11 - Place for Stay

1K 56 7
                                    

Pesawat itu berhasil mendarat dengan selamat. Kutarik nafas dalam-dalam, perjalanan ini cukup melelahkan juga.

"Hei, manusia sialan, bangun, sudah sampai." Hei, apa dia mati? Dia selalu tidur saat perjalanan! Ku gerakkan kasar tubuh Albert. Bukan apa-apa, ia menutupi jalan sedangkan aku ingin lewat!

Albert menggeliat, lalu mengucek matanya. Ia memandangiku, tersenyum, lalu malah semakin menutupi jalanku.

Seribu kata kasar kulontarkan kepadanya.

"Bajingan kecil sialan, apa yang kau inginkan sebenarnya?!" Aku tidak tahan, dan tidak bisa bersikap tenang. Karena kurasa, pria kampret ini menguntitku dan aku tak sudi diikuti pria jelek sepertinya.

Psikopat itu high class, tau?!

"Bolehkah aku menumpang tinggal di rumahmu?" tanya Albert dengan senyum miring.

Ah, sial. Aku mengalihkan pandangan. Senyum menjijikkannya saja membuatku merasa aneh dalan sekejap. Sebenarnya dia itu siapa? Titisan amuba? Atau raja kodok yang berkamuflase?

Ah. Kita sedikit mendekat ke realita. Mungkin saja dia bukan raja kodok atau amuba hidup, tapi bagaimana kalau dia adalah suruhan polisi yang ingin menangkapku basah-basah? Tinggal dicelupkan ke minyak goreng saja, sudah krispi. Ah, persetan!

"Tidak! Siapa sudi." ucapku asal sambil melewatinya paksa. Albert hanya berdiri.

"Aku tak punya siapapun di sini," ucapnya. Tapi sayangnya, aku tidak memiliki emosi untuk hal sentimentil seperti itu.

"Bodo amat, Kampret. Aku tak menyuruhmu mengikutiku," ucapku sambil berlalu.

"Aku tidak masalah dengan koleksi kepalamu, bola mata atau jari-jarimu. Aku bisa jadi partner yang baik, kau bisa mengandalkanku. Dan ya, jika kau berpikir aku adalah amuba atau titisan polisi, kau salah. Polisi sudah lama membenciku," ucap Albert tepat sasaran.

Aku melotot, bola mataku rasanya nyarus keluar. Apa-apaan tadi?!

Tunggu, dari mana dia tahu semua koleksi rahasiaku?! Sialan. Cecunguk Kampret ini tahu segalanya. Sial sial sial! Aku berhenti.

"Sebenarnya apa maumu?" aku harus tenang. Kuatur nafasku, dan kutatap Albert sesantai mungkin.

"Tempat tinggal. Tempat dimana aku bisa tidur dan bangun seenak jidatku," jawab Albert tenang.

Aku mendengus. Kuambil koperku, sambil berpikir. Yah, dia sudah terlanjur mengetahui rahasiaku. Jadi, tak ada salahnya untuk sedikit membuat pria ini senang. Setidaknya, ia akan berpikir dua kali untuk melaporkanku ke polisi. Jujur, aku sudah muak dengan sel-sel jeruji.

Lagipula, jika Albert berada di rumahku, aku bisa membunuh dan memasaknya di sarangku sendiri dengan mudah. Aku tak perlu lagi mencarinya.

"Oke. Tapi jika kau berani melakukan hal-hal yang membuatku muak, kau mati."

"Ya."

"Kalau kau berniat membunuhku dan menjarah hartaku, kau mati."

"Ya."

"Dan jika kau-"

"Aku mati." jawab Albert tenang, dengan senyum masih tercetak di bibir.

"Good boy," ucapku.

***

PSIKOPATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang