Target 3: The Past

122 9 1
                                    

        Pagi yang cerah kembali datang menyambut hari baru. Burung-burung bernyanyi merdu di pekarangan sekolah. Suara mereka terbawa oleh angin hingga masuk ke dalam ruang belajar. Namun semua itu tak terdengar dan terlihat sama pada Mizuki. Pagi itu merupakan pagi terburuk baginya, diawali dengan Laswell yang salah menjepit jemuran hingga angin menerbangkan pakaian yang dijemur. Karena hal itu, Mizuki harus mencuci ulang semua pakaian.  Di perjalanan menuju kelas, ia tertimpa seorang siswa yang membawa tumpukan buku. Dan pagi ini ia harus belajar penyusunan strategi bersama LC yang tak pernah menerima analisisnya, ia hanya ingin menerima data.

        “Menyebalkan...” keluh Mizuki memendamkan wajahnya di atas meja. Laswell yang sejak tadi memperhatikan rekannya menjadi simpati melihatnya. Kesialan Mizuki berawal darinya juga pagi tadi. Laswell pun menghela nafas, ia menggeser kertasnya ke samping Mizuki.

        “Oi, kau boleh lihat ini. Cepat jawab soalnya sebelum LC mulai menghitung waktu mundur,” Mizuki memutar kepalanya menatap Laswell.

        “Terlalu sulit, aku tidak mau,” mendengar jawaban Mizuki, Laswell merasa kesal kebaikan hatinya dibuang begitu saja.

        “Kau ini-- sudah jangan protes, hanya kali ini aku mau membantumu!” kesal Laswell memaksa Mizuki untuk menyalin jawaban miliknya.

        “Aku tidak mau! Dengar ya, aku bukan tipe orang yang mau mengambil kesempatan seperti ini. Kalau aku mau daritadi aku sudah bisa menyalin semua itu. Lagipula, apa yang bisa kau banggakan dari mendapat nilai yang bukan hasilmu sendiri?” Laswell hanya terdiam menghela napas panjang. Yang dikatakan Mizuki memang benar namun dia hanya ingin membantu. Akhirnya Laswell memutuskan untuk mengumpulkan lembar jawabannya. Semantara itu Mizuki menjawab dengan hasil analisisnya seperti biasa yang langsung dirobek oleh LC di depan matanya.

        “Kau dapat pelajaran tambahan sore ini,” setelah mengatakan hal itu LC pergi keluar kelas karena bel tanda pelajaran berakhir telah berbunyi.  Dan sekali lagi Mizuki akan dipaksa untuk menjawab soal hitungan selama dua jam penuh.

***

        Saat jam istirahat, seluruh siswa baru diminta untuk datang ke aula karena akan diumumkan pemberitahuan tentang tes. Setelah melewati pelatihan selama satu bulan bersama guru pembimbing, sekolah akan mengadakan tes. Jika siswa tersebut lulus dalam tes, maka ia diperbolehkan untuk menjalankan misi. Tes ini akan dijalankan secara individu. Kemampuan otak dan fisik sangat menentukan nilai tes dan nilai keseimbangan kelompok. Jika salah satu anggota kelompok memiliki nilai yang kurang, maka kelompok tersebut belum diperbolehkan mengikuti misi dan harus mengikuti pelatihan kembali.

        “Merepotkan, kenapa harus ada tes hitung-hitungan?” gerutu Mizuki membaca selembaran yang didapatnya dari pertemuan di aula tadi.

        “Tentu saja, kau pikir perang itu hanya tinggal menyerang?” balas Laswell melipat selembarannya dan memasukkannya ke dalam saku celana.

        “Kira-kira tesnya bagaimana ya?” Laswell ikut berpikir, apa tes yang akan mereka hadapi nanti? Mungkinkah mereka akan langsung turun ke medan pertempuran, atau hanya tes tertulis biasa? Mereka berjalan sepanjang lorong seraya berbincang seputar tes.  Dan hampir seluruh murid di sana membicarakan hal yang sama.

        Dari arah berlawanan, terlihat seorang pemuda sedang berjalan santai. Tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya, penampilannya terbilang rapih namun tidak formal, rambutnya cukup gondrong untuk menyembunyikan wajahnya. Mizuki masih berbincang seputar tes tersebut hingga pemuda itu menabrak bahunya.

        “Ups, maaf. Aku tidak lihat ada orang.” kata pemuda itu tanpa ada perasaan menyesal.

        “Tidak apa-apa, lain kali tolong hati-hati,” Mizuki tak peduli dengan sikap orang itu. Ia pun berjalan melewatinya dan kembali mengobrol dengan Laswell.

Crim[e]son BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang