Something Called Jealous

1.1K 144 57
                                    

Gelap. Hanya ada gelap. Disusul aroma tak sedap dari cairan kental berwarna merah pekat. Saat tersadar tadi, aku sudah berada di sini. Entah berapa lama. Aku tidak begitu ingat. Namun, yang jelas, aku tahu betul bagaimana aku bisa berada di sini.

Masih sangat segar dalam ingatanku bagaimana pemuda mungil berwajah bulat seputih pualam itu mencampakkanku di tempat busuk ini atas nama cemburu. Padahal bukan salahku kalau kekasihnya lebih mencintaiku. Meski mereka sudah lama menjalin hubungan percintaan dan katanya bakal berlanjut ke jenjang serius, hati manusia seperti kapal di tengah lautan; bisa terombang-ambing.

Secara fisik, aku memang jauh lebih menarik jika dibandingkan dengannya.

Tubuhku jauh lebih mulus. Jauh lebih imut. Jauh lebih menarik. Tidak seperti pemuda mungil itu. Dia memang mungil tapi lihat kakinya! Ditumbuhi bulu-bulu halus begitu. Meski dikata halus, tetap saja itu bulu.

Selain itu, tentu saja aku juga lebih menggoda. Tidak seperti si pendek yang baru mau jika digoda terlebih dahulu. Sama sekali tidak pernah inisiatif sendiri. Selalu saja menunggu!

Ah, aku ingat betul bagaimana manisnya wajah berisi pemuda bermata sipit itu bersemu, terpesona, ketika melihatku untuk pertama kalinya. Kwon Soonyoung. Begitu nama yang terukir di seragamnya. Pohon besar di persimpangan jalan adalah saksi pertemuan kami.

Dia begitu menawan hingga aku menurut saja ketika diajak pulang olehnya. Tanpa ada sedikit pun penolakan.

Jemari pria jangkung bermata setajam elang itu kekar. Tiap kali dibelai olehnya, ada rasa nyaman seolah terlindungi.

Selain itu, aku juga suka sepasang bibir semi tebalnya. Begitu lembut dan sedikit basah. Dia selalu mengecupku sesaat sebelum lelap di malam hari dan ketika terbangun di pagi hari. Deru nafasnya yang terembus ketika mengecupku mengundang sensasi geli, bikin ketagihan. Sejak pertama kenal hingga kini, kami selalu tidur bersama. Lihat, betapa pesonaku mampu membuat pemuda itu membiarkan kekasihnya seorang diri di kamar lain demi tidur bersamaku.

Aku selalu berharap bisa terus bersama lelaki itu selamanya. Namun, sepertinya pemuda mungil itu sudah tak sanggup menahan cemburu yang membakar dalam dadanya.

Hingga malam itu kulihat dia melangkah pelan dan hati-hati menghampiri tempat tidur kami. Di tangannya yang berkulit seputih pulam tergenggam sebilah pisau, tampak berkilatan diterpa cahaya lampu tidur.

Aku bergidik. Merasa ngeri membayangkan apa saja yang akan dilakukan pemuda mungil itu. Tak lama kemudian, dia sudah mengikat kedua tangan kekasihnya di sudut-sudut tempat tidur.

"Ya! Jihoon-ah, apa yang kau lakukan?" seru pemuda bermata sipit kesukaanku, histeris, tidak terima dengan keadaan terikat begitu.

Pemuda mungil yang duduk di atas perut Soonyoung tidak langsung menjawab. Dia mengangkat sebelah senyumnya, menyeringai. Lalu, perlahan tapi pasti, pisau itu memotong satu per satu jemari pemuda sipit kesayanganku!

"Nah, dengan begini tidak ada lagi tempat untuk cincin-cincin sialan kebanggaanmu itu, Soonyoung-ah!" ujarnya seraya melempar satu per satu jari Soonyoung ke dalam tong sampah.

Setelah kesepuluh jari itu, giliran aku, sesuatu yang memicu cemburu dalam hatinya, juga dilemparkan kemudian. Aku jatuh berdebam di atas genangan darah dan jemari kekar milik pemuda sipit kesukaanku. Menjadi satu dalam tong sampah.

Tak lama kemudian, aku kembali mendengar pemuda sipitku menjerit sejadinya, pasti dia sangat kesakitan. Sementara pemuda mungil gila itu tertawa-tawa, merasa menang atas diriku. Sungguh, aku sangat berharap bisa membalas perbuatan kejinya.

Namun, apalah dayaku. Aku hanyalah cincin batu biasa tanpa kuasa.

enigmatic_















































































Salam besok Senin!

(4218)

EnigmaticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang