7. Jangan di buat rumit

15 3 0
                                    

Seluruh mata, menatap ngeri pada lelaki yang sedang menyusuri koridor kelas 11, mata elang yang menatap lurus itu, seperti menghipnotis kaum wanita, tapi tetap saja, tidak ada yang berani mendekati orang itu.

Delta memasuki kelas nya, berjalan ke arah bangku yang berada paling belakang.

"Hei, bro, apa kabar lo,"

Delta mendongakan wajah, melihat seseorang yang berbicara pada nya.

"Langsung ke inti," balas Delta memalingkan wajah, ia tahu, jika orang di depan nya yang merupakan teman sekelas itu hanya berbasa-basi, pasti ada maksud tertentu di balik itu.

Eric tersenyum miring, air muka nya menunjukan ketidak sukaan pada Delta.

"Sebenernya, gue males ngasih tau ini." Eric memegang dagu nya, seperti menilai, "tapi ini dari atasan gue, dia bilang, lo jago main motor, gimana kalo malem ini, tanding sama kita-kita."

Dalam hati, Delta mencibir omong kosong itu, "gak ada minat," ujar Delta datar.

Eric tertawa mengejek, tertawa yang terlihat hanya untuk meremehkan.

"Belagu, sifat lo keliatan takut lawan kita-kita."

Delta berdiri, siap membogem Eric yang benar-benar menguji emosi nya.

"Delta." Seruan yang terdengar pelan itu mengalihkan tatapan nya dari Eric.

"Anterin, gue, yuk," lanjut gadis itu.

Delta berlalu pergi dari Eric, mendekatkan diri ke arah Anesya, yang berdiri di ambang pintu.

"Ke mana?"

Anesya tampak berpikir, "hmm perpus?"

Delta tidak menjawab, ia langsung menggenggam tangan Anesya. Membawa nya menyusuri koridor menuju perpustakaan.

Anesya, nama gadis itu, anggun, manis, dan penutup orang nya. Delta mengenal Anesya sejak smp, Anesya sangat membantu diri nya, ia tipe teman yang sangat peduli. Delta nyaman dekat Anesya.

Tapi, menurut Delta, nyaman bukan berarti cinta, dan mereka sudah membuat janji tersirat untuk selalu menjaga pertemanan ini.

Banyak sekali yang bingung, sosok garang dan brutal yang ada pada Delta, bisa berubah karena gadis yang satu ini.

Jawaban nya satu, Delta juga ingin membuat nyaman orang yang ada di dekat nya.

Karena Delta tahu, Anesya tidak seperti mereka di luar sana, yang mengandalkan fisik juga kemampuan Delta, Anesya itu tulus, tulus berteman dengan Delta.

Mereka sudah berada di salah satu bangku perpus, "akal-akalan lo biar gue gak berantem?" Delta membuka suara, yang di balas cengiran khas Anesya.

"Males, liat lo, setiap hari berantem terus." Anesya membuka buku fiksi yang ia ambil dari salah satu rak perpus.

"Tau gitu, gak usah anterin lo, tadi."

"Ih."

"Malu ya, punya temen yang berantem terus kerjaan nya."

"Enggak, juga."

"Terus?"

"Orang lain sayang sama diri lo, tapi lo nya malah gak peduli sama diri lo sendiri."

Delta diam, ia tahu, jika Anesya berbicara seperti ini, ia tidak bisa mengelak, karena memang ucapan itu benar.

"Kantin," mengalihkan pembicaraan, itu cara agar tidak meneruskan topik barusan.

"Yaudah, yuk." Anesya berjalan ke arah penjaga perpus, memberitahu, jika ingin meminjam buku, lalu mencatat nama di buku pengunjung.

**


Iselda jalan cepat ke arah kantin, bak putri kerajaan, yang tengah menyusuri jalan di karpet merah, koridor yang di lalu lalangi siswa, mendadak para siswa-siswi menyingkirkan badan mereka ke pinggir --memberi jalan untuk Iselda--

Ingin sekali Iselda terbahak, bisa-bisan nya mereka seperti luluh latak kepada Iselda, tapi kali ini, ia menghempaskan pemikiran itu, karena yang kini Iselda pikirkan adalah.

Delta menggenggam tangan cewek.

Dan Iselda kesal, sebal, ingin sekali melepaskan gandengan tangan itu, jika di izinkan, Iselda ingin memotong lengan gadis itu, saking emosi.

Gebrak!

Iselda menggebrak meja kantin yang di tempati Delta dan cewek yang asing itu, Ralat, cewek yang sudah masuk di list musuh Iselda.

Delta dan Anesya mendadak cengo melihat Iselda yang tiba-tiba seperti itu.

Delta mengangkat satu alis, "Kenapa?"

Iselda tidak menghiraukan pertanyaan Delta, mata nya memicing ke arah Anesya yang sedari seperti orang bingung.

Gue lebih cantik, lebih modis. Batin Iselda setelah mengamati lebih rinci penampilan Anesya.

"Lo." Telunjuk Iselda tepat di depan wajah Anesya.

"Ganjen ya, cantik aja enggak! Main pegang-pegang tangan Delta."

"Udah deh, gak usah sok anggun gitu, gue aja sebagai cewek jijik liat nya!"

Anesya diam, entahlah, kata-kata orang di depan nya seperti menusuk.

Anesya memikirkan beberapa waktu belakangan ini, ia tidak ada masalah dengan siapapun, tapi kenapa tiba-tiba di labrak seperti ini.

Baru saja mulut nya ingin bersuara lagi, suara Delta menghentikan niat nya.

"Lo, gila?"

"Delta lo--

"Pergi sana! Ganggu."

Delta mendorong bahu Iselda menggunakan telunjuk nya.

Iselda seperti merasa ... sakit, bukan sakit di bahu nya, tapi perlakuan Delta.

Dia pikir, keadaan hubungan nya dengan Delta, semakin baik saat Delta memberi boneka pada malam pulang dari mall.

Karena itu, Iselda tidak pernah berharap pada seseorang.

Nyatanya, saat ia sedang berharap sedikit kepada Delta kali ini, apa yang ia dapat? Menyakitkan seperti nya.

"Yaudah, gue pergi!"

**

Shafanp.

CRACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang