Apakah masalah terbesar dalam hidupmu?
Kalau aku, hanya satu; diriku sendiri.
Ya, diriku sendiri adalah masalah terbesar bagiku. Kenapa? Karena aku lemah. Terlalu lemah termasuk ketika menghadapi kenyataan.
Itulah mengapa aku membenci diriku sendiri dan semua yang berhubungan dengannya.
Hampir setiap hari aku menerima tindakan tidak menyenangkan dari beberapa teman sekelas. Well, entah mereka masih pantas disebut teman atau tidak. Tapi, yang jelas, mereka tidak pernah absen untuk menggangguku. Mulai dari menyuruh membelikan sesuatu menggunakan uangku sendiri, melakukan sesuatu, hingga membawakan sesuatu.
Jika melawan, maka pukulan bertubi-tubi akan diberikan secara gratis untukku---seperti saat ini.
Entah apa yang mereka rasakan ketika hendak, sementara, dan setelah memukuliku. Puas? Lega? Atau apa, entahlah. Tapi aku lebih sering melihat mereka tersenyum puas.
Meski, mungkin saja, tangannya sendiri akan terasa kebas atau mungkin sakit juga ketika memukuli tubuhku yang didominasi tulang-tulang ini. Sedangkan aku? Tentu saja lemas. Kehilangan tenaga. Tidak berdaya. Kemudian mereka akan pergi begitu saja. Meninggalkan aku yang terkapar penuh luka sendiri.
Aku sudah sering kali pulang ke rumah dalam keadaan babak belur seperti ini. Beberapa luka lebam di wajah juga tangan bahkan tubuh dan beberapa luka berdarah di ujung bibir serta pelipis bukan hal baru bagiku.
Dulu, ketika appa-ku masih ada, dia akan memukuliku ketika sedang berada di bawah pengaruh alkohol sehingga paginya aku berangkat ke sekolah dengan luka-luka dan lebam. Bahkan jauh lebih parah dibandingkan sekarang yang kualami---appa memukuliku dengan benda apa saja yang ada di dekatnya bukan dengan tangan kosong seperti mereka.
Setiba di rumah, aku akan langsung membersihkan dan mengobati luka-luka itu sendiri. Ya, karena di rumah hanya ada aku seorang. Appa-ku yang suka mabuk dan memukul itu sudah lama menghilang. Entah ke mana dia. Kata Eomma, appa pamit bekerja di luar kota namun hingga kini tidak ada kabar lagi. Meninggalkan kami berdua tanpa pernah peduli. Eomma-ku? Dia adalah tulang punggung di keluarga.
Bekerja sejak pagi hingga larut malam. Selalu begitu. Dia akan pergi pagi-pagi sekali, ketika aku masih terlelap, lalu pulang setelah lewat tengah malam.
Entah apa yang dikerjakannya, dia tidak pernah cerita---sebab aku pun tak pernah bertanya.
Usai menghabiskan sekitar setengah jam untuk meringis di kamar mandi menahan perih obat anti septik yang kuoleskan pada luka terbuka, aku akan menuju dapur. Mencari makanan yang telah disiapkan eomma sejak pagi di dalam kulkas yang tinggal kuhangatkan jika ingin memakannya.
Telur balado dan sayur sup.
Aku segera mengambil dan memanaskannya dalam microwife. Sambil menunggu mereka menghangat, aku mengambil sepiring nasi, segelas air minum serta sendok, dan garpu. Meletakkannya di atas meja, menyusunnya sedemikian rupa. Setelah alarm pertanda makananku telah menghangat berdenting, aku segera mengeluarkan mereka ke meja dan langsung menyantapnya.
Tentu saja tanpa suara.
Limabelas menit kuhabiskan untuk menandaskan makan siang. Sedikit lebih lama dari biasanya karena luka terbuka yang ada di sudut bibirku membuat telur balado yang sebenarnya tidak terlalu pedas menjadi lebih pedas. Usai mencuci piring bekas makan tadi, aku melangkah menuju ruang tengah. Duduk memeluk bantal di sofa lantas menghidupkan televisi.
Menekan acak beberapa channel yang kemungkinan bakal menarik perhatianku. Satu, dua, tiga, bahkan seluruh channel sudah kutekan demi mendapatkan siaran yang bisa menarik minatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigmatic
Fanfiction[On Hold!] - [Soonhoon] - [BXB] 404; Not Found! . Disclaimer: Seluruh karakter asli merupakan milik pribadi, keluarga, dan agensi masing-masing serta Tuhan YME semata. Sebagian dan atau seluruh kisah berikut ini adalah murni fiksi rekaan belaka, buk...