6

121 15 0
                                    

BRUGH!

Jimin terjatuh dari tangga. Pembantu jimin yang melihatnya jatuh, langsung panik dan segera ia mengambil teleponnya yang ia letakkan di atas meja untuk menelpon orang tua jimin.

...

Jimin pov*

Aku mencium bau obat-obatan disekitarku. Aku membuka mataku sedikit.

Kulihat dua orang yang sedang menatapku khawatir. Salah satu dari mereka mengusap kepalaku lembut.

Aku merasakan jarum yang sengaja ditancapkan di salah satu tanganku. Aku melihat sesuatu di hidungku yang menghubungkannya dengan tabung oksigen.

Ya, itu adalah alat yang membantuku bernapas saat ini.

Tubuhku saat ini sangat sakit sehingga aku sulit bergerak. Aku tak tahan dengan penyakit ku ini. Ingin rasanya aku bebas seperti orang lain.

Tetapi, bebas dari penyakitku ini adalah hal yang mustahil!

Kulihat ada seorang perempuan yang masuk ke ruanganku dengan tergesa-gesa. Nafasnya tak beraturan mungkin dia habis berlari di koridor rumah sakit. Dia adalah orang yang tidak asing bagiku. Orang yang kusukai datang menjengukku.  Dia adalah Jenny. Entah mengapa aku langsung melupakan rasa sakit ini ketika aku melihatnya.

Jenny pov*

Aku merebahkan tubuhku ke kasur karena aku merasa lelah. Aku masih memikirkan hal yang kemarin.

Tapi,entah mengapa aku memikirkan jimin pada saat yang sama. Aku butuh teman curhat, tetapi aku tidak terlalu mengenali teman kelasku selain jimin. Aku menelponnya.

TIIIT..TIIT..TIIT

ia tidak mengangkatnya. Aku berusaha menelponnya lagi.

TIIT..TIIT..TIIT

Ia tetap tidak mengangkatnya. Aku mencoba untuk ketiga kalinya.

TIIT.. TIIT..TIIT

tapi masih tetap tidak ada jawaban. Biasanya jimin akan menganglat telponnya dengan cepat. Tetapi kali ini tidak. Aku mulai khawatir dengannya.

Apa dia baik baik saja?

Aku menelponnya lagi dan akhirnya...

"Halo?? Ini dengan siapa?" Katanya dari seberang. Suara seperti orang dewasa.

"Saya teman jimin, apakah jimin ada?"

"Maaf, tapi kali ini dia dirawat di rumah sakit"

"Mwo??! Apakah anda bisa memberi tahu dimana ia dirawat sekarang?" Tanyanya dengan khawatir.

...

Aku memutuskan telponnya dan segera mengambil tas kecil yang kusimpan diatas mejaku lalu berangkat kerumah sakit.

Disaat aku sampai di rumah sakit, aku segera pergi ke tempat informasi untuk mengetahui dimana ruangan jimin.

...

Aku membuka knop pintu dengan rasa khawatir. Aku melihat jimin terbaring lemah diatas tempat tidur rumah sakit dengan infus yang dilekatkan pada tangannya dan alat pernapasan yang diletakkan di hidungnya.

Seketika, air mataku tumpah saat melihat jimin. Aku bertanya tanya dalam hati..

Apa sebenarnya penyakit jimin sehingga ia harus dibantu dengan alat pernapasan?

Ku temukan dua orang yang sedikit tua duduk disamping jimin sambil menatap jimin khawatir.

Ternyata mereka adalah orang tua jimin. Aku mendekatkan diriku dengan tempat tidur jimin. Orang tua jimin menatapku.

"Apakah kau yang menelpon tadi?" Tanya ibu jimin

"Ya. Aku yang menelpon tadi. Perkenalkan nama saya jenny. Teman jimin" katanya sambil mebungkuk memperkenalkan diri.

Orang tua jimin hanya mengangguk pelan dan memalingkan mukanya kembali ke arah jimin.

Kesunyian melanda ruangan jimin. Hingga jenny membuka suara.

"Ahh..ahjuma. bolehkah aku bertanya?"

"Silahkan nak" katanya mempersilahkan.

"Sebenarnya jimin sakit apa?"

"Apakah jimin tidak memberitahumu mengenai penyakitnya?"

"Aniya... dia tidak pernah menceritakannya."

"sebenarnya jimin..."

"Eomma.. appa.." ucap jimin ketika ia mulai tersadar.

Percakapan ibu jimin dan jenny dihentikan oleh jimin.

"Ahh.. jimin.. apakah kau baik-baik saja?" Tanya ayahnya yang sedikit khawatir.

Ibu jimin dan jenny yang mendengar jimin sudah sadar segera menuju tempat tidur jimin.

"Apakah kau baik-baik saja nak??" Tanya ibu jimin khawatir.

"Nee eomma... aku baik-baik saja jangan khawatir" katanya dengan lemah.

Jimin yang menyadari keberadaan jenny, langsung menatap jenny.

Jenny dengan sigap menghapus air matanya yang jatuh agar tidak dilihat jimin.

"Yaa kim jenny! Kenapa kau menangis. Aku baik-baik saja. Lihatlah" kata jimin sambil tersenyum pucat.

"Siapa yang menangis?"

"Lalu? apa yang ada dipipimu itu?"

Ternyata jimin melihat sedikit  air mata jenny yang tidak disadari oleh Jenny.

Jenny tiba-tiba diam. Tanpa terasa air matanya kembali turun melihat jimin.

"Yaa! Apa yang kubilang tadi jangan menangis" kata jimin dengan suara yag sedikit meninggi tapi tetap dalam keadaan lemah.

Dengan sigap jenny menghapus kembali air matanya.

"Sekarang tersenyum^"

Jenny menuruti jimin. Ia pun akhirnya tersenyum kecut.

"Kau terlihat cantik saat tersenyum daripada menangis" katanya disertai dengan senyum yang manis.

"Aish.. jinjja.. kenapa disaat seperti ini kau masih bisa menggombal?"

Orang tua jimin yang sedari tadi memperhatikan tingkah anaknya dengan jenny hanya tersenyum. Mereka menyadari bahwa jimin sudah besar sekarang.

Jenny masih bertanya-tanya. Apa sebenarnya penyakit jimin?...

Note:
Mwo: apa
Ahjuma: bibi/tante
Aniya: tidak
Eomma: ibu
Appa: ayah
Nee: iya
Yaa: hei
Jinjja: benar-benar.

Jangan lupa vote and comment guys..

Love Is Not Over (Jenny X KTH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang