Pernahkah kamu merasa gelisah? gundah? tentang apa yang terjadi dan bingung mengapa terus begini? logika tidak lagi sehat? otak terus meneriakkan tentang kenapa? dan dirimu bertanya-tanya mau sampai kapan begini?
Ya malam ini aku merasakan hal seperti itu, sakit memang rasanya dan tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Mungkin ini akan hilang sendirinya dan mungkin juga akan muncul kembali menyerang dengan membabi buta. Jantungku degubnya menjadi semakin kencang, hati terasa seperti tersayat-sayat pisau, perih.
Malam ini kau tanpa permisi menyusup ke dalam sukmaku, memporak-porandakan pertahananku, membasahi naluriku, merangkak naik menyusun kata yang dibicarakan pelupuk hingga memaksa mata bekerja mengeluarkan kalimat penuh derita.
Entah mau sampai kapan akan begini. Dirimu masih bersemayam dalam hatiku dan sulit untuk mengusirnya. Mau sampai kapan? begitulah yang selalu ditanyakan oleh pikiran kepada sahabatnya yang bernama hati itu. Mereka memang sudah bersahabat lama sejak aku dilahirkan di dunia ini, namun mereka tidak pernah akur karena hati yang begitu keras kepala, tapi pikiran kadang memakluminya walaupun nanti pasti hati akan hancur.
Aku selalu berusaha untuk berjalan keluar untuk menangkap rasa yang baru agar bisa menciptakan rasa-rasa yang baru. Namun apa yang aku dapat? hanyalah banyak kenangan yang membuat air mata menetes. Aku keliru, melupakanmu tidaklah semudah itu. Mau sampai kapan?
Bukan perih yang aku ratapi, tapi pengertian yang tak kunjung kau beri. Mau sampai kapan? Hah? Selalu saja aku bertanya-tanya tentang itu. Apakah diriku yang tidak bisa dikendalikan? terlalu keras kepala? Ah kau membuatku bingung, gelisah, atau apalah yang membuat logika tidak sehat.
Mau Sampai Kapan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pahit Kopi Diujung Senja
General FictionSejatinya kopi rasanya pahit, namun walaupun pahit kopi tetap layak untuk dinikmati. Banyak filosofi pada setiap cangkir kopi, bahkan banyak orang yang menggunakan kopi sebagai kedok dalam hidupnya. Begitu pula kesedihan yang harus kita nikmati pros...