Maret dalam minggu kedua belas, aku berhenti bertamu di rumahmu. Kupikir hal ini mudah, ternyata tidak menemui pun terasa berat. Kupikir berhenti untuk tak peduli akan semua urusanmu sangat mudah, namun jua tidak. Bahkan kukira melewati rombong martabak langgananku tanpa membelinya akan sangat mudah, namun tidak sama sekali.
Ada rindu yang menutupi segala ketidakpedulianku terhadapmu. Ada tatap yang ingin kurengkuh dengan bertamu di rumahmu. Tetapi aku ingat katamu, kita ini hanya teman biasa dan tak lebih. Ketika itu aku sadar waktuku berhenti tiba.
Segalanya memang tak mudah, saat mencoba berhenti dari kebiasaan rutinku. Bahkan menyapamu lewat chat saat pagi pun, berusaha kuhindari. Hal semudah itu saja, aku sedikit kesusahan menahannya. Sampai akhirnya, aku menyapamu lagi pagi kemarin. Aku tahu itu salah satu contoh tidak konsistennya aku.
Berhenti bertamu berarti siap merelakanmu menyambut tamu pria selain aku,
berhenti bertamu berarti siap merelekan malam mingguku berlalu tanpa mendengar curhatan tentangmu dari adikmu,
berhenti bertamu berarti siap untuk melangkah dari sayembara memenangkan hatimu,
Perlahan namun pasti, aku akan melupakanmu
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Puisi
PoesíaBayangan itu unik, dengan segala kegelapannya, segala kebisuannya, ia hadir. Satu yang tak bisa dipungkiri-kenyataannya ia dekat denganmu