Comeback Home

507 91 21
                                    

"Lagi-lagi kau! Pergi dariku!" ujarnya seraya melempariku dengan benda-benda yang ada di sekitarnya.

Aku mundur beberapa langkah, berusaha menghindar.

Namun, dia masih begitu beringas melempariku tanpa ampun. Suara-suara benda pecah terdengar nyaring, memenuhi ruang ini.

Kulihat seorang pemuda cantik, Jeonghan-hyung, tergopoh-gopoh masuk dan langsung mendekap erat tubuh Jihoon, teman sekamar sekaligus kekasih mungilku, yang bergetar hebat. Tatapannya tajam seolah menikam diriku. Dia kemudian menjambaki rambutnya sendiri hingga tampak berantakan.

Seungcheol-hyung yang menyusul di belakang Jeonghan-hyung segera menahan tangan Jihoon tanpa berkata apa pun. Tak lama kemudian, tangis Jihoon kembali pecah disusul tangisan Jeonghan-hyung dan member lain yang masih berdiri di ambang pintu kamar kami.

Aku hendak mendekat, bermaksud ikut menenangkan, tetapi Jihoon kembali berteriak seraya melemparku sebuah vas bunga—mengurungkan niatku untuk mendekatinya.

PRANG!

"Pergi kau, Setan!" Jihoon berseru histeris di sela-sela isakannya yang semakin jadi.

Jeonghan-hyung masih terus berusaha menenangkan dengan membelai lembut kepala dan punggung Jihoon.

Perlahan tapi pasti, pemuda mungil itu mulai tenang.

Dia tak lagi melempar apa pun. Tidak lagi menjambaki rambutnya. Tidak lagi berteriak histeris.

Tidak juga menatapku tajam.

Dia mendekap Jeonghan-hyung erat-erat. Wajahnya dibenamkan dalam-dalam pada tubuh semampai pemuda cantik itu. Hanya terdengar suara isakan diselingi sedan.

Aku ikut menitikkan air mata.

Tunggu dulu. Setan?!

Begitukah Jihoon melihatku kini?

Padahal aku baru pergi sebentar dari dorm. Kini aku kembali untuk melepas rindu dengan mereka, setelah sekian lama merantau di luar kota, dan begitukah sambutannya untukku? Menyedihkan!

Aku sadar kalau keputusanku meninggalkan grup yang telah membesarkan namaku dulu adalah kesalahan. Tapi itu kulakukan demi Jihoon. Aku tidak ingin bakat emas yang dimilikinya menjadi sia-sia karena perasaan merah muda yang melenakan kami.

Pergi sejauh mungkin adalah caraku untuk membersihkan namanya dari cemooh orang-orang yang semula mendukung tapi berbalik menjatuhkan setelah tahu hubungan spesial yang terjalin di antara kami.

Akan tetapi, aku tidak tahu kalau Jihoon justru ikut berbalik membenci keputusanku kemudian.

Tahu begini aku tidak usah pulang saja! Kehidupanku di luar sana jauh lebih menyenangkan dan..., bebas! Tidak pernah ada aturan yang mengikat seperti di dorm ini.

Tidak ada jam malam. Tidak ada larangan menjalin hubungan dengan siapa pun yang kuinginkan. Tidak ada komentar-komentar pedas mengenai apa pun yang kulakukan. Tidak ada cemooh atas penyimpangan seksual yang kuidap. Juga tidak ada tuntutan harus jaga sikap di depan orang lain.

Tidak ada. Intinya, bebas. Rasanya menjadi diri sendiri.

Aku tak terima perlakuan Jihoon dan terus merutuk dalam hati. Dalam hati? Ya, hanya bisa merutuk dalam hati. Ada para hyung di sini. Aku mana pernah berani merutuk di depan mereka? Tidak pernah! Dan tidak berani tentunya.

Tapi, kenapa para hyung justru ikut mengabaikanku?

Ke mana pelukan hangat yang biasanya menyambut kedatangan leader of performance team-nya ini? Apa karena hanya Jihoon yang banyak menciptakan lagu-lagu baru untuk tim selama aku pergi sehingga pelukan hangat member lain, terutama dari tim performance, hanya untuk Jihoon dan tidak tersisa sedikit pun untukku? Atau para hyung masih marah karena kepergianku yang terakhir ini tanpa berpamitan pada mereka? Ah, entahlah.

EnigmaticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang