Chapter 8 - Temanku

175 35 56
                                        

Vote dulu sayangque

Selamat Membaca

"Kau tahu kenapa hubungan selalu diawali dengan pertemanan? Karena sebelum memilikimu aku ingin mengenalmu sepenuhnya"
-Feeling You-

Zio langsung pergi setelah menurunkan Jihan di seberang sekolahnya. Hingga sekarang keduanya masih saling diam tidak satupun dari mereka yang berusaha mencairkan suasana. Mungkin memberikan sedikit waktu adalah yang terbaik untuk sama- sama berpikir dan mengintropeksi diri dari kesalahan masing- masing. Entah itu Zio yang seharusnya lebih sabar dan mengerti privasi adiknya atau Jihan yang seharusnya lebih terbuka dan tidak menyimpan segalanya sendiri.

Jihan masih berada di seberang bersama anak- anak sekolahnya menunggu lampu lalu lintas menyala merah agar mereka bisa menyebrang. Jihan mengusap wajahnya kasar ia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang dilihatnya kemarin.

"Bukankah hal itu sudah terlalu biasa bagi semua pasangan? Berciuman!!!" batinnya berbicara.

"Tapi... Berciuman di atas ranjang UKS dan dua kancing baju Fresha lepas... Aaahh!!!" Jihan langsung menutup mulutnya ia memukul kepalanya apakah barusan ia sedang berpikir sesuatu yang erotis?

Bukan berarti Jihan berlagak sok suci hanya saja melihat kejadian kemarin membuatnya kembali mengingat masa lalu kelamnya. Haruskah ia memperingatkan Fresha? Setidaknya Jihan bisa memberitahu apa yang dilakukan Fresha itu tidak benar. Tapi akan aneh jika Jihan tiba- tiba menyuruh Fresha menjauhi cowok itu. Tidak mungkinkan? Jihan mengatakan bahwa ia sudah melihat ralat tapi mengintip apa yang mereka berdua lakukan kemarin.

Sungguh ini sangat rumit, seharusnya ia mengabaikan rasa penasarannya. Ditegapkan kepalanya tangannya bergerak menekan dadanya sekaligus memantapkan pendiriannya. "Baik Jihan apapun yang kamu lihat kemarin, lupakan! Bukan urusanmu... Bukan urusanmu... Bukan urusanmu,"

Sibuk dengan pikirannya Jihan bahkan tidak menyadari lampu lalu lintas telah menyala merah. Anak- anak sekolah yang tadi berdiri bersamanya juga sudah lebih dulu menyebrang meninggalkannya sendirian

Jihan terperanjat ketika tiba- tiba saja seseorang menggenggam tangannya. Ia hanya dapat melihatnya sekilas karena Ryan sudah lebih dulu menarik tangannya membawanya berlari menyebrangi jalan. Beruntung lampu lalu lintas menyala hijau bertepatan saat mereka telah menyebrang. Cowok itu langsung tertawa melihat wajah Jihan yang sudah seperti mayat hidup dengan wajah syoknya.

"Tarik nafas dulu neng, itu mukanya dikontrol udah kayak mau mati aja,"

Jihan tidak habis pikir bukankah barusan nyawanya memang sudah di ujung tanduk. "Kamu? Ngapain narik terus lari- lari gitu sih? Ki.. Kita hampir aja ketabrak. Tadi itu bahaya banget!!!"

"Yang penting kita selamatkan! Mata kamu masih utuh telinga, pipi oke. Cuma ya hidung kamu kayaknya hilang setengah deh,"

Mendengarnya Jihan langsung memegangi hidungnya syok. Tapi kemudian ia sadar bahwa barusan adalah lelucon yang dibuat Ryan.

"Aku gak pesek ya!!! Pokoknya lain kali jangan kayak gitu lagi tadi itu bahaya banget tau kalau sampe kita mati gimana?" ucapnya kesal pada Ryan yang sudah berjongkok menahan tawa.

Ryan bangkit satu tangan cowok itu berpindah ke dalam sakunya dan satu lagi terangkat menyetil pelan jidat Jihan. "Makanya besok- besok kalau mau nyebrang jangan melamun. Daritadi udah dua kali lampu merah dan kamu masih nongol disitu gak gerak- gerak. Kalau bukan karena gue mau sampe kapan coba kamu disana?"

Feeling YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang