-John P.O.V
Sembari bermain alat musik milik Paul, akhirnya George pun datang bersama kenalannya.
"Hai George! Lama sekali kau" ucap ku di kursi Drum. George tidak sendiri, ia bersama orang lain(?)
"Hai John. Dimana Paul?" Tanya George. Aku yakin yang bersama George adalah kenalannya.
"Sedang mengambil air. Duduklah" ucapku lalu aku pindah ke kursi panjang di sudut ruangan.
"Oh. John, kenalkan, ini Pete Best Drummer" ucap George memperkenalkan pria disampingnya.
"Hai. John Lennon" ucapku menjabat tangannya.
"Pete Best. Panggil aku Best." Jawab pria bernama Best.
"Senang berkenalan dengan mu, Best" ucapku.
"Aku juga" jawab Best.
"Apa alat musik yang dapat kau kuasai?" Tanya ku
"Drum dan piano" ucap nya.
"Tapi, kau lebih senang ke arah mana?" Tanya ku seperti mengintrogasi orang.
"Ke Drum." Jawabnya singkat.
"Coba, dengan iringan lagu apapun itu, tolong mainkanlah drum ini" aku memberi stik drum yang sedari tadi ku pegang.
"Baiklah."
"Tak drum Tak drum" nada nada drum itu terus berirama.
"Apa kau siap menggiring musik rock?" Tanya ku.
George tidak memperhatikan kami, ia masih sibuk memainkan gitar listrik milik Paul yang tadi seharga ribuan dollar.
"Semoga saja. Karena aku tidak terlalu menyukai musik rock" ucapnya.
Aku hanya mengangguk. "Hai John, kau tahu, gitar ini seharga—"
"Ribuan dollar? Aku tahu itu." Jawabku memotong perkataan George.
"Dari dulu aku sangat ingin mempunyai gitar ini! Ini adalah gitar idaman!" Ucap George antusias.
"Ambilah," ucap seseorang diambang pintu. Ternyata itu Paul, akhirnya!
"Hai Paul! Darimana saja kau?" Tanya ku.
"Sungguh Paul? Aku boleh membawa gitar ini pulang?" Tanya George dengan mata penuh harapan.
"Ya sungguh. Bawalah" ucap Paul. Lalu saking gembiranya George sampai meloncat-loncat layaknya anak kecil diberi balon.
"John, ini kenalan George?" Tanya Paul menatap pria yang berada di kursi Drum.
"Ya. Drummer" jawab ku.
"Mari kita mainkan lagu kita" ucap Paul. Dan sampai akhirnya kami bernyanyi beriringan.
****
"Hei!!!" Teriak seseorang saat kami baru saja berhenti memainkan musik.
Seorang pria tua itu menatap tajam kearah Paul."Ayah? Kau sudah pulang?" Tanya Paul berbasa basi.
"Siapa yang menyuruh mu masuk ke ruangan ini?!" Tanya Ayah Paul menghiraukan pertanyaan dari Paul.
"Tapi yah, kata ayah semua ini untukku?!" Tanya Paul sembari marah.
"Kau tidak boleh menjadi pemusik! Keluarlah dari zona itu! Karena musik itu sesat, Paul!!!" Celoteh ayah Paul.
Paul memberikan tatapan tajam."Sesat?! Apa ayah fikir aku mau ikut-ikutan tentang bisnis ayah? Tidak, aku tidak menginginkan itu! Aku tidak ingin hidupku diatur setiap saat oleh ayah!" Ucap Paul.
Aku, George, dan Best hanya bisa diam memaku disana.
"Kalian semua! Keluarlah!!!" Bentak ayah Paul pada kami.
"Ayah! Ayah tidak bisa egois seperti itu! Semua orang punya impian! Begitupun dengan aku!" Ucap Paul dengan wajah merah.
"Paul! Dengarkan ayah! Bakat tidak akan menghasilkan apa-apa! Yang kau perlukan hanyalah buku tebal pelajaran!" Kecam ayah Paul.
Paul mengeratkan kepalannya. Aku melihatnya. Aku tahu ia sedang memendam amarah. "Kau tidak pantas meremehkan bakat! Jika kau meremehkannya, mengapa kau membeli alat-alat ini?! Ha?! Kau tidak perlu mengatur ku! Aku sudah lelah tinggal di tempat ini! Ini penjara! Tidak ada kebebasan disini! Aku mau pergi dari sini! Kumohon, jangan cari aku ayah" ucap Paul membanting keras pintu ruangan ini. Ayah Paul masih terdiam. Dia menatap tajam kearah ku.
"Kau John Lennon kan? Ha! Kau yang sudah mengubah anakku menjadi keras kepala seperti itu! Dulu Paul tidak pernah berani melawan ayah nya! Tapi ini semua karena mu! Kau apakan anak semata wayang ku?! Ha?!" Tunding ayah Paul padaku. Apa maksudnya?
"Maaf, Tuan. Anda tidak bisa sembarangan menuduh orang. Paul pernah bercerita pada saya bahwa ia memang geram di rumah. Dia bilang, ia seperti dia penjara. Tidak ada kebebasan didalam nya. Itu bukan karena saya, karena Paul juga mempunyai ambisi sendiri! Semua orang mempunyai ambisi! Cobalah tuan interopeksi diri. Saya yakin, pasti tuan juga mempunyai ambisi!"
"Pantas saja anak saya jadi pembangkang orang tua, temannya saja sudah berani pada saya, apalagi pada orangtuanya, saya yakin orangtua mu pasti sangat menyesal melahirkan anak nakal seperti mu!" Perkataan ayah Paul mampu membuat diriku kehilangan kendali. Sungguh, aku benar-benar emosi.
"Drak!!" Aku membanting pintu besar ruangan itu sampai rubuh. "Jangan bawa-bawa orang tua saya! Anda tidak tahu siapa dia! Anda tidak tahu masalah keluarga saya! Saya hanya mengingatkan anda untuk agar jangan mengatur hidup anak sendiri! Cobalah! Rasakan bagaimana hidup anda diatur? Apa anda mau! Ha!" Ucapku sembari menarik kerah kemeja ayah Paul.
"Security!" Teriak ayah Paul.
"Panggilah pegawai tak berguna mu itu! Dan jangan harap kau bisa memusnahkan mimpi Paul! Dan satu lagi, jangan harap kau bisa menjadi orang tua yang baik. aku yakin, Paul pasti sangat menyesal mempunyai ayah seperti anda! Camkan itu!" Setelah itu aku pergi dengan keadaan acuh tak acuh. Aku masih terus mencari Paul.
Arghhh!!!! Kenapa semua berakhir seperti ini?! Aku tak akan membuat mimpiku menjadi kandas hanya karena orang tua Paul!
Aku masih terus mencari Paul. Entah kemana pun itu aku masih terus mencarinya. "Kling" suara nada pesan masuk datang dari telpon ku. Aku membuka isinya.
George: John, dimana kau? Kita bagaimana? Aku sudah membawa Best kemari, lalu kita menganggurkannya begitu saja? Apa kau tidak punya hati?!
Ya ampun! Aku sampai melupakan George dan Best! Ah!!! Semua ini kacau! Sangat kacau!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beatles
FanficSelalu berfikir. itu yang aku lakukan. Berfikir untuk mencari hal yang baru. Biarkan aku berimajinasi disini. Bersama mimpi mimpi ku. Dan, mimpi mimpi itu tak akan ku biarkan lenyap begitu saja.-JohnLennon