"Tenang dong Hen. Jangan buat ibu semakin panik" pinta Raisa.
"Saya....saya takut ada apa-apa dengan Laily bu" ucap Hendri lirih. "Oh iya bu. Ibu sudah hubungi keluarga Laily belum?" Tanya Hendri.
"Oooo. Iya ya Hen. Ibu lupa" Raisa mengambil handphone di dalam saku celana kerjanya.
"Hallo Ris, Fairis"
"Iya bu. Ada yang bisa saya bantu?" Terdengar suara seorang laki-laki di ujung sana.
"Laily Ris. Laily pingsan lagi___" ucap Raisa lirih.
"Astagfirullohal azim"
"Laily sekarang di rumah sakit biasa dia chek up Ris"
"Iya bu saya segera kesana. Terimakasih bu"
Partikel-partikel bening itu pun tidak memiliki lelah menjerit membuat onar diatas genting-genting. Mengiringgi langkah Fairis yang tidak karuan. Hatinya kini tak menentu.Jazz silver itu menyusuri hujan yang berusaha menghentikan langkahnya. Namun tekatnya lebih besar.
"Bagaimana bu, keadaaan adik saya?" Tanya Fairis panik.
"Ibu tidak tahu Ris. Dokter belum keluar"
Tiba-tiba laki-laki paruh baya keluar dari ruangan yang menyimpan sejuta rahasia tentang adiknya itu.
"Dok. Bagaimana keadaaan adim saya dok. Dia baikbaik saja kan dok" tanya Fairis tidak sabar.
Namun naas laku-laki paruh baya ith hanya mampu terdiam seribu bahasa.
"Dok. Jawab dok. Jawab." Ucap Fairis memeras kepalanya.
"Adik kamu keadaaannya ... kritis Ris" ucap Rangga mencoba menenangkan Fairis.
Fairis terdiam. Ia membisu.
"Dok. Izinkan saya masuk ya dok." Pinta Fairis.
"Iya silahkan. Tapi kamu pakai seragam ya Ris"
"Iya dok" ucap Fairis lirih.