fairis. Fairis mendorong adiknya ke tempat tidur dan menyelimutinya.
"Jangan lupa berdoa ya sayang." Fairis mendaratkan kecupan hangat yang lembut pada pipi tembem adeknya itu. Penuh cinta dan kasih sayang. Sebagaimana saudara kandungnya. Fairis berharap waktu berhenti seketika. Karena ia tak ingin kehilangan adek satu-satunya itu. Untuk selamanya.
"Iya bang i love you" Ucap Laily.
"Love you too. Mimpi indah yaa. Mumpiin abang juga tidak apa-apa. Jangan lama-lama ya tidurnya."
Tanpa sadar air mata bening Fairis menjatuhkan partikel bening. Ia teringat satu hal yang sebenarnya tak ingin ia ingat sepanjang hidupnya. Mengenai Laily.
"Abang kaenapa nangis???." Ucap Laily berlari ke ambang pintu memeluk Fairis.
"Nggak kok. Cuma kalau kamu tidurny lama nanti abang bakalan kangen sama hidung peseknya kamu" mencubit hidung Laily.
"Iiiiiiihhh. Tuh kan jahil lagi. Udah ah adek mau tidur." Ucap Laily meninggalkan Fairis sendiri diambang pintu.