10. Belum percaya

29 2 0
                                    

"Anesya temen gue."

Setidaknya, itulah yang Iselda dengar dari mulut Delta yang sedari tadi bungkam.

Memilih tidak menanggapi, takut-takut hanya salah dengar karena deru motor Delta yang kelewat bising ditambah keadaan jalan raya ibu kota yang ramai, Iselda melengos tanda mengabaikan.

Delta yang menyadari raut wajah Iselda yang tidak merespon ucapan nya barusan, memberhentikan motornya di pinggir jalan.

"Nih tukang ojek, napa berenti dah, jalan woi," ketus Iselda memukul bahu Delta yang kini terlapis jaket kulit warna cokelat tua.

Tatapan keduanya bertemu saat sama-sama menatap kaca spion motor, menandakan sorot mata yang sama tajamnya.

Delta membuka helmnya, "Anesya temen gue. Lo gak denger apa cuma pura-pura." Turun dari motor, dan menatap mata Iselda yang kini tidak menatapnya.

"Yap, temen setingkat pacar," balas Iselda lebih ketus.

"Gue mau, lo denger gue sebentar,"

Apa yang harus Iselda dengar lagi? Ego nya mengatakan jika ia harus segera pulang, tanpa mendengar kejelasan apapun dari orang di hadapannya, berusaha tidak peduli. Tapi hatinya, mengatakan sebaliknya, ia harus tetap di sini, mendengar secara rinci apa yang akan Delta jelaskan, karena rasa penasaran yang bersikukuh.

Dan mustahil, kini, sisi hati yang mengalahkan ego Iselda.

Tapi, tunggu. Delta ingin menjelaskan? Dengan kepribadian dingin bicara nya? Yang benar saja, batin Iselda bertanya-tanya.

"Gue gak paham kenapa lo bisa berbuat nekat sama Anesya di belakang gedung pabrik itu,-"

"Tapi, menurut gue, bukan dengan cara nyakitin orang lain, lo bisa dapetin perhatian gue."

Iselda hampir membuka suara, tapi, suara Delta kembali membungkam mulutnya.

"Gue pikir, sikap gak tau diri lo ke orang lain itu, cuma karena lo butuh orang yang ngasih perhatian tulus ke lo,"

"Tapi karena kejadian kemarin, gue malah yakin kalo lo emang bukan cewek baik-baik."

Iselda tercekat, ucapan itu ... bukan lagi lelucon yang sering Tiesa lontarkan kepadanya, bukan lagi bisikan atau hujatan dari orang lain kepadanya yang masih bisa ia tidak pedulikan.

Kata-kata Delta barusan sangat menusuk, tepat di ulu hatinya.

"Udah selesai? Sekarang lo bisa antar gue pulang." Tentu saja, Iselda menahan getaran disuaranya.

"Tapi, kalo lo bersedia lagi untuk ngeyakinin jika omongan gue tadi gak bener, gue bakal percaya,"

"Atau, kalo lo emang butuh orang yang tulus perhatian sama lo, gue bisa jadi orangnya."

Iselda seketika menatap wajah Delta yang sedang menatapnya.

"Iselda, gue harap lo gak seperti itu lagi, gue dekat dengan Anesya itu, sama kaya gue ngerasain punya sodara perempuan."

"Anesya itu orang yang harus gue jaga sebagai temen, sekarang bertambah satu orang, yang harus tulus gue perhatiin, dan itu lo."

Yang benar saja, Iselda sampai tidak sadar mengeluarkan cairan bening dari matanya.

Delta merengkuh tubuh Iselda ke dekapannya, "maaf karena gue kemarin kasar sama lo."

Iselda tersenyum di dekapannya, "lo baik, dan gue gak tau harus gimana balasnya."

**


Iselda meneguk greentea nya, sesekali melirik orang yang bersandar di pilar agak jauh darinya. Delta, sengaja menjahui jaraknya dengan Iselda yang saat ini sedang duduk di kursi taman, dia sedang merokok.

Iselda tidak merasa kaget karena, ia baru mengetahui jika Delta seorang perokok, lebih tepat nya hanya sesekali jika Delta sedang butuh.

Tegukan terakhir minumannya, Iselda bangkit menghampiri Delta. Delta menginjak puntung rokoknya.

"Pulang?"

"Gak! Gue masih mau jalan."

"Jam sepuluh malem, Sel."

"Gak ada yang nyariin gue juga."

"Yaudah tinggal," balas Delta datar kembali, meninggalkan Iselda di tempat.

"Heh, Delta! Baru aja tadi lembut-lembutan ke gue, udah maen galak lagi!" Iselda memberengut.

"Katanya, mau perhatian ke gue. Sekarang apa?"

"Karena itu, gue mau lo pulang. Kalo lo inget diri lo cewek, harusnya jam segini lo udah diem di rumah."

Iselda mengulum bibir, agak kesal sebenarnya, tapi mendengar alasan Delta malah membuat dirinya luluh.

Delta sudah menaiki motornya, tapi melihat Iselda masih pada tempatnya, membuat Delta berdecak, "apalagi?" tanyanya terbawa kesal.

"Delta, ini malem loh."

Delta menaikkan satu alis nya.

"Lo gak ada niatan pinjemin jaket lo gitu, gue kedinginan ini."

Delta terkekeh sinis, "gue rasa, gue gak peduli."

"Buru naek, gue tinggal lama-lama!"

Iselda melotot tak habis pikir, Delta tega!

Sembari berjalan ogah-ogahan, Iselda menoyor kepala Delta saat sudah di atas motor.

Delta menarik dua tangan Iselda ke pinggang nya, "biar gak dingin," ucapnya, lalu melajukan motornya bersatu dengan keramaian ibukota di malam hari.

Dan Iselda, megulum bibirnya dalam, agar tidak menampakan cengiran aneh.

**

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CRACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang