5. Way to comfort

6.3K 761 59
                                    

Cklek.

Bunyi pintu terbuka pelan, Taeyong mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dia menemukan sosok remaja terlentang di atas tempat tidur, tengah menatapi langit-langit, mengabaikan pintu yang terbuka.

Taeyong menghela napas dalam. Setiap sore yang dia lalui sejak tiga tahunan ke belakang selalu dingin. Keberadaannya seakan tembus pandang. Walau setiap kali kurun waktu ini dia tidak hanya sendiri. Taeyong mengamati anaknya yang sangat mirip sang suami pulang sekolah dengan murung-yang biasa. Akan tetapi, dia sempat menangkap senyum tak biasa saat anak itu di lantai atas-yang tidak lagi Taeyong rasakan.

Dia menaruh pantatnya hati-hati di pinggiran kasur. Tangannya mengelus belakang rambut sang putra perlahan. "Langit-langitnya menarik yah? Sampai senyum-senyum begitu, ada apa?"

"Tidak ada apa-apa, Pa." Jeno memejamkan mata, diam-diam menikmati sentuhan halus papa di rambutnya.

"Benar? Kamu baik?"

Jeno sedari tadi seperti tidur-mati tidak bergerak, berjengit sedikit hingga tangan papanya yang sudah nyaman mengelus berhenti karena was-was pergerakan Jeno. Remaja itu membuka mulut, berkata singkat, "Aku emang begini, Papa tau." Bibir Jeno berkedut sedikit lalu membangkitkan dirinya yang rebahan. "Cuma ... aku merasa lebih semangat, mungkin karena kepe-"

"Astaga! Pangeran sekolah ini kembali bersemangat," ujar Taeyong hati-hati. Instingnya sebagai orang tua hampir tidak salah. Akan tetapi, untuk perlahan mengumpulkan maksud-maksud dari anaknya, dia tidak mau salah paham dulu.

"Tidak semangat yang itu," kelit Jeno dengan alis bertaut.

"Ah ini pasti karena ada sesuatu yang terasa ya." Taeyong terkikik seolah mengerjai anaknya. Dia menambahkan, "yang kamu rasakan itu, kalau kamu senang dan nyaman mengenainya, pertahankan!"

"Maksud Papa?" Jeno kali ini mengernyitkan dahinya tidak paham.

Taeyong menarik ujung bibirnya tersenyum. Sekali lagi dia mengelus rambut Jeno dan menepuknya. "Di bawah ada camilan, sekalian nungguin Papa bikin makan malam."

"Papa tidak menjawab malah mengalihkan pembicaraan."

Taeyong berkilah dengan handal. Pria yang sudah lewat usia seperempat abad itu langsung kabur dari kamar Jeno. Setelah melewati pintu kamar, dia berpikir, akan sangat bagus jika ada yang bisa membuat Jeno lepas dari masa lalu. Dia menghela napas lega, akhirnya mungkin ada seseorang yang bukan itu.

______________

Sore kali ini padatnya bukan main. Selama berpegangan pada handle grip bus pun tubuhnya tidak terhindar dari dorongan sana-sini. Renjun jadi harus berpegangan kuat-kuat dengan kedua tangan kalau tidak, bisa-bisa kelepasan pegangannya dan menyatu dengan kerumunan yang bergoyang bersama bus.

Namun, memang sore ini lagi menjadi nasib sialnya. Sebelum menguatkan kedua pegangan, Renjun disenggol orang yang tidak mampu menahan keseimbangan ketika bus kembali berjalan. Ia oleng ke tengah. Tangannya yang bebas berusaha meraih sesuatu yang bisa ia jadikan pertahanan. Akan tetapi, bukannya menggapai sesuatu justru digapai oleh sesuatu. Sesuatu itu bisa bersuara.

"Hai Renjun!" katanya.

Renjun mendongak dan menemukan Mark menangkap pergelangan tangannya. "Oh Mark, hai juga!" ia membalas spontan sambil berusaha berdiri dengan benar.

Dengan bantuan Mark, Renjun diarahkan untuk berdiri di dekat tiang dan kaca pembatas. "Di situ saja, sandaran biar tidak jatuh." Renjun mengangguk patuh. Lalu Mark bertanya setelah mereka di posisi yang stabil, "Habis pulang sekolah?"

✔ Dilemme XXX [NoRen] RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang