TUJUH

840 102 33
                                    

HARAP BIJAK MEMILIH BACAAN

.
.
.

Naruto harus buru-buru sebelum ada orang yang tahu. Ia berlari sambil sesekali bersembunyi. Berharap tidak ada orang yang peka karena tidak melihat keberadaannya.

Selepas sholat hatinya terus-terusan merindukan rumah. Ia lari dari masjid saat semua orang sedang lengah. Mau bagaimana lagi, pikiran dan hatinya tidak sejalan. Naruto ingin cepat pulang dan menemui Hinata tersayang. Masa bodo Neji atau yang lainnya akan mencari.

Perjalan pulang ke rumah nyatanya tak semulus kulit halus. Beberapa ibu dan gadis yang berpapasan dengannya sesekali menegur sapa atau mengajaknya berbicara. Bahkan ada yang terang-terangan bercanda dan menggodanya.

"Bapak ganteng deh, kenapa ga nikah sama saya aja? Dijamin service memuaskan dan bikin ketagihan." Naruto merinding mendengarnya. Bukan karena teransang, tapi lebih karena menjijikkan. 'Anak siapa sih ini?' Batin naruto bertanya. Apakah para wanita ini bagian dari 80 juta yang sedang viral di dunia maya?

Siapa yang tidak meremang jika subuh-subuh sudah digentayangi perempuan sundal seperti itu? Hinatanya jauh lebih bermartabat dan tidak murahan. Hinata tidak pernah menggoda untuk mendapatkan cintanya. Tapi, Naruto sendirilah yang terjatuh pada pesona sang Hinata Hyuga.

Naruto baru menikah sehari, tapi sudah muncul bibit-bibit pelakor di sana sini. Naruto tidak kan tergoda apalagi sampai mendua. Tak tahukah mereka bagaimana susahnya Naruto untuk mendapatkan Hinata? Ia bahkan rela dibenci oleh iparnya sendiri.

Naruto harus bergegas sampai rumah sebelum Neji nanti marah-marah. Kalau sampai Neji tahu ia kabur dari masjid dan ternyata berakhir di kelilingi kupu-kupu subuh ini, maka habis sudah rumah tangga yang belum sempat ia nikmati.

Naruto berjanji, setelah ia mulai masuk ngantor nanti, ia akan memperbaiki moral dan etika yang ada di desanya. Zaman sekarang memang adalah era emansipasi wanita, tapi bukan berarti wanita bisa berbuat sesukanya, seperti menjadi seorang penggoda. Wanita itu harus punya harga diri tinggi dan juga mandiri. Jangan jadi murahan seperti cabai-cabaian. Memangnya situ bumbu dapur?

Terlalu larut dalam pikiran yang berkelana, Naruto bahkan tidak sadar jika sudah sampai di tempat tujuannya. Tanpa mengetok pintu, ia langsung melengos mlebu.

"Assalamu'alaikum ...." sapa Naruto ketika masuk ke rumah.

"Wa'alaikum salam ... Sudah pulang, Le? Mana yang lainnya? Kok pulangnya ga bareng?" tanya Kushina yang baru selesai beribadah di ruang tengah.

"Gak barengan, Mi. Mereka masih kusyuk duduk tawaduk. Naruto ada urusan lain, jadi buru-buru pulang. Hinata masih di kamar, Mi?"

"Oh begitu. Hinata? Ada. Dia sedang mandi sekarang. Kenapa? Udah kangen? Eleh-eleh ... dasar manten anyar. Maunya nempel terus. Jangan lupa, buatkan cucu secepatnya!" Goda Kushina pada sang putra.

"Hehehe. Siap Kanjeng Mami. Dengan sepenuh hati, hambamu ini akan menjalankan titah paduka. Mau cucu berapa? Lima, tujuh, sepuluh?"

"Widih ... semangat sekali pak lurah ini. Ga usah banyak-banyak, kasihan Hinata, dia bukan kucing. Sebelas saja sudah cukup."

Sepertinya keluarga Namikaze memang semuanya gaje-gaje.

"Yaudah, Mami ke dapur dulu, mau masak buat sarapan pagi. Kamu lekas mandi, lalu kita sarapan bersama. Mumpung lagi ngumpul bareng semua keluarga."

"Sendiko dawuh Nyai," balas Naruto sambil menegakkan tubuhnya.

Namun sesaat Naruto masih tetap berdiam diri di depan pintu sambil pikirannya kembali menjelajah tabu.

Pasangan Gaje - End [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang