Terkadang hal pahit harus kita rasakan dalam kehidupan, entah itu kehilangan ataupun suatu hal yang sangat menyakitkan. Rasa sakit yang takkan ada ujungnya, maka sebuah perjuangan untuk bangkit kembali sangat berpengaruh dalam kehidupan, terlalu terpuruk maka kitapun takkan pernah mendapatkan kebahagiaan yang akan kita dapatkan. Maka Bangkitlah.
***
Rasa sakit itu masih membekas dihati ini, kejadian pahit itu masih terbayang, bagaimana seorang yang sangat aku sayang harus berakhir disana, rasanya tuhan tak berpihak padaku, rasanya tuhan memang ingin membuatku menderita, Tuhan memang ingin membuatku tak bahagia, sehingga Dia harus mengambil seseorang yang sangat ku sayangi. Belum sempatku mewujudkan cita-citanya, belum sempat ku membahagiakannya, lalu kenapa semua ini harus terjadi begitu cepat, bahkan diri inipun belum sempat mengajaknya ketempat yang kujanjikan padanya.
Saat ini kumerasa aku adalah orang yang paling terburuk didunia, aku tak mampu menjaganya, aku tidak bisa menyelamatkannya, ini salahku. Benar ini memang salahku, mengapa saat itu aku tidak segera menghentikan laju kendaraanku, mengapa aku masih memaksakan, seandainya saat itu aku tidak mengajaknya pergi, mungkin dia masih berdiri disini, bukannya terkapar terbujur kaku didepanku, terbungkus lapisan kain kafan yang akan membawanya kekehidupan barunya. Tangan ini sesekali ingin membuka bungkusan kain tersebut, ingin rasanya aku berteriak dia masih hidup, ingin rasanya ku katakan pada mereka, adikku sedang tidur, dia akan bangun. Namun rasanya itu sia-sia, dia memang sudah pergi, dia memang sudah meninggalkanku.
"Udah, Di! Jangan lo tangisi terus kepergian Aldi, nanti dia nggak tenang disana." Ujar Andi yang duduk disebelahku sambil mengusap-ngusap punggungku.
"Kenapa dia tega, Ndi. Dia tega ninggalin aku sendiri, dia taukan Ndi, kalau aku sayang banget sama dia, aku nggak bakalan liat tawa dia lagi, pagiku nggak bakalan ada kejailannya lagi, bahkan aku takkan pernah mendengar curhatannya lagi Ndi. Kamu tahukan firasat yang aku alami kemarin, firasat itu benar-benar terjadi sekarang Ndi. Kenapa Ndi? Kenapa Tuhanku begitu cepat memanggil dia, kenapa bukan aku, kenapa? Aku belum sempat buat dia menjadi penulis terkenal, aku belum bisa membuatnya bahagia Ndi, kenapa? Begitu hinakah aku sehingga tuhan menghukumku seperti ini." Air mata semakin deras mengaliri pipiku, sesak didada semakin menjadi, rasanya aku ingin sekali memelukknya saat itu, memeluk adik kesayanganku. Sementara Andi memelukku, aku rasakan dia juga menangis disisiku. "Gua juga sedih Di, gua tahu rasanya. Gua tahu apa yang lo rasakan saat ini, Di. Adik lo adik gua juga. Gua juga sakit kehilangan dia." Tangisannya Andi kini menyatu bersamaku, yang ku dengar saat ini hanyalah sebuah tangisan, tangisan ibu, adik perempuanku, dan juga saudara-saudaraku, rasa sakit ini semakin pilu, entah selanjutnya apa lagi yang akan kurasakan.
***
Pemakaman Aldi sudah selesai dilakukan, lengkap sudah. Kini kesepian yang akan aku alami, kini kesedihan yang akan terus membekas, rasa sakit ini akan terkenang selamanya, tidak akan mudah bagiku untuk melupakan semua kejadian pahit itu, terlalu sakit, terlalu membekas dihati.
Perlahan aku buka pintu kamar Aldi, sekilas terbayang saat dia tertidur pulas dikasur bercorak kartun kesukaannya, Naruto. Dengan penuh kesedihan aku masuk dan duduk dikasur itu, kuambil bantalnya dan kupeluk. Kubayangkan Aldilah yang sedang kupeluk, air mata kembali menetes, aku tak sanggung menahan semua ini. Kuletakkan kembali bantal itu, kuberdiri dan duduk dan bersandar dimeja belajarnya, terdapar sebuah buku hariannya disana, buku yang selalu ditunjukkannya kepadaku, buku yang bukan menjadi rahasia untukku, ku buka kembali buku itu, tulisan tanganya kembali mengingatkanku padanya. Kubuka halaman demi halaman, hingga akhirnya terdapat foto kita berdua disana, air mata kini semakin deras mengalir, rasa sedihku semakin membara, disebelah foto itu terdapat sebuah kalimat yang mungkin memang sudah ia siapkan untuk ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktukan Menjawab {Terbit}
Teen FictionKehidupan takkan mengalir dengan dengan tenang tanpa adanya sebuah cobaan dan halangan, seperti yang aku rasakan. Musibah kian detik menanti setiap langkahku, tak perduli dengan siapa, dimana bahkan disaat sedang berada di suatu tempat yang sangat p...