Target 4 : Life

122 10 0
                                    

        Mizuki memejamkan matanya serapat mungkin, berharap kematiannya tak akan menyakitkan. Namun ia tidak merasakan sesak seperti sebelumnya, padahal ia sedang dicekik oleh seorang narapidana. Perlahan tapi pasti Mizuki membuka kedua matanya. Ia terkejut melihat sebuah ruangan putih tanpa penghuni di dalamnya. Kakinya menapak namun ia tidak tahu dimana ia berdiri saat ini.

        “Ini, dimana?” Mizuki memperhatikan sekelilingnya, namun ia berada dalam sebuah ruangan kosong tak berujung.

        “Mizuki!” Mizuki berbalik mendengar suara yang sangat dikenalnya, namun saat ia berbalik tidak ada siapa pun disana.

        “Perasaanku saja,”

        “Mizuki, hiduplah,” Mizuki kembali mendengar suara itu, kali ini terdengar lebih jelas dari sebelumnya. Tapi ia tetap tak bisa menemukan si pemilik suara itu.

        “A-aku pasti berhayal, lagi pula dimana ini? Surga?” Mizuki mulai berbicara sendiri, ia tidak tahu ia ada dimana sekarang. Dan sekarang ia mulai mendengar suara-suara yang mengingatkannya akan satu atau dua hal. 

        “Ah, benar juga, mungkin aku sudah mati sekarang. Jadi apa aku ini? Hantu gentayangan?” disatu sisi Mizuki merasa lega jika ia mati, namun disisi lain ia merasa begitu bersalah.

        “Apa.. dia akan memaafkanku?” gumam Mizuki mendongakkan kepalanya menatap langit putih.

        Semakin lama menatap langit putih itu, Mizuki semakin merasa bersalah atas kematiannya. Tapi ia tidak tahu kenapa. Namun, ia merasa tak punya pilihan. Untuk apa dia hidup jika hanya untuk merenggut nyawa lagi? 

        Mizuki terduduk, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan lagi. Menunggu kematian terasa lebih menyenangkan dibandingkan melakukan hal tanpa arti. Tiba-tiba Mizuki merasakan seseorang bersandar pada punggungnya. Mizuki merasa hal ini sangatlah familiar untuknya namun entah berapa lama ia tidak pernah merasakannya lagi. Hanya saja punggung itu kini lebih kecil dari miliknya.

        “Hiduplah,” Mizuki terlonjak mendengar suara itu lagi, namun ia tiak berminat mencari suara itu untuk ketiga kalinya.

        “Untuk apa? Aku sudah tidak punya tujuan,”

        “Kau ini benar-benar tidak ada apa-apanya kalau aku tidak ada,”

        “Karena aku ada untukmu, kalau kau tidak ada maka aku juga…” Mizuki menghentikan perkataannya, ia merasa tidak pantas mengatakan hal ini.

        “Kalau begitu kau harus hidup, dan terus hidup karena kau ada untukku bukan?” Mizuki tidak mengerti maksud perkataan suara itu.

        “Apa maksudmu?” Mizuki membalikkan tubuhnya, melihat sosok yang sangat dikenalnya.

        “Hiduplah, untuk bagianku juga,” Mizuki terlonjak mendengar perkataan sosok tersebut.

        Ruangan putih itu menjadi gelap kembali, Mizuki bisa merasakan sesak akibat leher yang di cekik. Nafasnya hampir habis akibat ia tidak bisa menghirup oksigen. Ia merasakan kematian yang mendekat. Mizuki membuka kedua matanya dan mengayunkan kakinya untuk menendang perut narapidana tersebut sebelum memukul kepalanya hingga terluka. Narapidana itu sontak melepaskan Mizuki, membuatnya terjatuh ke tanah dan terbatuk beberapa kali. Mizuki segera mengambil senapannya namun ia kalah cepat dengan narapidana itu. Si narapidana sudah berada di hadapan Mizuki, menarik tubuhnya dan melempar tubuh Mizuki hingga menghantam dinding.

        “Bocah sialan! Jangan menyusahkanku untuk membunuhmu!” geram nara pidana itu dengan kesal. 

        Mizuki melihat narapidana yang marah itu dari sudut matanya. Ia maish memiliki kesempatan, kalau ia bisa menembakkan satu peluru ke kepala narapidana itu maka ia akan menang. Namun ia belum mendapat suplai oksigen yang cukup sehingga tubuhnya masih tidak bisa bergerak. Narapidana itu berjalan mendekati Mizuki seraya mempersiapkan dirinya untuk kembali menghajar Mizuki. Melihat bahaya, Mizuki berusaha untuk bangkit. Namun rasa sakit di punggungnya memperlambat gerakannya untuk bangkit dan kabur. Narapidana itu kembali mengangkat Mizuki, memberikan pukulan keras di perutnya sebagai pembuka. Membenturkan kepalanya ke tembok dan menahannya.

Crim[e]son BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang