Chapter 10 - 4 Vs 4

197 13 4
                                    

Pedang api Ignis beradu dengan pisau musuh, tekanan yang cukup kuat. Lalu dia mengayunkan sisa pedang untuk menghalaunya. Pria berambut cepak itu mundur menghindari serangan Ignis. Tak memberi kesempatan, Ignis menerjang pria itu dengan cepat, satu demi satu pedang dilemparkan ke arah pria berambut cepak tersebut.

Tak ada rasa takut yang terlihat dari pria tersebut, dengan tenang dia menangkis pedang Ignis dan berjalan mendekatinya. Keenam pedang berhasil ditangkis dan dia kembali berlari mendekati Ignis, berusaha menyerang titik vital dengan pisaunya.

Ignis berdiri diam, menunggu pria itu datang. "Apakah kau sudah menyerah?" tanya pria tersebut yang semakin mendekati Ignis.

Ignis tersenyum, pria itu terlihat bingung namun tetap maju menerjang Ignis. Tiba - tiba dia berhenti, memperhatikan sekeliling dan mendapati pedang Ignis juga sedang mengejarnya dari belakang. Segera dia berbalik dan menahan semua pedang yang datang. Tapi, Ignis tak mau bermain, dia menggerakkan keenam pedangnya mengelilingi pria tersebut, kemudian melakukan serangan menikam pada pria itu.

Pria itu berusaha menangkis pedang Ignis, satu pedang, dua pedang, tiga pedang berhasil dihindari. Pedang keempat datang, dia tak sempat menangkis sehingga melukai perut kanannya. Pedang kelima datang dan berhasil ditangkis. Pedang keenam menyusul dan tidak berhasil dihindari sehingga kembali melukai tangan pria itu.

"Jumlah senjata tidak seimbang. Jika demikian, aku bisa kalah." batin pria tersebut yang sedang memegang tangannya yang terluka. Lalu dia memberi tanda pada teman - temannya yang sedang bertarung.

Perempuan bercambuk yang berada paling dekat dengan pria berambut cepak itu segera menghampirinya, meninggalkan Aqua yang menjadi lawannya. Begitu juga dengan pria botak bertongkat yang sedang beradu kekuatan dengan Terra. Sedangkan pria berambut panjang berwarna emas yang berada paling jauh masih membutuhkan sedikit waktu untuk mendekat.

Selain karena harus menjaga jarak dengan Ventus, dia juga harus memperhatikan serangan yang mungkin dilancarkan Ventus. Akhirnya dia berhasil membuat celah dan bergabung dengan pria berambut cepak yang memanggilnya.

"Musuh menggunakan sihir yang tidak kita miliki." kata pria berambut cepak itu. "Oleh karena itu, kita harus bekerja sama untuk mengalahkan mereka."

"Bukankah mereka hanya anak - anak?" tanya pria botak sedikit kesal. "Apakah kau tidak mampu mengalahkan mereka sendiri? Lagipula tadi kamu sendiri mengatakan kamu dan Lora mampu mengalahkan mereka berempat."

"Jangan bercanda Litus." bentak Lora yang memiliki rambut panjang berwarna coklat itu. "Dolch tak ingin kita semua mati disini, lagipula apa kamu yakin mampu mengalahkan anak bertongkat itu?" tanya Lora dengan nada mengejek.

"Kau..." geram Litus.

Zward, pria dengan rambut panjang itu menghunuskan pedangnya, "Kita disini bukan untuk bertengkar, tapi untuk mengalahkan para penyusup itu." kata Zward menenangkan temannya. "Lagipula aku yakin Dolch sudah punya strategi untuk masalah ini."

"Tidak, aku belum punya rencana pasti. Aku butuh sedikit waktu untuk mengamati pergerakan mereka." jawab Dolch menggelengkan kepalanya.

"Jadi itu alasannya kau memanggil kami?" tanya Litus dengan tangannya yang dilipat rapi.

Dolch mengangguk pelan, matanya terpejam lalu terbuka untuk menatap setiap temannya.

"Baiklah, aku tahu apa yang harus kulakukan." kata Zward menarik pedangnya.

"Ya, meluangkan waktu bagi Dolch untuk mempelajari gerakan lawan." lanjut Lora.

"Baiklah, aku akan memberimu waktu." ujar Litus tanpa melihat Dolch. "Kuharap kau tidak akan lama, Dolch."

Eleos and The Dimension PathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang