00.05

81 37 10
                                    

"Lu yakin?"

Aku mengalihkan pandangan ku untuk menoleh kearah bang Rafly yang tiba tiba membuka pintu kamar tanpa permisi. "Ya,"

Bang Rafly menatap ragu, "Beneran?" tanyanya lagi.

Aku memutarkan bola mataku lalu menghelakan nafas kasar, "Iya,"

"Oke,"

Bang Rafly segera pergi tanpa menutup kembali pintu kamar.

"Bang, lu ga liat gue lagi enak enaknya rebahan? Tutup pintunya lagi dong tanggung jawab!" geramku.

Aku paling tidak suka ketika pintu kamar tidak ditutup kembali, rasanya kesal aja gitu lagi enak enakan rebahan malah harus dipaksa bangun.

Dari kamar bang Rafly, ku dengar ia setengah berteriak. "Males,"

Dengan rasa malas yang sudah tersebar luas diseluruh badan, terpaksa tubuh ini ku dirikan untuk menutup pintu kamar.

Setelah ku tutup, ku dengar suara motor dari luar rumah. Ku lihat dari jendela kamarku yang berada dilantai kedua, tumben tumbenan aja ada tamu malam malam seperti ini. Masih tidak terlalu malam juga sih, tapi rumah ini sangat jarang sekali ada tamu.

Dari pada penasaran, ku lirik tamu yang sudah memarkirkan motornya dihalaman rumah.

Omeygat, snagat tidak disangka itu Vano.

Tengg...

Itu suara bel rumah, sudah pasti itu Vano yang memencetnya. Entah darimana semangat ini tumbuh, yang pasti rasa malas yang menjalar ditubuh ini seketika menghilang.

Sesegera mungkin aku berlari sebelum mbok Lirah membukakan pintunya terlebih dahulu. Ku turuni satu demi satu anak tangga dengan cepat.

Ku lihat mbok Lirah hampir saja membukakan pintu itu, namun dengan sigap ku halangi. "Aku aja, mbok ke kamar mbok aja ya." suruh ku.

Mbok Lirah tidak membantah, ia menuruti perkataanku dan kembali ke kamarnya yang berada dibelakang.

Aku membenarkan anak rambutku yang acak acakan, lalu merapika pakaianku sebelum membukakan pintu.

Klek..

Pintu rumah telah terbuka, ku lihat cowok yang akhir akhir ini ku kagumi sudah berdiri didepan pintu. Ia sangat tinggi, bahkan tinggi ku saja masih sekitar dibawah bahunya.

Aku tersenyum lebar menyambut hangat kedatangannya. Walaupun cuaca malam ini terasa dingin sekali, tapi kalo ada Vano jadi terasa hangat apalagi kalo berada dipelukannya.

"Ehh Kak Vano, car-"

"Rafly," katanya langsung memotong omonganku.

Sungguh menyebalkan

Aku memasang wajah cemberut, itu karena ada 3 hal yang membuatku kesal.

Pertama, Vano memotong pembicaraanku.

Kedua, Vano masih menggunakan 5 huruf diperkataannya.

Dan yang ketiga, ternyata Vano mencari bang Rafly, bukan aku.

Sungguh sangat sangat menyebalkan

Andai saja nama panggilan bang Rafly lebih panjang dari 5 huruf itu misalkan saja Raflyandikarahmanaputradermawan. Biar kewalahan tuh Vano manggilnya.

Yasudahlah, marah marah pun rasanya tidak ada gunanya. Aku mempersilahkannya masuk dan menyuruhnya duduk disofa ruang tamu.

Setelah Vano mendudukan dirinya disofa, aku juga ikutan duduk. Vano mengerutkan keningnya yang membuatku bingung. "Kenapa?" tanyaku.

FANATIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang