3 years later
January, 18th
11:47 AM
Saphire Fray Oyster-Grace: March 14th 2004 - June 7th 2014
Thalia meneguk ludahnya saat batu nisan itu ditancapkan ke atas makam adiknya yang baru jadi. Pemakaman baru saja selesai, dan syukurlah belum ada tanda-tanda Thalia ingin pingsan.
"Thal," suara sepupunya, Mario terdengar di belakang. "Ada yang mau bicara sama kamu."
Thalia menoleh ke belakang dan melihat Zayn berdiri disamping Mario (yang kini sudah pergi meninggalkan mereka berdua). Dia begitu tampan memakai jas hitam, tapi Thalia tidak punya cukup energi untuk bereaksi.
"Aku nggak tahu kamu punya adik. Turut berduka ya," ujar Zayn pelan, berdiri disamping gadis itu.
"Memang nggak. Aku udah nggak punya adik lagi," kata Thalia datar. Tatapannya lurus ke arah makam adiknya, dan ekspresi wajahnya begitu hambar.
"Pulang yuk? Sebentar lagi hujan," kata Zayn, mencoba menghapus suasana kesedihan gadis itu.
"Pulang?" Thalia kini menatap mata cokelat Zayn dalam-dalam. "Aku lagi berduka, dan kamu nyuruh aku pulang?"
"Kamu sudah disini dari pagi, Thal," jawab Zayn lembut.
"Siapa kamu nyuruh-nyuruh aku? Terakhir kita bicara, seingat aku kita musuh," kata Thalia ketus. "Kamu yang pulang, sana."
Zayn mendesah. Dia tidak mengira bicara pada Thalia akan sesulit ini. Cowok itu ikut menatap makam adik Thalia, menatap nisan yang berwarna abu-abu itu.
"Mana, kok kamu nggak bawa cewek kamu?" tanya Thalia saat mereka sudah terdiam agak lama.
Thalia menunggu jawaban Zayn sambil berjalan keluar area pemakaman, jadi Zayn mengikuti di belakang.
"Kami... putus," kata Zayn ragu. "Kamu sendiri? Mana Luke?"
"Aku nggak pernah mengerti cowok," jawab Thalia seadanya, membuat Zayn terkekeh pelan. Begitu pelan seolah suaranya hanya sampai ke tenggorokannya saja.
"Kamu mau pulang, Thal?" tanya Zayn setelah sampai di gerbang pemakaman.
"Hm," jawab Thalia mengangguk. "Duluan ya, bye."
"Eh tunggu," Zayn ingin meraih tangan gadis itu, namun menahannya. "Sebentar, Thal. Sebentar aja."
"Kenapa?" Thalia berbalik, memasang wajah bingung. "Kalo kamu mau minta maaf soal yang lalu-lalu, nggak perlu kok. Aku sudah maafin kamu, Zayn."
Zayn meneguk ludahnya, lalu tersenyum lemah. "Kemarin aku ke rumahmu, kamu nggak ada."
"Oh, aku udah nggak tinggal disana," jawab Thalia santai. "Aku sekarang tinggal di gereja."
"Hah?" Zayn menatap Thalia shock, sampai-sampai dia tidak sadar matanya ikutan melotot.
"Apa deh budeg," Thalia terkekeh sambil melambai tangannya. "Kamu nggak tau, ya? Aku 'kan sekarang suster. Keren, kan?"
"S-suster? Kamu sekolah keperawatan?" jawab Zayn, merasa sedikit lega.
"Duh bukan, ganteng," Thalia memutar bola matanya. "Suster di gereja. Apa sih sebutannya? Biarawati...?"
"Biara- biara apa?" Zayn merasakan tenggorokannya tercekat lagi, kali ini lebih parah.
"Biarawati," Thalia tersenyum senang. "Aku baru bergabung minggu lalu, setelah aku sadar aku mau coba hal yang baru."
"Hal yang baru?" Zayn tersenyum pahit. "Harus ya 'hal yang baru' itu jadi biarawati?"
"Memangnya kenapa?" Thalia mengerutkan dahinya tidak senang.
"Apa nggak pernah terpikirkan sama sekali kamu mau punya keluarga, Thal?" ucap Zayn, mencoba terdengar agak cuek namun gagal. Zayn peduli, itulah mengapa dia ingin menghujani gadis itu dengan pertanyaan.
"Keluarga? Keluarga sama siapa? Sama kamu? Mana mungkin," Thalia tertawa pahit. "Lagipula aku senang sama keputusanku."
Zayn tidak berkata apa-apa. Dia menatap Thalia sebentar, sebelum akhirnya memeluk gadis itu kuat-kuat. Zayn menenggelamkan wajahnya di rambut gadis itu dan berteriak, membuat suara teriakannya teredam oleh rambut Thalia.
"ZAYN!" Thalia mencoba mendorong Zayn yang menggila, namun pelukannya begitu kuat. "Nggak perlu teriak, astaga!"
"Aku terlambat, kan, Thal?! Terlalu terlambat!" Zayn hampir berteriak di depan wajah gadis itu. Matanya menunjukkan rasa amarah dan kecewa.
Thalia belum pernah melihat sisi Zayn yang ini sebelumnya.
"Maaf, Thal. Maaf udah cuekin kamu dulu," kata Zayn melepas pelukannya. "Kalau aja dulu aku nggak menyebalkan, mungkin kamu nggak akan jadi biarawati. Mungkin akan ada aku dan kamu. Iya, kan?"
Thalia hanya tersenyum. "Ini bukan gara-gara kamu kok, Zayn."
Zayn kembali memeluk gadis itu, dan kali ini, gadis itu memeluknya balik. Namun ketika kausnya terasa basah, Zayn sudah tahu ada yang tidak beres.
"Jangan nangisin aku, Thal. Aku-" Zayn terdiam, mempererat pelukannya. "Kenapa kamu nangis?"
"Aku nangis bahagia karna akhirnya aku akhirnya tau," Thalia tersenyum dengan wajah menempel pada kausnya.
"Tau apa?"
"Tau gimana rasanya meluk Zayn."
end
+++
a/n (udah di edit)
wkwk........ endingnya mendingan yang ini apa yang kemarin-kemarin?:')
btw thanks yang udah baca, nge-vote, nge-komen, GILA GUE BARU SADAR FANFIC INI ADALAH FANFIC PALING SUKSES YANG PERNAH GUE BUAT soalnya pernah menduduki ranking #1 Fan Fiction trus votes & reads-nya paling banyak gila w mau nangis
i can't thank you enough hwowuehwheowoeuwiuoeow
June, 7th 2014. xx
KAMU SEDANG MEMBACA
z a y n
ФанфікиWaktu aku bicara 'aku-kamu', kamu menanggapi pakai 'gue-elo' Waktu aku udah terbiasa sama 'gue-elo', kamu malah pakai 'aku-kamu' Dunia bisa berubah sewaktu-waktu, ya? [this story contains only conversation on phone]