What Hurt The Most

190 42 133
                                    

Nama : Annisa Kintan Maharani
Uname wp : Floodlight_
Tema : Rindu

-------

Ini hanya tentang kerinduan sebuah jam dinding kepada jarumnya. Ketika jarum itu menghilang, jam dinding tak akan berdaya. Ya, kau adalah jarumku. Jarum jam yang mengakar kuat di poros hatiku, dimana kau harus berputar agar jam dinding dikatakan berguna.

-Jio Daniswara-

***

Gemerisik angin berhembus kencang. Sinar matahari mulai meredup tergantikan oleh gelapnya langit. Suara gemuruh bersahutan membuat lukisan gurat abu-abu di kanvas langit. Rintik hujan perlahan jatuh dengan tempo yang semakin lama terasa semakin cepat, hingga tetesan demi tetesan bergulir menghantam tiap permukaan payung dan tubuh orang-orang yang kini riuh berlarian mencari tempat berteduh.

Sosok laki-laki tampan yang tadinya nampak berjalan di trotoar pejalan kaki itu kini terdiam. Kedua obsidian hitamnya terpejam dengan kepala yang menengadah. Ia hanya ingin merasakan setiap percikan air hujan dilekuk wajahnya dan merembes pelan membasahi pundak atasnya yang hanya tertutupi oleh celah kaos hitam.

Air matanya terus mengalir bercampur dengan air yang turun dari langit. Bibirnya ia gigit sekencang mungkin agar suara isakan tertahannya tak keluar begitu saja. Bau anyir darah dari celah bibirnya sama sekali tidak dihiraukannya. Kini, ia hanya mampu meresapi betapa damai ketika wajahnya disentuh oleh setiap sapaan angin yang berkolaborasi dengan melodi rintik hujan.

"Jio, kenapa hujan-hujanan? Nanti sakit," ucap suara yang benar-benar tidak asing di telinga lelaki bernama Jio tersebut. Jio langsung tersadar dan sontak membuka kelopak matanya. Sosok gadis dengan senyum kekanakan yang saat ini berada di hadapannya membuat matanya membelalak. Gadis itu menggenggam sebuah payung hitam yang lebar, cukup untuk melindungi tubuh keduanya dari hujan.

"Sean?" Jio tidak percaya, kini Sean berada di depan matanya. Ia mengedipkan matanya berkali-kali, lalu menguceknya. Tidak ada yang berubah, Sean masih di sana dengan tawanya.

"Itu namaku, hehe. Ada apa sih? Kok bingung gitu?" tanya Sean keheranan melihat tingkah Jio.

"Kamu beneran Sean?"

"Ya iyalah, hellawww," jawab Sean seraya memutar bola matanya dan memanyunkan bibirnya seperti biasa. Jio bahkan sangat hafal tingkah apalagi yang akan gadis itu tunjukkan.

Keberadaan Sean seolah-olah meluapkan segala kekacauan dihati Jio. Tak ada yang dirasakan Jio selain kebahagiaan. Ia merasa lebih tenang hanya dengan melihat wajah Sean. Tangannya terulur, menarik tubuh Sean untuk ia rengkuh. Menenggelamkan wajah gadis mungil yang ia cintai itu di celah lengannya. Dekapannya semakin erat, menyalurkan tiap kerinduan yang membuncah kepada gadis itu.

"Jio kenapa sih? Ayo pulang, Jio udah pucet banget! Sean tau, Jio pasti belum makan, kan?" Sean melepas rengkuhan erat itu dengan susah payah. Jio terdiam dan tersenyum menatap Sean, seakan-akan memastikan Sean yang sangat ia rindukan itu nyata. "Ck, ayoooo!!!" Sean berdecak kesal, akhirnya dengan tenaga yang tersisa ia tarik lengan Jio agar laki-laki itu segera sadar.

***

"SELAMAT PAGI CALON IMAMKU!" seru Sean ketika menatap Jio yang membuka matanya. Jio berjengit kaget dan langsung mengusap dadanya menenangkan jantungnya yang hampir lompat keluar. "Uuuh, aamiin gitu kek!" Sean mendekap tangannya dengan bibir yang dimajukan. Beginilah Sean, tingkahnya yang kelewat kekanak-kanakan menjadi daya tarik tersendiri bagi Jio. Menarik dan tidak membosankan.

"Iya aamiin," jawab Jio seadanya, bahkan nyawanya saja belum berkumpul untuk menjawab tiap ocehan Sean.

"Lapor. Pagi ini pukul 07.38 WIB dengan cuaca cerah 29°C, curah hujan 0%, kelembaban 74%, dan kecepatan angin 8km/jam. Laporan selesai, silahkan bertugas mencintaiku kembali," ucap Sean sok tegas dengan tangan yang menempel di kening membentuk tanda hormat.

Event Oneshoot 2nd AnniversaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang