00.09

55 20 0
                                    

"Wina ga masuk," kata cewek berambut pendek dengan buku kas ditangan kirinya, ia menghadang didepan pintu kelas untuk menagih teman sekelas yang melewati pintu tersebut.

Aku terheran heran mendengarnya, tumben sekali Wina tidak masuk sekolah. Sudah ku telpon beberapa kali namun tidak ada jawaban darinya.

Kemudian pikiran ku teralih pada satu nama yang menjadi dalang semua ini, sedari tadi aku belum melihatnya berada di sekolah. Mungkinkah Andra yang membuat Wina hilang tanpa kabar seperti ini?

Yang jelas aku takut ada yang terjadi kepada Wina. Omongan Andra ditelpon kemarin hanyalah omong kosong, diam atau tidaknya aku tetap saja ia akan menyelakai Wina.

Aku berlari menuju kelas bang Rafly yang berada diatas, ku lihat jalan anak tangga telah terpenuhi oleh kakak kelas yang nongkrong disana.

Aku sempat berpikir untuk putar balik, namun dalam keadaan darurat ini tidak mungkin aku akan menunggu mereka semua bubar. Kaki ini trus saja melangkah untuk menerobos, satu demi satu anak tangga terlewati. Aku kembali berlari menuju kelas bang Rafly.

"Permisi, bang Rafly nya ada?" tanyaku ketika sampai diambang pintu kelas.

Ku lihat ke seisi kelas yang berisi cewek semua, karena para cowok cowok nongkrong di tangga tadi.

Entah kenapa, kedatanganku membuat semuanya berbisik. Mungkin mereka sedang bergosip tentang kejadian kemarin, aku mulai risih karena tidak ada satu pun yang menjawab pertanyaanku.

Karena telah mengetahui didalam kelas tidak ada bang Rafly, aku memutuskan untuk kembali daripada hanya berdiri seperti orang bego.

Ku langkahkan lagi kedua kaki ini, sebenarnya aku sudah lelah. Tapi tetap ku paksa untuk mencari bang Rafly.

"Rafly tadi ke taman belakang,"

Mendengar itu, kaki yang sempat melangkah terpaksa berhenti. Tubuh ku berbalik dan menatap seseorang yang baru saja berbicara.

Tubuhnya sedikit lebih tinggi dariku, rambutnya diikat kebelakang. Dia terlihat tomboy, tapi sangat cantik. Kesannya sangat natural, tidak dandan berlebihan seperti kebanyakan cewek lainnya.

"Taman belakang dimana?" tanyaku.

Cewek itu tersenyum sangat ramah, tidak seperti cewek lainnya yang memberikan tatapan sinis kepadaku. Dia menarik ku menyuruh agar aku mengikutinya.

Aku pasrah dan mengikuti langkah kakinya, belum banyak langkah yang diambil. Namun badan ku tertahan ketika seseorang menarik paksa tubuh ku.

Mataku memperhatikannya, cewek yang memiliki rambut bergelombang dengan tataan pelengkap rambut seperti bando serta paras yang tidak lupa dibubuhinya oleh make up. Lengkap sudah kesempurnaan cantik bak modeling sekolah itu.

Langkahku terhenti paksa, begitupun juga cewek tomboy yang bersamaku. Aku menatapnya heran kenapa tidak ada sopan santunnya terhadap seseorang apalagi orang yang belum dikenal.

"Aira kan?" tanya nya sembari memperhatikan wajah ku. Tidak hanya wajah, dia juga memperhatikan seluruh pakaian yang ku kenakan.

"Iya kak," jawabku.

Cewek itu memegang ujung rambutku sambil memperhatikannya, setelah itu ia lepaskan begitu saja. Ia menggesekan kedua telapak tangannya seperti baru saja memegang debu. "Biasa aja ternyata,"

Aku tidak paham maksudnya, tapi yang jelas sepertinya dia tidak menyukai ku. Ku tatap cewe yang sedari tadi bersamaku, sepertinya ia juga tidak suka dengan cewek yang baru saja bersikap seenaknya kepada ku.

Aku hanya tersenyum, berusaha tidak terpancing dengan omongannya. Memang benar aku cewek bisa saja dibandingkan dia yang memiliki style yang menawan. "Permisi," pamit ku.

Ia tidak menahanku seperti tadi, mempersilahkan aku pergi bersama cewek tomboy ini. Aku masih belum mengetahui namanya, dan belum sempat bertanya karena dia udah main tarik tarik tangan ku.

Kami melanjutkan langkah yang sempat terhenti, lalu menuruni tangga yang menjadi tongkrongan anak cowok tadi.

"Gue Kenny, lu Aira kan?" ucapnya ketika sampai dibawah tangga.

Sepertinya satu sekolah sudah mengenalku, aku mengangguk pelan. "Iya kak,"

"Gausah panggil kakak, kenny aja. Anggap teman sendiri," ucapnya yang dibalas dengan anggukan kecil dariku.

"Cewek yang tadi itu namanya Jessi, memang sikapnya begitu. Satu sekolah juga kadang ga suka sama dia,"

Sekali lagi aku hanya mengangguk, bukannya malu. Hanya saja aku tidak tau harus membalas perkataannya dengan apa.

Langkah demi langkah menuju taman belakang hanya dilalui tanpa pembicaraan, sesampainya disana ku liat bang Rafly sedamg melakukan penghijauan ditaman belakang.

Aku berterimakasih kepada Kenny karena telah mengantarkan ke taman belakang yang jaraknya lumayan jauh. Segera ku hampiri bang Rafly setelah Kenny pergi.

"Bang Rafly," panggil ku.

Bang rafly nampak kaget karena kehadiranku yang tiba tiba, ia menghentikan aktivitasnya lalu menyuruh yang lainnya untuk melanjutkan.

"Kenapa lu kesini?" tanyanya menghampiriku setelah cuci tangan dikeran.

"Bang, Wina ga masuk sekolah." ucapku.

Bang Rafly terlihat heran mendengarnya, "Kenapa?"

Aku menggelengkan kepala, "Ga tau, dihubungin juga ga bisa. Terus Andra juga ga keliatan dari tadi,"

Bang Rafly seakan tau apa yang ku maksud, ia mengusap wajahny dengan kasar. "Udah gue bilangin berapa kali sih Ra, lu masih milih buat diam. Maksud lu apaan buat nutup nutupin kesalahan orang?"

Aku menatap wajah marah milik bang Rafly, sepertinya dia tidak memahami pikiran ku. "Kayaknya memang harus dilaporin,"

"Bagus. Nanti selesain gue ngelakuin penghijauan, kita ke ruang kepala sekolah."

Aku hanya mengangguk menyetujui, namun aku belum tau pasti apa Andra yang sudah membuat Wina tidak masuk sekolah. Tapi yang pasti Andra harus segera dilaporkan akibat perbuatan yang dilakukan ke Vano.

***

"Maaf, sekolah ini sudah dibawah orang tua nya. Kami tidak berani mengeluarkan dari sekolah ini terkecuali kalu dia yang meminta,"

Sialan.

Begitukah hukum dinegara ini? Mana sifat kemanusiawian mereka semua?

"Tapi pak, Vano hampir saja terbunuh akibat perbuatannya Andra." ucap bang Rafly dengan kesal.

Pak Rahmat selaku kepala sekolah disini mengangguk paham, "Saya juga tau hal itu, tapi saya tidak berani mengeluarkannya."

Aku dan bang Rafly saling tatap tatapan, "Kenapa gak berani pak?" tanyaku.

Pak Rahmat menghela nafas panjangnya bersiap untuk menceritakan, "Kami mendapat surat yang berisi laporan dari orang tua Andra, disana tertulis jika anaknya yang bernama Salex Mandra akan bersekolah disini. Namun laporan tersebut tidak berisi itu saja, disana tertulis juga-,"

Pak Ramhat menghentikan sejenak ucapannya, ia mengambil amplop coklat dan mengeluarkan isinya. Ia membuka lipatan kertas putih lalu menunjukan ke arah kami.

Aku membacanya denga seksama lalu mendapatkan isi yang dimaksud Pak Rahmat tadi. 'Tetapi jika Andra telah melakukan sebuah kesalahan, dimohon untuk tidak bertindak apapun. Karena jika selangkah saja bertindak, maka sekolah ini akan terancam.'

Aku terbelalak membacanya, tidak mungkin ada pejabat sekejam seperti ini. "Ini siapa yang bawa laporannya?" tanyaku memastikan.

"Andra sendiri, katanya orang tua nya lagi ada urusan sehingga dia sendiri yang bawa surat ini" jawab Pak Rahmat.

"Boleh saya tau alamat orang tua Andra pak?" tanyaku lagi.

Pak Rahmat terlihat ragu, namun tetap memberikan alamatnya. Aku juga meminta izin untuk menyimpan laporan ini sementara. Sepertinya bang Rafly tau yang ku maksud, kami sepakat untuk mendatangi rumah orang tuanya Andra sepulang sekolah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FANATIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang