.six

481 71 28
                                    

Jihoon menggerakkan manik matanya gelisah, jemarinya yang mungil mengetuk ngetuk dengkulnya perlahan.

Choi Seungcheol tidak menampakkan batang hidungnya hari ini.

Bahkan, Jihoon rela melewatkan bus untuk menunggunya. Tetapi, setengah jam telah berlalu dan sosok yang dinantinya tak kunjung tiba.

Akhirnya, Jihoon memutuskan untuk pulang seorang diri.

Esok harinya, Jihoon juga melakukan hal yang sama, namun hasilnya tetap nihil. Hal itu membuat Jihoon frustasi. Ia berdebat dengan dirinya sendiri menyangkut eksistensi Seungcheol. Tak bisa dipungkiri, ia mengkhawatirkannya. Terlebih lagi Seungcheol terlihat pucat saat terakhir kali mereka bertemu.

Jihoon mendengus. Sesaat kemudian, ponsel hitamnya sudah ada dalam genggamannya. Jemarinya bergerak lincah.

Hyung, kemana saja kau? Apa kau sakit?

Hyung, kemana sa|

|

Dahi Jihoon mengkerut sebelum ia menghapus pesan tersebut. Oh, ayolah, dia terdengar seperti perempuan yang protektif.

"Ini memalukan."

Kau sakit?

Send

"....Lebih baik."

Tidak lama kemudian, ponsel hitam itu bergetar.

Choi Seungcheol
Ah! Jihoon!
Ya. Maksudku, tidak, hanya kelelahan. Aku baik, tenang saja.

Kelelahan? Jangan bercanda. Setahu Jihoon, Seungcheol adalah orang yang bebal. Kelelahan sedikit tidak akan menghalanginya.

Jangan berbohong

Choi Seungcheol
Aku tidak berbohong

Lihat? Seungcheol adalah orang yang bebal.

Aku tidak percaya

Choi Seungcheol
Hey, kau tak bisa meragukanku, aku orang yang dapat dipercaya

Dan aku tetap tidak percaya

Choi Seungcheol
Kau ini, keras kepala sekali

Kau yang keras kepala!

Choi Seungcheol
Baiklah, Ji. Aku demam, kau puas?

Oh, tentu.
Read

"Apa apaan ini? Dasar sial"

Jangan hanya membaca pesanku,
beri tahu aku dimana rumahmu

Choi Seungcheol
Eh?

Cepat sebelum aku berubah pikiran.

Sudah 15 menit Jihoon berdiri di depan unit apartemen Seungcheol. Tangannya selalu bergetar tiap kali ia mencoba untuk menekan bel.

You Sure?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang