5

1.4K 175 5
                                    

Siyeon melirik jam dinding kantin dan menghela nafas. Diliriknya juga Jeno, lelaki yang telah menjadi pacarnya selama lima bulan.

"Gue mau lo jujur" Jeno yang asik menatap layar ponselnya menoleh pada Siyeon.

"Hm?"

"Lo kenapa sih No? Kenapa gue ngerasa lo akhir-akhir ini berubah"

"Berubah gimana?" Jeno mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegap.

"Lo jadi.. jadi diem. Lo tiba-tiba jutek dan gue gak tau masalah lo apa. Lo juga jarang main sama temen-temen lo. Seharian liatin hape mulu" Siyeon menelan ludah dengan susah payah. Sudah lama ia ingin mengungkapkan ini akhirnya bisa ia katakan hari ini.

Jeno terdiam. Seperti biasa, lelaki itu susah ditebak. "Oh iya? Maaf ya kalo gue bikin lo gak nyaman" jawab Jeno. Siyeon membuang nafas gusar karena itu bukanlah jawaban yang ingin Siyeon dengar.

Jeno menarik tangan Siyeon dan menggenggamnya. Menatap kedua manik cantik milik Siyeon dengan penuh keyakinan.

----

Masih dengan permen karet yang telah ia kunyah sejak pagi (kebayang kan udah pait banget masih aja dikunyah), Felix dan ekornya Jisung berjalan santai di koridor. Sampai mereka menemui Hangyul dan kawan-kawannya, mereka saling menyapa.

"Ada apa nih manggil kita berdua"

"Denger-denger kalian kemaren berantem sama anak nuspan?" Tanya Hangyul.

"Heem. Kenapa?"

"Kalian berdua gak mau bales dendam atau apa gitu ke mereka? Lagian lo berdua ngerasa gak sih kalo anak nuspan itu sombong dan banyak gaya?" Felix berhenti mengunyah.

"Tok!" Felix meletuskan balon permen karetnya. "Males ah. Mau tawuran ya lo pada?" Tanya Felix yang dibalas anggukan mantap oleh Hangyul.

"Kan emang sejarah sekolah kita itu gak pernah akur sama anak nuspan walaupun tetanggaan"

"Iya sih kak tapi gue sama Jisung gak mau kena masalah"

"Atau takut?" Hangyul tertawa kecil. Jisung mendecak kesal dan membuka suara.

"Lo kalo ngomong suka bener aja--" Felix mendorongnya kesal.

"Lo berdua cuman pingin hits doang disini? Percuma kalo elo hits tapi cemen"

"Oke kalo gitu kita ikut!" Felix menjawab dengan cepat agar semuanya selesai.

"Tapi sebelum ikut tawuran sama anak nuspan, gue mau minta tolong lo sesuatu"

----

Waktu istirahat biasanya Felix dan Jisung ngider ke jajaran kelas sepuluh, jail. Tapi hari ini Jisung memilih diam sendiri di kelas untuk tidur.

Ia merasa dirinya kurang tidur karena tugas praktek tapi matanya tak kunjung menutup.

Alih-alih tidur, Jisung menatap seperangkat tupperware diatas meja Ryujin. Jisung terbangun dan berjalan menuju bangku Ryujin.

Jisung menoleh ke sekelilingnya dan sedang tidak ada orang di kelas. Dengan cepat ia mengambil tupperware Ryujin dan menyembunyikannya.

Bel masuk berbunyi. Semua murid sudah berkumpul kembali di kelas termasuk Felix dan Ryujin.

"Ih sumpah ya apa gue lupa nyimpen?" Rhujin berbicara dengan nada gusar. Teman sebangkunya Seoyeon bertanya.

"Kenapa lu?"

"Tupperware gue ilang"

"Mampus. Lupa nyimpen kalii"

Jisung yang duduk disamping bangku Ryujin menatap lurus pada buku tulis sambil setengah menguping.

"Eh Ryujin jan nangis dong elah" Jisung dan Felix menoleh cepat mendapati Ryujin tengah menangis membongkar kantongnya.

"Anjir Ryujin lo bisa nangis juga??" Felix bertanya.

"Gue gak akan dikasih uang jajan kalo tupperware gue ilaang huhuhu emak gue pasti maraah" Ryujin menangis sesegukan.

Jisung mengerutkan alisnya. Ia tidak menyangka keadaan akan seperti ini. Ryujin yang terkenal mental baja itu menangis hanya karena tupperware? Jisung jadi ingin tau seberapa mahalnya tupperware sampai bisa membuat Ryujin menangis kencang. Soalnya Jisung pake tulipware.

Felix menghampiri Ryujin dan ikut menenangkannya sebagai temas sekelas. Jisung memilih pergi ke toilet dan membasuh wajahnya.

----

Eunbin menepuk pundak Jaemin yang duduk di depannya. "Apa?"

"Lo udah tau nuspan sama tetangga mau tawuran?"

"Hah serius lo?" Eunbin mengangguk cepat.

"Gara-gara apa?" Tanya Jaemin lagi.

"Ya biasalah Lucas dua belas ips sama Hangyul yang nakal banget itu sampe mau dikeluarin dari smk"

"Gila gila, kapan tawurannya? Gue mau nge vlog"

"Hm gatau sih kalo itu tapi ada yang bilang hari jumat"

"Emang sekarang hari apa?"

"Selasa gubluk"

"Ya biasa aja gausah ngegas"

Keduanya kembali memperhatikan Bu Gisel menerangkan tentang proses masuknya kolonial belanda ke nusantara.

Bel pulang untuk sma memang berbunyi lebih awal daripada smk. Jeno mematikan ponselnya dan segera membereskan buku-bukunya.

"Jeno lo mau kemana? Gak pulang bareng?" Siyeon mencegat pacarnya yang sedang terburu-buru itu.

"Maaf ya, gue ada urusan mendadak. Maaf banget" Jeno menepuk bahu Siyeon dan berlari pergi.

"Eh tapi ntar kabarin gue ya!" Jeno hanya mengacungkan ibu jari. Ini yang Siyeon benci dari Jeno. Lelaki itu selalu sibuk sendiri dan Siyeon berasa jomblo aja gitu. Jeno juga gak pernah cerita tentang masalahnya bikin Siyeon ngerasa kalo dia gak begitu berarti buat Jeno.

Jeno memasuki sebuah gedung percetakan yang tampak sederhana itu. Beberapa waktu yang lalu Jeno sempat menawarkan diri untuk bekerja disana sebagai apapun asal ia mendapat uang.

"Jeno ya? Yang bolak-balik terus kesini pengen kerja part time?"

"Hehe iya Pak"

"Oke gini, kalo kamu kerja dibagian stock checker bisa? Jadi tugas kamu cuman meriksa stok kertas yang habis dan kamu harus cepet pesen ke pabriknya"

"Siap Pak itu mah gampang. makasih banyak ya Pak" Jeno tersenyum puas.

"Tapi sebelumnya boleh saya nanya? Orangtua kamu kerja apa?"

Jeno terdiam sejenak.

"Ayah saya sakit"

"Oh kalo ibu?"

HOMIES [00L]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang