.three

541 83 21
                                    

Dua minggu berlalu sejak Jihoon mengenal Seungcheol, menaiki bus yang sama pada jam yang sama menyebabkan hubungan mereka naik pangkat. Ya, Lee Jihoon telah menganggap Seungcheol sebagai.. kenalan? Entahlah. Yang jelas, Jihoon tidak menganggapnya sebagai orang aneh lagi.

Seungcheol memiliki kepribadian yang hangat, setidaknya pada Jihoon. Dia selalu berceloteh. Mulai dari pekerjaannya, menu baru di restoran, kecerobohan temannya, dan masih banyak lagi. Jihoon tak habis pikir mengapa Seungcheol senang sekali berbicara, terlebih lagi, pada orang asing sepertinya.

Dari cerita pemuda berambut hitam tersebut, Jihoon dapat menyimpulkan bahwa Seungcheol adalah seorang Arsitek. Seingat Jihoon, Arsitek biasanya sangat sibuk, tapi yang satu ini terlihat santai. Seungcheol bilang, ia lebih suka mengerjakan proyeknya di rumah.

Seungcheol juga lebih tua darinya, usia mereka terpaut satu tahun. Jujur saja, Jihoon merasa tak enak hati karena perilakunya yang kurang sopan terhadap Seungcheol. Untungnya Seungcheol tidak mempermasalahkan hal itu.


Jihoon menatap ponselnya yang kerap bergetar, ia mengerang pelan. Masa bodoh soal rekan kerja yang terus menghubunginya, ini sudah malam dan Jihoon tidak ingin berurusan dengan pekerjaan, dia sangat lelah.

Selang beberapa saat, ponselnya berhenti bergetar. Akhirnya rekan kerjanya menyerah. Jihoon meraih benda berbentuk persegi panjang itu dan membuka aplikasi berbalas pesan yang ada dalam ponselnya. Matanya meneliti setiap pesan yang ada. Tidak banyak, hanya ada beberapa dari group chat yang berisi ia dan teman temannya, sisanya adalah kolega kerjaㅡyang tadi menghubunginya dan Choi Seungcheol.

Tunggu, Choi Seungcheol? Jihoon mengernyit

"Memangnya sejak kapan akuㅡ"

"Jihoon, boleh aku pinjam ponselmu? Aku lupa bertanya pada temanku dimana ia meletakkan kunci"

"Kenapa aku?"

"Karena kau adalah satu satunya orang yang bisa menolongku sekarang, dan aku tidak bisa masuk tanpa kunci"

"Memangnya kau tidak punya ponsel?"

"Baterainya habis"

"Ck. Merepotkan, ini."

"Terima kasih!"

Oke, Jihoon mengingat semuanya.

Meminjamkan ponselmu pada orang lain benar benar sebuah ide yang buruk. Lihat saja, nama Choi Seungcheol telah terpampang jelas di layar ponselnya. Jihoon berakhir mempertanyakan kewarasan Choi Seungcheol pada dirinya sendiri.

"Kenapa aku memberikan ponselku waktu itu." Ujar Jihoon sambil membuka pesan dari Seungcheol

Missed Call from Choi Seungcheol.
22.28

Kau sudah pulang?
22.30

Aku baru saja sampai.
22.30

Terima kasih telah meminjamkan ponselmu
22.31

Selamat tidur
22.34

Jihoon meletakkan ponselnya di nakas dan merebahkan dirinya di kasur, tanpa membalas pesan dari Seungcheol. Hell, memangnya dia mempunyai kewajiban untuk membalas pesan darinya?

Sepersekian detik sebelum Jihoon memejamkan matanya, ponselnya bergetar. Jihoon mendengus, menyambar ponselnya dan menerima panggilan yang berasal dari manusia kurang ajar yang mengganggu acara tidurnya.

"Jika kau ingin membahas dokumen sialan itu, silakan telpon aku di pagi hari, dasar gila"

"Jihoon?"

Seketika Jihoon terduduk, terperanjat. Itu suara Choi Seungcheol. Rasa kantuknya berangsur angsur tergantikan dengan keterkejutan.

"... Siapa ini?" Tanya Jihoon memastikan.

"Oh, tega sekali kau. Kita baru saja mengobrol beberapa jam lalu, Ji"  Tidak salah lagi, ini sudah pasti Choi Seungcheol.

"Baiklah Choi Seungcheol, ada apa?"

"Panggil aku hyung, anak nakal!"

"Ada apa meneleponku?" Jihoon tidak menghiraukannya

"Tidak ada alasan khusus, hanya ingin mengucapkan selamat tidur"

"Bagus sekali, karena ucapan selamat tidur darimu benar benar mengganggu"

"Itu karena kau tidak membalas pesanku!"

"Untuk apa aku membalas pesan dari orang yang mendapatkan nomorku tanpa seizinku?"

Seungcheol bungkam

"Soal itu, maaf. Tapi aku tidak sepenuhnya berbohong, aku benar benar menghubungi temanku"

"Terserah kau saja"

"... Apa kau marah?"

Marah? Tidak, Jihoon tidak marah sama sekali. Sejujurnya, dia merasa senang mendapatkan perhatian kecil seperti itu. Tapi tidak mungkin Jihoon mengatakan itu secara terang terangan. Jihoon masih menyayangi harga dirinya.

"Ji? Baiklah, jika kau marah aku tidak akanㅡ"

"Tidak. Aku tidak marah."

"Syukurlah" suara Seungcheol melembut. Jihoon dapat merasakan sang empunya tersenyum di sebelah sana. Dan entah kenapa, membuat Jihoon tersenyum juga.

"Lebih baik kau tidur. Ini sudah larut." Bodoh, kenapa aku berbicara seperti itu?

"Jihoonie perhatian sekali padaku~"

"Siapa yang kau sebut Jihoonie?!" Wajah Jihoon memerah. Terkadang, teman temannya menggunakan 'Jihoonie' ketika mereka menggodanya, ia juga sudah terbiasa. Namun, kata itu terasa begitu berbeda saat diutarakan oleh Seungcheol.

"Kau" Seungcheol terkekeh "masih banyak yang harus kukerjakan, Ji. Aku akan tidur nanti, terima kasih"

"Tidak perlu berterima kasih. Berlebihan."

"Kalau begitu, aku akan melanjutkan pekerjaanku. Tidurlah, Ji"

"... Terima kasih."

"Tidak perlu berterima kasih, berlebihan" Ujar Seungcheol.

"Itu kata kataku!"

"Iya iya" Seungcheol tertawa lepas "Selamat tidur, Lee Jihoon."

"Selamat tidur"

Sambungan telepon terputus. Jihoon meletakkan ponselnya kembali dan memejamkan matanya, bibirnya membuat lengkungan yang manis.

Sepertinya Jihoon akan bermimpi indah malam ini.

You Sure?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang