Aku buru buru pulang ke rumahku, hening begitu terasa. Nafasku terengah engah, lelah. Aku mencoba bersikap netral dengan mengatur nafasku yang masih kian memburu.
Yah, disinilah aku. Tinggal sendirian tanpa satu orangpun keluarga. Tidak ada yang memperdulikanku, karena aku anak tunggal. Orangtuaku? Yah. Sebenarnya aku agak sedikit jahil dengan memutus kabel rem di mobil orangtuaku. Akibatnya, saat kedua orangtuaku menghadiri pesta pernikahan sepupuku, rem mobilnya blong dan akhirnya mobil naas itu jatuh kejurang dan terbakar. Kedua orangtuaku meninggal, meninggalkan warisan yang cukup besar untukku selaku anak tunggal. Jika anak pada umumnya akan menangis, justru aku terlihat biasa saja. Seperti yang kalian tahu, aku psikopat dan seorang psikopat seringkali tidak memiliki perasaan seperti halnya seorang manusia.
Ah, aku terlalu banyak bercerita. Tapi sungguh, inilah aku dengan kepribadianku yang aneh. Aku membunuh banyak orang dengan kedua tangan mungilku, tapi aku selalu terbebas dari hukuman karena ketidakmungkinan oleh logika. Aku selalu memanfaatkan logika, karena seorang psikopat gila pun juga harus cerdas, bukan?
Aku mulai menyusun rencana. Aku harus membunuh Salma sebelum identitasku yang sebenarnya terbongkar. Astaga, aku baru membunuh 5 orang dan aku sudah tertangkap?! Tidak keren sekali! Aku tidak mau itu terjadi. Aku harus melarikan diri! Ya. Setelah membunuh Salma nanti, aku akan melarikan diri sejauh mungkin. Aku harus keluar dari kota ini dengan identitas baru. Toh, mengubah identitas bukanlah hal yang sulit. Aku hanya tinggal memikirkan nama keren untukku nanti.
Seperti apakah rumah seorang psikopat? Yah. Bukannya sombong, aku memiliki harta warisan yang cukup banyak dan rumah peninggalan orangtuaku ini cukup besar. Mungkin ekspentasi kalian, rumahku ini akan sangat berantakan dan tak terurus karena aku lebih mementingkan membunuh daripada bersih bersih rumah seperti babu. Meski itu tidak sepenuhnya salah, kutegaskan. Rumahku sangat bersih dan rapi, karena sebagai seorang psikopat aku harus meninggalkan kesan yang baik bagi oranglain. Seperti yang kubilang di awal, manusia lebih mementingkan logika. Bagi mereka, mana mungkin seorang pecinta kebersihan sepertiku rela terkena darah seorang mayat? Bukan apa apa, aku hanya memanfaatkan pendapat mereka saja. Itu bukan kejahatan, kan?
Kuakui, seluruh bagian rumahku memang rapi dan bersih. Kecuali satu hal. Satu ruangan rahasia yang tak pernah diketahui orang, kecuali diriku. Pintu ruangan itu kututup dengan rak buku rahasia. Aku meraih salah satu buku dan rak buku bergeser otomatis. Aku masuk kedalamnya. Ruangan itu gelap, hanya cahaya remang remang yang meneranginya.
Disanalah rahasia besarku berada. Rahasiaku sebagai seorang psikopat keji. Diruangan rahasiaku, ada rak besar dengan kepala kepala rapi disana. Kepala asli, no KW pastinya. Kepala manusia yang kubunuh, meskipun sudah lama ada, kepala itu tetap menyiratkan ketakutan pemiliknya yang dalam sebelum ajal dengan paksa menjemputnya. Aku suka memandanginya, tak perduli bahwa kepala itu adalah kepala dari orang orang yang terdekatku. Sungguh aku tak perduli.
Aku meraih sebuah toples, dan aku menaruh kedua bola mata Sarah, jari jari Jessie serta potongan lidahnya kedalam toples itu. Jijik? Entah kenapa aku sudah mati rasa dengan perasaan jijik. Aku malah tersenyum saat menatap jari jari berdarah itu. Mungkin suatu saat aku akan menjadikan jari itu sebagai gantungan kunci yang lucu.
Lihatlah bola mata Sarah yang berwarna biru itu! Sangat cantik digunakan untuk pajangan. Ah, mungkin aku akan memburu teman teman blasteran lebih banyak lagi agar aku dapat mencongkel mata indahnya dengan sendokku.
Setelah puas memandang jejeran koleksiku, aku kembali masuk kekamarku dan berganti pakaian dengan pakaian rapi. Bukan dengan pakaian berlumuran darah seperti tadi.
"Ah, Salma sahabatku. Padahal aku sudah bertekad tidak akan membunuhmu dalam misiku ini," ucapku sambil memandangi fotoku dan Salma. Sebagai sahabat kami sering berfoto bersama. Tapi sudah kubilang, sahabat hanyalah topengku untuk menyembunyikan jati diriku yang sesungguhnya. Mereka hanya ilusi yang kuciptakan semata.
".. Tapi sayangnya, kau sudah terlanjur merusak rencanaku. Ckckck, sayang sekali. Sepertinya kau tidak sayang nyawa, ya." aku berdecak. Psikopat sepertiku ini memang tidak punya perasaan. Perasaan senang, sedih, takut, cinta, kasihan atau lainnya, aku sudah sangat mati rasa dengan itu semua.
".. Aku ingin membunuh lagi," ucapku ganas, meraih fotoku dan Salma kemudian merobeknya menjadi dua. Aku meraih pisauku dan menancapkan pisau tepat pada wajah Salma. Aku merusak wajahnya hingga foto itu tak berbentuk lagi.
".. Aku juga ingin menambah koleksiku... Kali ini apa ya? Tangan? Atau kaki?" tiba tiba aku tertawa, entah emosi apa yang mengendalikan diriku saat ini. Aku membuang daftar korbanku dan lagi lagi aku menusukkan pisauku pada foto Salma yang sudah hancur.
"SELANJUTNYA, BERSIAPLAH UNTUK KEMATIANMU, SALMA!!"
***
Bersambung
Sadis gilaaakk :v
KAMU SEDANG MEMBACA
PSIKOPAT
Misterio / Suspenso[Rank 312 di #Thriller] Membunuh? Itu rahasiaku. Memutilasi tubuh menjadi dua belas bagian, menebas kepala dengan kapak dan mencekik leher korbanku hingga jatuh seperti bangkai tikus. ...Atau, menyayat tangan mereka, menikmati darah hingga tetes t...