Bab 9

2.4K 235 162
                                    

TRIO TRUK GANDENG BERHASIL MENYERGAPKU DI TOILET.

Aku benci banget sama mereka. Ingin rasanya menyeprotkan air toilet ke muka mereka yang lebar. Terutama yang ditengah. Aku tahu namanya adalah Melanie, aku mengetahuinya dari Georgia, tapi aku lebih senang menyebutnya Si Gendut No.1.

Dan dua temannya yang lain, Silfa dan Rika, aku panggil Si Gendut No. 2 dan Si Gendut No.3. Mereka pasti akan marah besar kalau aku memanggil mereka begitu.

“Nah, akhirnya kami berhasil menangkapmu juga, Tikus Got!” ujar Si Gendut No.1 sampai ludahnya muncrat ke mukaku.

“Aku bukan tikus got!” aku berusaha memberanikan diriku sendiri walau aku tahu aku nggak bakalan menang ngelawan mereka.

“Ya, kau tikus got! Sudah lama kami mencarimu dan kau bersembunyi di dalam toilet. Bersembunyi saja di dalam parit sekalian!” dia tertawa keras-keras bersama teman-temannya.

Aku benci mereka.

Kenapa aku harus dapat musuh sebesar gajah seperti mereka?

Kalau Tiara, hah, cewek jelek dan ceking itu bisa kupatahkan tulangnya kalau dia berani berkata begitu.

Trio Truk Gandeng? Aku nyerah deh.

“Kau kan belum bayar uang keamanan!” bentak Si Gendut No.1 lebih keras daripada sebelumnya. “Sekarang bayar atau kujeburkan mukamu ke dalam toilet!”

“Seharusnya aku yang melakukan itu!” setelah mengatakan itu aku ingin menampar mulutku sendiri.

Trio Truk Gandeng terdiam sesaat, sebelum akhirnya meledak dalam tawa yang menggetarkan toilet. Suara bel berbunyi walau nggak terlalu terdengar dari toilet karena diredam oleh tawa setan Trio Truk Gandeng.

Tawa mereka terhenti, tapi aku masih melihat bahwa sebenarnya mereka ingin tertawa lagi.

“Kau selamat untuk hari ini Tikus Got! Kami ada ulangan dan yah, kami harus pergi.” Mereka pergi keluar dari toilet dan tertawa lagi.

Di kelas, pelajaran Bahasa Inggris. Di sekolah ini pelajaran Bahasa Inggrisnya sudah dimulai sejak kelas satu. Di sekolahku dulu, sejak kelas tiga, dan di sekolahku yang dulunya lagi malahan baru kelas enam yang belajar Bahasa Inggris, dan sekolah yang dulu-dulunya lagi, aku nggak ingat.

Aku sedikit terhibur melihat Tiara dimarahi oleh Bu Tina karena nggak bisa menyebutkan kata ‘father’ dan ‘mother’ dengan benar. Dia dan lidah nasionalisnya….

Georgia nggak perlu diragukan lagi. Sebagai anak yang menganggap Bahasa Inggris adalah bahasa sejak bayi, dia terlihat acuh tak acuh saja. Bu Tina juga nggak pernah menanyainya seingatku.

Dan Dicky, orang yang dibilang Tiara pintar berbahasa Inggris, ternyata dia memang lumayan. Tiara melotot ke arahku karena dia menangkap basah aku yang sedang cekikikan ke arahnya.

Ibuku adalah penyayang binatang. Dia membawa kembali kucing tetangga kami yang dibuang oleh mereka kemarin dan dengan ikhlas menasehati mereka bahwa binatang itu jangan disia-siakan.

Aku pikir mereka nggak menginginkan kucing itu jadi mereka membuangnya, lalu kenapa Ibuku yang sewot dan susah-susah membawa pulang kucing itu?

Setahuku para binatang punya ingatan tajam, jadi apabila seekor kucing dibuang jauh-jauh, asalkan matanya nggak ditutup, suatu hari nanti dia pasti akan kembali ke rumah pemiliknya.

Tapi aku nggak begitu yakin mengenai teori itu, soalnya tetanggaku yang di Bandung dulu sering kehilangan anjing mereka dan binatang itu nggak pernah kembali.

Walau Ibu adalah penyayang binatang, kami nggak memelihara binatang. Eh, ada sih, ikan hias yang diletakkan di aquarium depan.

Aku lumayan alergi dengan semua binatang berbulu dan aku pernah menyarankan kepada Ibu agar kita memelihara reptil yang langsung ditolaknya mentah-mentah.

Clara and New House [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang