"Sssttt...Pak Aris pacaran sama Bu Renata loh," bisik Mei dengan nada suara yang dibuat-buat, seperti sedang membawakan acara infotainment.
Aku menegang dan dengan serta merta menoleh ke arah Mey. Tapi sedetik kemudian buru-buru mengarahkan pandanganku ke depan. Di depan sana, Aris menatapku dengan tajam. Entah kenapa, Aris sepertinya tahu aku sedang tidak memperhatikan materi yang diajarnya.
"Gosip darimana lagi?!" tanyaku setengah tidak percaya. Mataku menatap ke depan, sedangkan telingaku mendengarkan dengan seksama perkataan Mei.
"Bukan gosip lagi. Semua orang kampus ini sudah tahu. Rahasia umum," sahutnya dengan gerak mulut yang dibuat seminimal mungkin.
"Kok aku enggak tahu," kataku sambil pura-pura menunduk, mencari sesuatu di dalam tasku.
"Kamu sih semua hal selalu ketinggalan," Mei melengos.
"Serius, masa sih sama Bu Renata?" tanyaku tidak percaya.
"Cocok banget kan? Buat iri aja," sahut Mei. Aku menarik napas panjang. Bukan jawaban seperti itu yang ingin aku dengar. Tapi penjelasan bagaimana bisa Aris yang jarang terlihat bersama wanita, tiba-tiba sama bisa pacaran dengan Bu Renata, dosen cantik dan modis itu.
Bu Renata termasuk dosen baru di kampusku. Dia mengajar mata kuliah semester awal sehingga aku tidak begitu mengenal sosoknya. Hanya sesekali pernah berpapasan dengannya saat di kampus dan selalu membuat aku berpikir bagaimana mungkin mungkin wanita secantik dia bisa nyasar di kampus ini.
Dan hari ini tiba-tiba saja aku mendengar gosip jika dia berpacaran dengan Aris. Seperti ada sisi lain di hatiku yang tidak terima. Kenapa Aris bisa seberuntung itu? Kenapa harus dengan Bu Renata yang bahkan ujung kukunya tidak bisa aku saingi? Dan...kenapa aku malah jadi gelisah seperti ini?
"Kok aku masih enggak percaya ya," bisikku tertahan.
"Aku juga awalnya enggak percaya. Masa sih Pak Aris yang cool gitu bisa nembak cewek," sahut Mei. Aku mengernyit tidak setuju. Cool dari mana? Mendengar perkataan Mei membuat aku bergidik.
"Jangan-jangan Bu Renata yang nembak Pak Aris," lanjut Mei lagi. Kali ini Aris sedang menulis sesuatu di whiteboard, sehingga tidak tahu jika aku dan Mei sedang bergosip tentangnya.
"Bisa jadi," sahutku. Pandanganku mengarah ke depan, dimana Aris sedang sibuk menulis rumus-rumus Termodinamika-nya. Aku menghela napas panjang. Apa memang benar Aris dan Bu Renata telah jadian?
"Dan kemarin...aku lihat dengan mataku sendiri Pak Aris dan Bu Renata jalan bareng," bisik Mei lagi.
Aku menarik napas dengan susah payah. Samar-samar masih terdengar suara Aris yang sedang menjelaskan materinya dan mendadak aku menjadi benci mendengarnya.
Tunggu...
Kalau memang benar Aris pacaran dengan Bu Renata, apa urusanku. Mau Aris jungkir balik atau apapun itu, harusnya aku tidak perlu peduli. Aku menarik napas perlahan. Iya...enggak ada yang perlu aku pikirkan jika hanya berhubungan tentang Aris.
--
"Tuh lihat, benar kan yang aku bilang," Mei mencolek lenganku. Aku mengarahkan padangan ke arah yang dimaksud Mei. Nasi goreng yang berada di dalam mulutku mendadak terasa hambar.
Aris dan Bu Renata sedang berjalan berdua menuju kantin. Aku menundukkan kepala, menyembunyikan wajahku. Entah kenapa, saat ini aku sedang tidak berminat menatap wajah Aris.
"Kok Bu Renata bisa cantik kayak gitu ya. Lebih cocok jadi model dibanding dosen," ucap Mei dengan nada penuh kekaguman. Aku membuang napas, tidak tahu harus berkomentar apa.
"Iya," sahutku pendek.
"Padahal aku naksir banget sama Pak Aris. Tapi kalau dia jadian sama Bu Renata, aku ikhlas kok. Cocok banget," Mei masih melanjutkan kekagumannya.
Coba saja Mei tahu jika Aris adalah mantan pacarku, kira-kira akan seperti apa komentarnya? Mungkin dia akan mengatakan betapa menyedihkannya hidup Aris karena pernah memiliki mantan pacar seperti aku.
Huh!
"Sudah deh Mei, buruan habisin makanmu. Sebentar lagi kelasnya Pak Gun," kataku.
"Galak banget," sahut Mei sambil buru-buru menyeruput kuah sotonya.
Aku hanya tidak ingin bertemu dengan Aris dan Bu Renata saat ini. Menghindari mereka adalah pilihan terbaik. Menatap wajah Aris yang penuh senyum saat bersama Bu Renata hanya membuat aku iri. Serius, aku hanya iri, tidak lebih!
"Aku bayar dulu ya. Sini uangmu, biar sekalian aku bayarin," kata Mei. Aku menyerahkan selembar lima puluh ribuan padanya.
Aku menyimpan ponselku ke dalam tas dan kemudian beranjak dari dudukku agar bisa menyusul Mei yang masih di kasir. Cuma bayar aja, kok lama banget sih.
Terlambat, sudah terlambat untukku buat kembali. Tepat di hadapanku, ada Aris yang sedang kebingungan mencari tempat duduk. Sedangkan dari kejauhan Bu Renata terlihat sedang memilih-milih menu. Aris menatapku tajam, seakan ada yang salah dengan wajahku.
Aku memalingkan wajah dan tanpa mengucapkan satu patah katapun segera bergegas pergi dari hadapannya.
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Past & Present : You (Telah Terbit)
ChickLit(full story of Uppsss!!!) Bagiku dia adalah masa lalu. Bukan sebuah kesalahan, hanya kenyataan yang harus aku lupakan. Sama seperti statusnya buatku : mantan. Tapi kenapa di masa sekarang dia kembali dalam sosok dosen mata kuliah yang paling kubenc...