Jiyeon berbaring memunggungi Sehun, matanya nanar, penuh airmata. Napasnya sesak karena isakan yang ditahannya. Setelah semua usai, Sehun menjauh dari tubuhnya dan berbaring hening di sebelahnya, sampai napas yang terengah berubah menjadi tenang dan hening.
Jiyeon tahu Sehun tidak tidur, lelaki itu masih berbaring nyalang di sebelahnya, terlentang menatap langit-langit kamar. Tetapi Jiyeon langsung membalikkan badan dan berpura-pura tertidur.
Dirasakannya Sehun bolak-balik menghadap ke arahnya, seperti ingin mengajaknya bicara tetapi kemudian ragu dan mengehentikan dirinya di detik terakhir.
Saat-saat hening itu terasa menyiksa. Tubuh Jiyeon tegang meskipun dia berakting sudah tidur dengan baik, dijaganya agar nafasnya teratur, dijaganya agar tubuhnya tidak bergerak sama sekali.
Lama-lama dia merasakan tubuh Sehun berangsur-angsur santai dan lelaki itu tertidur. Jiyeon menanti menit demi menit, menyakinkan diri kalau Sehun sudah terlelap, dan setelah cukup yakin, pelan-pelan dia bergerak.
Tubuhnya terasa sakit. Itu tadi benar-benar perkosaan, dan Sehun sama sekali tidak mau repot-repot bersikap lembut. Bibir Jiyeon memar akibat ciuman yang terlalu kasar, lengannya sedikit lebam karena genggaman yang terlalu keras, dan masih ada kesakitan-kesakitan lainnya. Di seluruh tubuhnya, di dalam tubuhnya.
Tetapi yang paling sakit adalah hatiku.
Air mata mengalir tanpa suara dari pipi Jiyeon, tapi dia menahan isakan dengan menggigit bibirnya yang sakit. Dengan hati-hati Jiyeon duduk di tepi ranjang, mengamati pakaiannya yang berserakan di lantai, dan pakaiann dalamnya yang setengah dirobek oleh Sehun saat lelaki itu melepaskannya dengan marah tadi.
Pelan-pelan, agar tidak menimbulkan gerakan di ranjang tempat Sehun berbaring miring dan tertidur pulas.
Jiyeon bangkit berdiri dan memungut pakaiannya satu persatu.Langkahnya goyah, dan tubuhnya gemetar, tapi Jiyeon menguatkan diri. Dipakainya pakaiannya pelan-pelan sambil menatap ranjang dengan was-was, bersiap-siap jika ada satu gerakan sesedikit apapun dari Sehun.
Tetapi lelaki itu tidur dengan tenang sampai Jiyeon selesai berpakaian. Jiyeon lalu mengambil tas kerjanya dan melangkah keluar, tetapi di pintu dia ragu-ragu, menoleh dan menatap Sehun yang masih tertidur pulas.
Sehun pasti akan maklum jika dia pergi begitu saja. Setelah perkosaan brutal dan kejam itu, Sehun pasti maklum jika Jiyeon menjauh darinya. Tapi kemudian Jiyeon mengernyit, teringat kemarahan Sehun ketika Jiyeon menghilang tanpa pamit untuk menunggui Seok Jin di rumah sakit hari minggu lalu.
Kalau aku pergi tanpa pamit, apa yang akan dilakukan Sehun? Apalagi dengan perjanjian tiga ratus juta itu... Ketakutan mewarnai perasaan Jiyeon, menahan langkahnya.
Lalu Jiyeon mengeluarkan kertas dan menulis.
-Maaf Sehun, aku harus pergi sementara. Butuh waktu sendirian.
Tapi kau tenang saja, aku tidak akan melarikan diri dari hutang-hutangku. Aku tidak serendah itu kau tahu. Sampai jumpa di kantor besok pagi.Jiyeon-
***Pagi itu Sehun duduk di kantornya dengan muram. Hari masih pagi, para karyawan belum datang ke kantor, tapi Sehun sudah ada di situ. Dia tak tahan berada di kamar apartement itu sendirian.
Tanpa Jiyeon.
Dia terbangun pagi-pagi sekali, karena terbiasa mencari Jiyeon untuk dipeluk, tetapi yang ditemukannya hanya bantal kosong. Dengan marah Sehun langsung bangun dan murka.
Berani-beraninya pelacur itu meninggalkannya?
Tetapi kemudian, kertas yang diletakkan di bantal Jiyeon itu agak meredakan kemarahannya. Sebuah pesan singkat sederhana yang ditulis dengan huruf yang sangat rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Romantic Story About Park Jiyeon✔
Roman d'amourWARNING⚠ ✴MOHON UNTUK DI INGAT CERITA INI DIADAPTASI DARI SEBUAH NOVEL TANPA ADA MAKSUD PLAGIAT DAN SEBAGAINYA. TERIMA KASIH✴ (REMAKE TO KOREAN VERSION FROM SANTHY AGATHA NOVEL'S) ❌KONTEN INI DEWASA BANGET. OH SEHUNNYA PEMAKSA DAN MINTA DITABOK. JAD...