Bab 15

1.8K 194 100
                                    

KAMI AKHIRNYA SAMPAI DI RUMAH.

Ibu memberikan kunci rumah kepadaku karena dia akan kembali ke kantornya. Asyik! Aku punya banyak waktu luang di rumah sendirian.

Mungkin aku bisa berjalan keliling di sekitar sini dan menanyakan kepada tetangga-tetangga tentang rumah kami ini.

Setelah aku masuk di kamar, Wilona mulai mengajakku berbicara serius. Aku ingin tahu hal apa yang akan dia bicarakan sampai seserius ini.

“Mengenai suara gaib semalam…,” mulainya dengan nada misterius, “aku sudah mendeteksinya.”

“Kapan kau mendeteksinya?” tanyaku cepat.

Perasaan dari tadi Wilona mengikutiku terus, jadi kalau dia melakukan sesuatu pasti aku tahu.

Wilona mengangkat tangannya menandakan aku untuk diam. Dia berbicara lagi, “Aku hantu dan hantu bisa mendeteksi keberadaan hantu lain asalkan hantu itu mengirim tanda-tanda yang jelas. Masalahnya kebanyakan hantu yang tingkatannya sudah di atas enam, enggan menampakkan wujudnya atau bahkan memberi tanda-tanda bahwa dia sebenarnya ada di sini atau yang lebih parahnya dia sudah lama berada di sini, tepat di depan hidungmu namun kau nggak menyadarinya. Yah, seperti yang pernah aku lakukan padamu.”

Memang Wilona pernah menyembunyikan dirinya dariku dengan amat baik sehingga aku nggak tahu bahwa dia ada di sini atau mungkin di depanku saat itu.

“Jadi menurutmu suara gaib semalam berasal dari hantu yang sebenarnya sudah lama berada di sini namun dapat menyembunyikan sosoknya bahkan hantu pun sendiri nggak bisa mendeteksinya dengan sangat baik dan baru sekarang dia mengirim tanda berupa suara itu untuk memberitahu bahwa dia ada di sini, di dekat kita.”

Wilona mengangguk dan terlihat senang dengan pengertianku.

“Tepat sekali. Dan setelah dia mengirimkan tanda, aku perlu beberapa jam untuk bisa mendeteksi keberadaannya dan jawabannya kudapatkan ketika kita dalam perjalanan pulang. Kata-kata nenekmu tepat, apa yang kau cari ada di sekitarmu dan memang dia ada di sekitar kamar ini, lebih tepatnya…”

Wilona menggerakkan telunjuknya ke arah tempat tidurku dan seketika itu juga tempat tidurku menggeser sendiri.

“Dan disitulah dia!”

Aku melihatnya. Ada sebuah lubang di bawah tempat tidurku yang nggak pernah kusadari sebelumnya. Aku pun teringat bahwa kamarku adalah satu-satunya kamar yang nggak banyak mengalami perubahan ketika pendekorasian ulang dan tempat tidurku adalah salah satu benda yang nggak diubah tempatnya sehingga nggak ada yang tahu tentang lubang itu.

Aku memandang ke arah Wilona yang tersenyum lebar. Kami berdua mendekati lubang itu dan melongok ke dalam. Ada tangga di dalamnya.

“Kayaknya ini jalan rahasia seperti yang sering ada di film-film,” ujarku sambil terus memandang ke dalam lubang. “Aku penasaran lubang ini menuju ke mana.”

“Kalau begitu kenapa kau nggak masuk?”

Wilona bergerak menjauhi lubang. Aku bingung dengan kelakuannya. Dia sepertinya enggan untuk masuk ke dalam lubang tersebut.

“Kau menyuruhku untuk masuk ke dalam sana sendirian?”

Dia mengangkat bahu dan menjauh dua langkah lagi.

“Clara, seperti yang pernah kubilang. Hantu dengan tingkat lebih rendah nggak akan mau berhadapan dengan hantu dengan tingkat lebih tinggi darinya. Aku bisa merasakan bahwa hantu apapun itu yang menghuni lubang itu pasti hantu tingkat tinggi, mungkin delapan atau sembilan. Dilihat dari cara dia yang sangat pandai menyembunyikan diri selama ini sampai-sampai aku sendiri pun nggak tahu, itu sudah jadi bukti bahwa dia lebih kuat dariku.”

Sebenarnya aku ingin mengejek Wilona dengan mengatakannya penakut tapi kalau memang peraturan dalam dunia perhantuan begitu, ya aku nggak mau memaksanya.

“Tapi kalau ada apa-apa denganku di bawah sana bagaimana?”

“Ya, aku akan berdoa dari sini,” kata Wilona yang nggak membuat tenang sama sekali.

“Ya, berdoalah semoga aku masih tetap akan hidup setelah keluar dari lubang ini.”

Aku kembali menatap lubang itu dan menelan ludah. Aku merasakan ada bola kasti yang nyangkut di tenggorokkanku dan aku juga merasa ada sesuatu yang memanggil-manggilku dari lubang tersebut.

Aku nggak boleh takut, nggak akan terjadi apa-apa denganku. Kalau pun terjadi sesuatu setidaknya aku sudah berusaha jadi anak yang baik.

Dengan langkah pertama yang sangat ragu aku memasuki lubang.
Tangga menuju ke bawah melingkar-lingkar dan semakin dalam aku masuk semakin pengap dan gelap suasananya. Angin dingin berhembus entah darimana dan aku bisa merasakan aku kedinginan sekaligus ketakutan.

Ternyata ada sebuah ruangan di bawah tempat tidurku, ruangan berlantai tanah dan berdinding batu. Ruangan ini cukup gelap dan aku memicingkan mataku untuk melihat.

Sepertinya aku melihat sosok samar-samar di ujung sana, namun karena kurangnya cahaya aku nggak tahu apakah yang kulihat itu. Aku melangkah lebih jauh dan tiba-tiba ruangan jadi terang karena adanya api obor yang entah kenapa bisa menyala sendiri.

Sekarang aku bisa melihat dengan lebih jelas. Ruangan ini berbentuk setengah lingkaran dan ada sebuah tempat tidur kecil di tengah-tengahnya. Tempat tidur itu seperti tempat tidur yang biasanya dipakai di rumah sakit-rumah sakit dan diapit oleh dua meja kecil.

Aku mendekati benda-benda itu dan baru sadar bahwa seprai tempat tidur itu bernoda darah. Dua meja yang mengapit tempat tidur itu berisikan peralatan-peralatan seperti peralatan dokter bedah.

Semuanya sudah berkarat dan berdebu, nampaknya sudah nggak dipakai lagi selama belasan atau puluhan tahun.

Aku tahu bahwa tempat tidur ini pasti ada penunggunya dan hantu itu ada di sini namun nggak mau memperlihatkan wujudnya.

Jangan-jangan wujudnya lebih menyeramkan daripada Wilona? Atau hantu itu menunggu saat yang tepat untuk menyerangku secara tiba-tiba?

Aku berdiri tegak bagai patung selama sesaat dan nggak merasakan apa-apa. tentu aku ingin cepat-cepat keluar dari sini, tapi aku harus mendapatkan sesuatu. Sesuatu yang berharga sebagai petunjuk dari semua misteri ini.

Mungkin dengan berbaring di tempat tidur ini, aku bisa mendapatkan suatu petunjuk. Siapa tahu pemilik sebelumnya dari tempat tidur ini mau memberikanku sekilas tentang kenangannya ketika dia masih hidup.

Walau lumayan jijik dengan noda darah yang telah mengering itu, aku tetap membaringkan diriku di atas tempat tidur. Ukurannya pas dengan tinggi tubuhku, pasti ini tempat tidur buat anak seusiaku atau setinggi diriku.

Satu dua menit dilalui dengan diam dan kemudian sesuatu terjadi. Perutku serasa dihantam dan otakku rasanya mau pecah ketika sesuatu yang bertubi-tubi memasuki pikiranku.

Aku pun pingsan di atas tempat tidur itu.

Bersambung..

Clara and New House [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang