-Pacar Baru-

107 4 12
                                    

Sayup-sayup kudengar suara adzan berkumandang. Ini menandakan fajar telah tiba dan hari sudah berganti. Aku segera membuka mataku kemudian beranjak turun dari ranjang untuk berwudhu dan melaksanakan shalat subuh. Kulihat ibu negara sedang sibuk memasak dan menyiapkan makanan untuk kami sekeluarga. Di meja makan sudah ada lelaki gagah yang tak lain adalah ayahku. Ayahku adalah sosok yang humoris. Selama aku hidup bersama ayah, beliau jarang sekali marah kepadaku. Beliau mendidik anak-anaknya dengan tegas, tetapi tidak sampai membuat anak-anaknya tertekan, justru kami merasa bangga sekali pada ayah. Beliau selalu mengajarkan kepada kami bahwa hidup di dunia itu hanya sementara. Tak perlu bersikap sombong apalagi sampai melupakan orang-orang di sekitar kami. Bukankah langit tak pernah menjelaskan kepada bumi bahwa ia tinggi? Ayahku juga sering mengingatkan kami tentang hal berbagi. Selagi kita mampu untuk berbagi kepada sesama, kenapa tak dilakukan? Bahkan ayahku selalu mendahulukan keperluan orang lain dibandingkan keperluannya sendiri. Bukan bermaksud sombong, namun aku ingin kalian semua mengagumi sosok ayahku dan juga meniru segala kebaikan yang beliau lakukan. Ayahku tak pernah menuntut anak-anaknya untuk mendapatkan nilai yang bagus. Karena, menurut beliau jika kami dituntut untuk mendapatkan nilai bagus, maka kami akan melakukan segala macam cara untuk memperoleh nilai yang bagus. Misalnya, mencontek, membeli kunci jawaban, atau kegiatan curang lainnya. Dalam hidup, ayah selalu mementingkan proses. Jika proses dilakukan dengan cara yang baik dan jujur, maka hasilnya pun akan sebanding dengan proses tersebut. Kejujuran merupakan hal utama dalam hidup. Nantinya, ketika kami sudah dewasa, masyarakat lebih membutuhkan kejujuran dan kemampuan kita dibandingkan nilai diatas selembar kertas. Mungkin tak masalah jika nilai tersebut diperoleh dengan cara yang jujur, jika tidak? Bukankah berarti kami telah membohongi diri sendiri dan juga masyarakat? Oleh karena itu, aku sangat tak mendukung teman-temanku untuk mencontek. Bukan karena aku pelit dengan tidak memberikan contekan, tetapi karena aku sayang pada mereka dan tak ingin mereka menjadi pemalas karena hanya mencontek.

Oke, kembali ke ceritaku. Setelah shalat subuh, aku segera bergegas mandi dan bersiap-siap berangkat sekolah. Aku memainkan ponselku sembari menunggu roti bakarku yang sedang dibuat oleh ibu negara. Tiba-tiba ada pesan masuk di ponselku. Dengan cepat aku membukanya.

From : +62898124xxxx

"Selamat pagi, manis.. Sampai bertemu di sekolah ya, aku ingin melihat senyummu."

Aku kaget bukan kepalang. Nomor yang semalam menghubungiku kembali mengirimkan pesan untukku. Pesan yang mungkin aku sendiri geli untuk membacanya. Bahkan, Rama yang pacarku, eh lebih tepatnya mantan pacarku saja tidak pernah mengirimiku pesan seperti itu. Aku salah satu tipe gadis yang cuek terhadap orang yang tak kukenal, apalagi jika itu menggangguku. Tapi, aku sangat yakin jika pemilik nomor ponsel itu adalah temanku, entah mengapa feelingku mengatakan seperti itu. Saking seriusnya aku memikirkan orang tersebut, aku sampai tak sadar bahwa roti bakar rasa coklatku sudah tersedia di depanku. Aku mengabaikan pesan tersebut, dan melahap rotiku. Hmm.. roti bakar buatan ibu negara memang top markotop.

***

Setibanya di sekolah, aku melihat Rama duduk manis di kursinya. Ah, mengapa ia selalu menghancurkan proses move-on ku? Lelaki berkulit hitam manis tersebut menatap kearahku. Mati aku! Apakah dia tahu bahwa aku mengamatinya sejak masuk kedalam kelas? Aku segera mengalihkan pandanganku. Tentu saja kebodohanku ini tak bisa kumaafkan. Bagaimana bisa aku memperhatikan seorang lelaki yang sudah memiliki pacar? Tapi, bukankah setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan apa yang membuatnya senang? Inilah hal yang membuatku senang, memandang Rama dari kejauhan. Aku suka saat Rama tersenyum. Manis sekali. Bahkan jantungku ikut berdebar ketika melihatnya tersenyum, walaupun aku tahu bahwa senyumannya untuk Anne, bukan lagi untuk Hana.

Romansa Cinta HanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang