Aku kembali mengacak rambutku dan bibirku terus mengutuk hukuman sialan yang di berikan oleh pak jung, aku menenggelamkan kepalaku ke meja belajar milik brian.
Iya brian dia kekasihku, sudah 10 bulan aku dengannya menjalani hubungan walaupun brian pribadinya pendiam tidak peduli apapun namun dia bukan anti sosial, sungguh.
"Siapa suruh bolos" komen brian, aku menengok dan melihatnya sedang membaca buku biologinya, aku mendengus kesal.
Aku meniup poniku kesal dan kembali mengerjakan surat pernyataan sial.
'Saya tidak akan membolos lagi'
Begitulah yang aku tulis untuk 2 lembar folio, bukannya menghibur, brian malah tak mempedulikanku, dasar pacar tak tau di untung.
Aku memasukkan kertas folio ku ke dalam tas milikku, "mau ke mana?" Tanya brian, aku menggendong tas milikku tanpa menjawab brian.
Mau pulang lah make nanya segala, "mau pulang" jawabku singkat.
"Selesaikan sekarang, nanti kamu ga bakal selesai kalo di rumah"
Percayalah itu kata kata brian paling panjang hari ini, seharusnya aku abadikan melalui perekam suara jika mengetahuinya.
"Sok tau" jawabku menutup pintu kamar brian dengan kecang, aku segera berpamitan kepada bunda brian, kalian mungkin berpikir aku akan segera pulang, tidak aku harus bekerja 'tanpa brian mengetahui nya'
Humm maksudku seluruh sekolah tidak boleh mengetahuinya, jika iya aku akan di bully, kalian bisa membayangkan bukan bagaimana perasaan jika di bully? Di lempari tepung dari lantai 2 di siram oleh jus buah naga meninggalkan bau tak sedap.
"Huft!" Aku menghela nafas setelah berlari sejauh setengah kilo ke kedai milik park sungjin, mahasiswa jurusan farmasi, dia menatapku dari kasir sepertinya dia marah karena aku datang terlambat.
Aku sudah lari lari dari rumah brian hinnga kedainya masa aku juga masih kena semprot!
Aku membuka pintu kedai dan masuk menarik nafas berat memejamkan mata bersiap menerima semprotan sungjin yang menghampiriku.
"Sa biru!" Panggilnya aku menunduk, ku dengar helaan nafasnya "aku memperkerjakanmu bukan untuk terlambat" lanjutnya.
Astaga ini hanya terlambat 5 menit, jika berani aku sudah mengoloknya "maaf" hanya itu yang keluar dari bibirku.
Ku dengar helaan nafasnya lagi "cepatlah bekerja" perintahnya aku segera melipir ke dapur dan menggunakan celmek berwarna coklatku.
Tanganku terus mengotak atik mesin kasir dan menyapa satu satu pelanggan yang terus berlalu lalang disini, jam menunjukkan pukul 9 malam dan aku harus pulang jam 10 malam.
"Selama--" belum selesai menyapa aku mengulum mulutku sendiri, mataku terbelalak melihat park jaehyung berdiri di hadapanku.
"K-kamu ngapain jae?" Tanyaku dengan bodohnya, jae tersenyum miring.
"Aku mau beli lah, apa lagi?" Dia melihat menu yang tertera di hadapannya, aku mengetik pesanannya dan memberikannya ke dapur.
--
"A-aku minta maaf jae.." kataku lirih ketika jae mengintrogasiku, jae memutar bola matanya, iya dia park jaehyung kawan sohibku.
"Kenapa lo ga pernah cerita coba?"
"Gue.. gue malu.., seharusnya lo peka saat gue ga pernah cerita latar belakang gue"
Lagi lagi helaan nafas yang ku dengar, aku mengerti jae kecewa kami sudah berteman sejak masuk sekolah menegah atas, jae menggendong tas gitarnya dan meninggalkanku.... sendiri...
Aku berlari sejajar dengan jae, "ayo gue antar pulang" kata jae tanpa memandangku, aku menggeleng kukuh.
"Tidak" jawabku singkat jae berhenti berjalan, membuatku ikut berhenti.
"Jangan menyembunyikan apapun lagi, please, gue temen lo" jae memandang ku, dan mempoutkan bibirnya, jari telunjuk yang di satukan membuatku ingin...aish
Jijik
"Yayayaya, namun jangan terkejut"
"Untuk..?"
Aku tidak menjawabnya, bagaimana dia bisa bertanya seperti itu.
Pertanyaan konyol.
Jae terus bercerita club band nya yang baru saja tampil di sebuah cafe, tentang yoon dowoon teman sebangkunya yang selalu tidur tidak mempedulikannya ketika bercerita.
Bagaimana dowoon akan memperdulikannya, dia brisik.
"Jae lo udah ngoceh 15 menit"
"Serius?!"
Bodoh
"Aku udah sampai"
"Huh?!"
Jae melihat sekitar
Pyar!!
Aku menengok begitupun jae, benar kaca cendelaku lagi lagi di pecah.
"Pergilah!!" Aku mendorong jae dan masuk ke dalam rumah.
Aku melihat ayahku menggenggam gunting, memandang ibuku yang tersungkur lemas.
Ayah gila
Pyar!!
Ayahku melemparkan gunting dan memecahkan kaca yang berada di atasku.
Ya pecah lah goblog.
Serpihan itu mengenai tubuhku yang sedang melindungi ibukku, aku benci.
Apa karena adik laki lakiku meninggal ayahku menjadi brutal seperti ini jika mabuk?
Aku menuntun ibukku berdiri.
"Ayah! Kenapa kau sangat merugikan?" Kata kata itu membuat ibuku menengok kepadaku.
Plak!
Satu tamparan mengenai pipiku, benar ibuku menaparku.
Sama saja gilanya.
Maaf aku muak, aku keluar dari rumahku dan menemukan jae tetap berdiri disana.
Memandangku heran, aku menghampirinya menangis di hadapannya,benar benar tak tahu malu.
Jae panik ketika melihatku menangis, dan ini pertama kalinya di depan jae aku menangis tersedu sedu.
"Astaga biru!" Jae menepuk bahuku, aku maju selangkah membuat jae munduk karena terkejut.
Maaf, aku memeluk jae kali ini menangis di pelukannya, menenggelamkan wajahku di dada jae, menangis se jadi jadinya.
"Biru.. seharusnya aku tau kenapa matamu lebam setiap pagi" jae mengelus rambutku menenangkanku.
"Jae.. mengapa aku di lahirkan?"
---
Bakal fast apdet dh.
Gak janji deh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Letting Go - Brian
FanfictionJika ada seseorang se sabar apapun itu, hargai, jangan di abaikan, tidak ada yang abadi di dunia ini, begitu pun dengan sabar, sabar ada batasannya.