18. Cross The Line

5.1K 571 302
                                    

Chenle menyesal sendiri tidak sempat membawa earphone, jika dia adalah Renjun, saat ini mungkin akan menjadi waktu yang pas baginya menutup telinga. Mengabaikan tuturan kata yang beralih topik dari hanya sekadar bertanya kabar sampai pada diskusi pertunangan yang tiba-tiba datang.

Ini seharusnya cuma kunjungan sederhana, tetapi entah kenapa saat pertanyaan mengenai kabar Renjun langsung dapat membalikkan topik pembicaraan. Nama si sulung terus saja terucap ketika perbincangan ini terus terurai semakin lama. Seolah-olah mengesankan mereka menerima dengan baik satu kata tabu di jaman serba modern ini.

Chenle masih sangat yakin bagaimana suara baba saat mempertanyakan lagi keseriusan tetangga mereka ketika mencoba mengikat kedua keluarga dalam tali pertunangan. Suaranya menyiratkan tanda tanya besar serta keraguan, tetapi ada satu hal yang Chenle pertanyakan di sini.

Mengapa semua seakan menyambut hal ini dengan baik?

Kacau.

Masalah percintaan bodoh para remaja malah dibawa begitu dalam, terlalu rumit hingga harus melibatkan keluarga.

Jika Chenle pikir-pikir lagi sebagai Renjun, dia akan tutup rapat-rapat telinganya. Ia tanpa sadar berjalan menjauh, tetapi mendekatkan ponselnya ke telinga sehabis menekan tombol cepat.

"Halo?"

Sayangnya semua perkara ini mendorong Chenle pada kebiasaan lama yang susah mati. Perasaan dalam hati sudah mengalahkan perintah dalam otaknya maka tidak ada lagi alasan untuk mengelak. Mereka bukan putus, hanya sedang berpisah untuk sementara, tetapi rasa rindu itu semakin membesar tiap kali Chenle mengingat untuk apa mereka berpisah.

Alasan itulah yang kini memaksanya kembali saling mengontak. Mereka mengabaikan ego untuk saling melindungi hati yang takut terluka. Karena permasalahan yang dihadapi sudah lain cerita-bukan lagi kisah segi empat klise yang titik-titiknya tidak saling bertemu. Kini mengharuskan mereka kembali bersama dan meluruskan kembali apa yang salah.

Chenle berusaha menahan sakit, tetapi penuh rindu. Situasinya semakin buruk dan ia membutuhkan sesuatu.

"Halo Jisung."

"Ya Chenle ada apa?" Suara di seberang terdengar dingin, tetapi seolah-olah Jisung menahan sesuatu. Chenle mengernyit tak nyaman. Ia benar-benar tidak tahu harus bersedih atau tetap senang karena pada akhirnya dapat menghubungi Jisung meski menyakitkan.

"Bagaimana Jaemin hyung?"

Chenle dapat mendengar Jisung menghela napas sebelum menjawab pertanyaannya.

"Tidak baik ... Renjun gege?"

Kehati-hatian dalam pertanyaan Jisung membuat Chenle merasa ringan. Sandiwara menjaga hati mereka telah usai. Perasaan lega melingkupinya ketika nada penuh sendu dan perhatian jadi satu masuk ke pendengarannya.

"Gege banyak diam, Jisung, a-aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi, semuanya makin kacau, keluargaku tiba-tiba-"

"Menerimanya ...?"

Kecemasan Chenle semakin meningkat saat Jisung dapat menebak dengan benar. Chenle tidak bisa diam begitu saja apalagi ketika masalah di lingkaran mereka menjadi bagian masalah keluarga. Chenle benar-benar bimbang.

"Sebenarnya ada yang kubingungkan juga, tapi aku tidak tahu harus mulai darimana dan mungkin ini akan berimbas pada banyak hal," ucap Jisung ragu.

"Ada apa?" Chenle mengerutkan kening. Sayup-sayup pendengarannya terbagi dua, terfokus pada pembicaraan keluarganya dan pada kata-kata Jisung yang bermakna ganda.

"Kita harus bertemu, aku harus menjelaskannya langsung padamu."

"Jam 8 di taman biasa?"

Chenle meremas ponselnya erat setelah panggilan itu diakhiri dengan satu kata singkat. Perasaan Chenle saat ini sulit dijelaskan. Ia memang senang akhirnya bertemu kembali seperti biasa, tetapi pertemuan mereka ini bukan melepas rindu dan sayang yang tertahan melainkan untuk meluruskan yang terjadi sebenarnya. Karena mereka masih khawatir pada kakak-kakak yang keduanya sayangi.

✔ Dilemme XXX [NoRen] RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang