Pertanyaan 5
Apa itu teman?*
Suara tepuk tangan menggema ketika Tita baru saja menyelesaikan presentasinya, di hadapan ketiga juri dan beberapa peserta lain yang lolos dalam babak 10 besar Call for Paper. Tita membungkukkan badannya sedikit, demi menghormati para dewan juri. Ia kemudian turun dari atas podium, menuju pada anggota tim-nya.
Airin dan Meta berdiri, menyambutnya dengan senyum lebar dan mata berbinar-binar. Tita tahu-meskipun hasilnya belum diumumkan, bahwa ia dan timnya-lah yang akan menjuarai lomba ini. Walaupun masih tersisa 8 tim lagi yang akan presentasi, tetapi ia dapat menebak hasil yang akan diperolehnya.
Tita menghela napas secara perlahan, melirik Airin dan Meta di sampingnya yang sedang sibuk mengecek ponsel, membuat story di WA, Facebook dan Instagram, memberitahukan seluruh teman-temannya bahwa ia saat ini sedang mengikuti salah satu lomba paling bergengsi dan elit di kampusnya. Tita mengalihkan pandangannya pada podium di depan, seorang cewek mengenakan jilbab maroon tampak menjelaskan gagasan dan hasil dari kerja tim-nya. Pandangannya kemudian dialihkan pada bangku tempat duduk tim cewek berjilbab itu, dua orang temannya memandang podium dengan wajah harap-harap cemas, mereka bahkan bergandengan tangan untuk saling menguatkan satu sama lain. Mungkin cemas dan khawatir karena tidak dapat menolong temannya yang di depan.
Kondisinya jelas berbeda dengan apa yang dialami Tita ketika ia yang berada di podium tadi. Airin dan Meta sama sekali tidak menunjukkan raut cemas, khawatir dan sejenisnya. Mereka justru tampak tersenyum lebar dan bertepuk tangan paling kencang ketika ketiga juri mengangguk dengan antusias atas hasil presentasinya. Sama sekali jauh dari kerja tim yang seharusnya ditonjolkan pada kompetisi ini, mereka juga dengan entengnya meminta-ralat, menyuruh Tita untuk presentasi, tanpa harus repot-repot bertanya, apakah Tita bersedia, siap atau tidak.
Kerja tim, bah!
Suara tepuk tangan bergemuruh, cewek berjilbab maroon itu turun dari podium, setengah berlari menuju kedua temannya yang langsung memeluknya, menyiapkan tempat duduk dan langsung mengambilkannya air. Lamat-lamat Tita mendengar kedua teman cewek itu berkata bahwa presentasi si cewek berjilbab maroon sudah sangat baik, jadi apapun hasilnya, sudah tidak terlalu penting lagi.
Itulah kerja tim yang sebenarnya, saling membantu, menenangkan dan mendoakan satu sama lain.
Tita tidak sadar bahwa ia memandangi ketiga cewek itu begitu lama, hingga Meta menyentuhnya, mengatakan bahwa hasil kompetisi ini sebentar lagi akan diumumkan.
*
Tita mencuci tangannya, sejenak memandang wajahnya di cermin. Tidak ada senyum ataupun raut kebahagiaan yang ditampakkannya, meskipun ia baru saja berhasil mendapatkan uang tunai sejumlah lima juta rupiah karena berhasil meraih juara pertama.
Perasaannya kosong, hambar. Ia tidak tahu harus berekspresi seperti apa atas keberhasilannya. Setelah pengumuman pemenang lomba dan timnya-lah yang menjadi jawara, Airin dan Meta serta merta berteriak, mereka juga berdebat siapa yang harus maju ke podium sebagai perwakilan untuk menerima trophy. Setelah itu, mereka sibuk ber-selfie, menyombongkan kemenangannya kepada teman-temannya yang lain. Mereka juga sibuk mendapatkan telepon untuk menerima ucapan selamat.
Sedangkan Tita, ia hanya tersenyum sekilas, lalu memutuskan pergi ke toilet. Hari ini, dirinya belajar satu hal: bahwa ada yang jauh lebih menyakitkan daripada sebuah kekalahan, yaitu ketika tak ada seorang pun yang mengucapkan selamat ketika kau menang.
Tita membalikkan badannya, seketika dirinya berpapasan dengan cewek berjilbab maroon. Cewek itu tersenyum, serta merta Tita membalasnya hanya untuk basa-basi. Ia sudah berniat untuk keluar toilet ketika didengarnya sebuah suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Hujan
Teen FictionSesekali, egois itu perlu, kan? Karena kita butuh memperjuangkan apa pun keinginan kita, meskipun itu juga diinginkan orang lain. Ratita