2

1.2K 111 43
                                    

Suasana hati Jiyeon benar-benar buruk hari itu. Kemarahan, rasa terhina, kebencian bahkan kesedihan karena dia begitu tidak berdaya campur aduk dalam hatinya. Jiyeon merasa tubuhnya begitu kotor akibat pelecehan yang dilakukan Mr. Sehun tadi siang, dan dia masih menahan tangis ketika memasuki ruang perawatan intensif di Rumah Sakit itu, yang sudah sangat familiar dengannya, tapi apapun yang ada dipikirannya tadi langsung buyar begitu melihat Suster Ana menyongsongnya dengan wajah pucat pasi.

"Kemana saja kau nak?! Aku mencoba menghubungimu sejak dua jam tadi, tapi kau tak bisa dihubungi!"

Wajah Jiyeon langsung berubah seputih kapas, secepat kilat dia berlari menelusuri lorong menuju kamar tempat Seok Jin dirawat. Suster Ana tergopoh-gopoh berlari mengikuti di belakangnya.

Jiyeon terpaku di depan ruangan Seok Jin dengan napas terengah-engah, dokter dan perawat masih ada di ruangan itu, sedang berusaha menstabilkan kondisi
Seok Jin, Suster Ana tiba dibelakang Jiyeon dan menyentuh pundaknya lembut, mencoba menenangkannya.

"Dia sudah tidak apa-apa Jiyeon, kondisinya sudah stabil. Tadi dia mengalami serangan lagi tapi dokter sudah menanganinya dengan cepat, kenapa kau tadi
tidak bisa dihubungi? Aku mencoba menghubungimu saat Seok Jin dalam kondisi
paling kritis, saat itu kau pasti ingin bersamanya."

Air mata mengalir di pipi Jiyeon. Tadi baterainya habis dan karena sibuk dengan pikirannya, dia tak sempat mengisinya. Astaga, betapa bodohnya dia. Seok Jin
kelihatan stabil dan baik-baik saja dan Jiyeon mulai lengah melupakan bahwa serangan bisa terjadi setiap saat. Ya Tuhan, seandainya tadi Seok Jin....

Jiyeon memejamkan mata rapat-rapat, air matanya mengalir semakin deras, dia tak berani membayangkan semua itu. Suster Ana memeluknya dengan penuh keibuan sementara Jiyeon menumpahkan air matanya.

Ketika dokter datang, tatapan hati-hatinya malah membuat hati Jiyeon makin cemas, "Bagaimana kondisinya dokter?" suara Jiyeon gemetar ketakutan, Dokter itu menarik napas panjang.

"Seok Jin pria yang kuat, sungguh suatu keajaiban dia mampu bertahan sampai sekarang, tetapi kecelakaan itu telah merusak organ dalamnya. Kami berusaha
memperbaikinya dengan obat-obatan dan penanganan medis terbaik, tapi hal itu berakibat pada ginjalnya, kami harus mengoperasi ginjalnya Jiyeon."

"Mengoperasi ginjalnya?" Jiyeon mengulang pernyataan dokter itu dengan histeris "Mengoperasi ginjalnya?! Ya Tuhan!!"

Tubuh Jiyeon menjadi lunglai, untung suster Ana menyangganya, air mata
mengalir semakin deras dipipinya.

"Apakah... Apakah tidak ada cara lain?"

Dokter itu menarik napas prihatin.

"Seok Jin dalam kondisi yang tidak lazim, dia dalam keadaan koma, dan apapun tindakan medis yang kami lakukan padanya memiliki resiko tinggi, Tapi akan lebih beresiko lagi jika kita tidak melakukan operasi itu, operasi itu harus dilakukan sesegera mungkin Jiyeon."

Jiyeon menarik napas dalam-dalam, dan menatap dokter itu dengan penuh tekad.

"Baik dokter, lakukan operasi itu, apapun agar Seok Jin selamat." suaranya mulai gemetar lagi "Berapa biaya yang harus saya siapkan untuk melakukan operasi
tersebut dok?"

Seluruh tubuh Jiyeon menegang, tangannya terkepal seolah olah menanti hukuman.

Dokter itu menatapnya sedih, rasa kasihan tampak jelas di matanya ketika menjawab "Untuk prosedur operasi ginjal dan perawatan atas kemungkinan terjadi komplikasi lainnya, kau setidaknya harus memiliki Tiga ratus Juta, Jiyeon."
***

Hujan turun lagi dengan derasnya, bahkan payung itupun tak bisa melindungi dirinya dari percikan air hujan. Tapi Jiyeon tak peduli.

Dimana Dia??!

A Romantic Story About Park Jiyeon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang