4. Segores perhatian

55 5 4
                                    

Iselda melihat arloji yang melekat di pergelangan tangan nya. Sebenarnya, hari ini ia sangat tidak mau bersekolah, tapi entah dorongan dari mana ia pun akhirnya bersekolah.

Iselda keluar dari lift dan muncul di basement apartement nya. Dirinya pun sontak kaget melihat mobil silver nya sudah terparkir di sana. Seingatnya mobil dirinya tadi malam telah dipinjamkan ke Delta, dan mana mungkin Delta akan menjemput nya.

Ia berjalan mendekati mobil, setelah memicing kan mata lebih dalam, kursi kemudinya sudah ada orang yang ia yakini adalah Delta sendiri.

"Masuk!" Suara itu membuat mood Iselda jatuh seruntuh runtuh nya. Ia berdecak dan mendelik kesal. Setelah nya Iselda terduduk dikursi penumpang dengan canggung.

Rasa canggung yang menyelimuti Iselda sangat membuat nya risih. Mana mungkin seorang Iselda memiliki sifat canggung atau semacamya terhadap orang lain.

"Lo takut gelap?" tanya Delta memecahkan keheningan.

"Bukan urusan lo," jawab Iselda datar.

Delta melirik Iselda sesaat, dan kembali fokus menyetir.

Waktu terhitung lambat oleh Iselda, ingin sekali cepat datang ke sekolah tapi nyatanya ia tetap terperangkap di mobil nya, bahkan dengan cowok yang ia benci.

Mobil terhenti, tepatnya sudah di area parkir Sma angkasa.

"Kunci lo." Delta melempar kunci mobil dengan kalem.

Hm.

"Plis. Lo jauh jauh dari gue. Gue muak liat muka sok flat lo," tandas Iselda lalu membuka kasar pintu mobil nya.

••

Istirahat yang membosankan. Gadis berwajah jutek itu terduduk di tribun lapangan basket. Tapi tidak untuk melihat para cowok sok kegantengan yang sedang bermain basket, pikiranya jauh melayang entah kemana. Ditemani satu botol greentea dan juga biskuit mocca nya.

"Woi, Selda ambilin tuh bola!!" seru cowok berperawakan tinggi itu.

Iselda menatap ke arah tunjukan cowok itu dan melempar kembali bola basket dengan agak kencang.

Dug!

Tak disangka, bola yang harus nya tertuju kepada cowok tadi malah nyasar kekepala seorang gadis yang memakai sweater maroon, akibatnya, gadis itu terhuyung ke belakang, hampir tidak bisa menyeimbangi badan nya.

Iselda membekap mulutnya sendiri, bukan karena kasihan atau merasa bersalah. Dirinya tidak sanggup menahan tawa melihat gadis itu seperti kehilangan keseimbangan badan nya.

Diarah lain, para pemain basket melihat miris kejadian itu. Iselda yang tadi nya tertawa tidak karuan refleks berhenti melihat Delta menolong gadis itu, tak lupa dengan senyuman yang mengembang di wajah nya. Iselda terdiam sejenak melihat kejadian itu.

Aneh. Batin Iselda. Pasalnya, siapa sih yang tidak mengenal kedataran dan juga kebrutalan seorang Delta walau itu dengan cewek, karena Iselda pun pernah merasakan kebrutalan sosok Delta itu. Dan kini, Delta malah menolong gadis ditambah dengan senyuman dibibirnya.

Iselda bangkit dari duduk nya,

"Males banget gue nontonin drama kayak begituan," ucap nya sendirian.

Pergelangan tangan dicekal dari belakang. Iselda berbalik badan dan menatap datar wajah Delta, sebenarnya, Iselda tidak mengerti dengan raut wajah Delta yang sulit ternetralisir.

Seolah tahu apa yang ditanyakan Iselda dari raut wajah nya, Delta memberikan plester luka.

"Gue cuma kasihan aja sama tuh luka lo yang dari kemarin gak diobatin," papar nya membuat Iselda bingung.

Iselda melihat ke arah lutut nya, memang dari kejadian brutal nya Delta yang membawa nya keruangan gelap itu Iselda tidak tahu jika lutut nya terluka.

"Itu karena ulah lo," balas Iselda datar dan tidak menerima plester itu.

"Karena itu gue kasih plester ini."

"Ya, makasih," ucap Iselda dengan senyum yang dipaksakan dan berlalu pergi.

••

Jalan raya sore ini sangat padat, menurut informasi yang Iselda dapatkan, adanya kericuhan yang disebabkan tawuran antar remaja menjadi pemicu utama jalan ini macet.

Iselda kesal, ingin sekali cepat sampai, malah disuguhkan pemandangan tidak nyaman dilihat ini.

Ketukan kencang yang berasal dari kaca mobil nya membuat Iselda terkaget. Refleks ia menekan tombol otomatis sehingga pintu mobilnya terbuka.

Cowok berjaket denim itu masuk ke dalam mobil Iselda dengan panik, mukanya terdapat lebam banyak. Siapa lagi jika bukan, Delta.

Raut wajah Iselda sudah tak terbayang lagi, antara kaget dan juga ikut panik melihat lebam diwajah Delta. Ingin mengantar kerumah sakit, atau membawanya ke apartement. Karena tidak ada satupun peralatan P3K dimobilnya.

"Muka lo udah kek zombie aja." Sembur Iselda membuat Delta menoleh.

"Jalanin mobilnya atau kita kena masalah." Tandas Delta tajam.

Dan akhirnya, Iselda membawa Delta ke apartement nya. Yang pasti dirinya sekarang sedang bingung untuk melakukan sesuatu pada Delta.

Ia menyuruh Delta menunggu sebentar di sofa untuk berganti pakaian. Dan satu lagi, entah dorongan darimana Iselda ingin mengobati luka lebam Delta.

Bodoh. Iselda merutuki dirinya sendiri karena tidak tahu tempat penyimpanan P3K di apartement nya.

Satu ide terlintas di otaknya, lebih baik ia membawa satu baskom berisi es batu.

"Ngapain?" Tanya Delta dengan ekspresi datar nya.

"Lah seharusnya gue yang nanya gitu, udah mana numpang ke mobil orang. Nyusahin lagi. Masih baik gue mau bantuin lo." Tandas Iselda.

"Udahlah, mana cepet siniin muka lo." Jutek Iselda.

Setelahnya, Iselda mengompres wajah Delta yang terdapat lebam, sebelumnya Iselda memang tidak pernah mengobati lebam seperti itu.

"Lo bisa gak sih ngompres es hah," Ucap Delta "kalo lo gak bisa, belajar dulu biar ngerti cara ngobatin lebam orang yang bener jangan sok bisa kaya gini." Lanjut nya. Sontak membuat Isleda memberhentikan aktivitas nya, dan tenganga melihat raut wajah Delta yang datar.

Iselda menghembuskan nafas kasar, " Masih baik gue ngebantuin lo! Emang ya cowok kaya lo itu gak bisa bedain mana perhatian dan mana main main!" Sentak Iselda membuat Delta mengerutkan kening.

Iselda berdiri dari duduk nya, memisahkan jarak antara dirinya dan Delta. "Sekarang lo pergi!" Raut wajah Iselda benar benar marah.

"Kedatangan lo disini malah bikin apartement gue ini kotor." Tandas Iselda.

Delta terpaku.

Tak lama Delta memilih berdiri dan meninggalkan tempat itu, tanpa melirik Iselda sedetik pun.

"Itu alasan gue benci cowok." Gumam Isleda.

Delta berjalan dengan tatapan lurus, ada sesuatu yang aneh dalam dirinya, tepat dihatinya. Ucapan gadis tadi mungkin pemicu utamanya. Tapi ia menepis jauh jauh pikiran nya itu walaupun hati kecil nya menghiraukan kejadian tadi.

Kenapa gue jadi merasa bersalah gini. Batin Delta.

••

Maafin typo.

CRACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang