7

1K 84 27
                                    

Suster Ana sudah berkali-kali menengok keadaan Jiyeon di sela-sela tugas jaganya, membawakan Jiyeon segelas teh dan makanan kecil karena Jiyeon tidak mau makan.

"Makanlah dulu Jiyeon. Aku tidak mau kau pingsan nantinya." gumam suster Ana sambil memijit lembut pundak Jiyeon.

Dengan lemah Jiyeon menggeleng. "Tidak bisa suster, aku terlalu cemas untuk makan."

"Kalau begitu minumlah tehmu, kau sama sekali belum makan sejak tadi, setidaknya teh manis bisa memberikanmu sedikit tenaga."

Dengan patuh Jiyeon meneguk teh manisnya, lalu menatap ke pintu lagi dengan cemas. "Kenapa lama sekali suster operasinya?"

Suster Ana menghela napas. "Aku tidak tahu Jiyeon, tapi Seok Jin kan kasus khusus, para dokter harus benar-benar berhati-hati menanganinya, mungkin itu yang memerlukan waktu lebih lama."

Pandangan Jiyeon tetap tidak terlepas dari pintu ruang operasi. Ketegangannya semakin meningkat, ketika lampu di atas pintu ruang operasi menyala, tanpa sadar dia terlompat dari tempatnya berdiri dan setengah berlari menyongsong dokter.

Dokter itu tersenyum sebelum Jiyeon bertanya, dia mengenal Jiyeon, mengenal kegigihan gadis itu memperjuangkan kehidupan tunangannya. Dan tanpa sadar turut merasakan empati pada pasangan itu.

"Tidak apa-apa Jiyeon, Seok Jin lelaki yang kuat, operasinya berhasil."

Tubuh Jiyeon langsung lunglai penuh rasa syukur hingga sang dokter harus menopangnya.

"Selamat Jiyeon, kamu berhasil... Kalian berdua berhasil."

***

"Pulanglah dulu Jiyeon, ini sudah hampir jam tiga pagi." suster Ana yang masih setia menemani mengguncang pundak Jiyeon.

Dia kasihan melihat gadis itu tertidur kelelahan di samping ranjang Seok Jin, begitu Seok Jin keluar dari ruang pemulihan dan kembali ke kamar perawatan intensif, Jiyeon tak pernah beranjak dari sisi Seok Jin, tidak makan, tidak minum. Hanya duduk disana mengenggam tangan Seok Jin yang tidak terbalut infus, seolah olah akan ada keajaiban dimana Seok Jin akhirnya sadarkan diri.

Kasihan sekali kau nak, suster Ana menggumamkan rasa tersentuhnya dalam hati.

Jiyeon berusaha mengumpulkan kesadarannya, tanpa terasa tadi dia tertidur karena kelelahan.

"Kamu harus pulang Jiyeon, ingat, mungkin Sehun kebingungan mencarimu."

Astaga!! Astaga!! Astaga!! Ya Tuhan, Jiyeon benar-benar lupa, Sehun!!! Astaga, lelaki itu pasti akan mencarinya dan sekarang dia pasti sedang marah besar!!!

Dengan gugup Jiyeon bangkit dari kursinya, sedikit gemetar membayangkan kemarahan Sehun nantinya.

"Aku meminta supir rumah sakit mengantarmu pulang, jadi kamu tidak perlu naik taksi dini hari begini." Suster Ana berusaha meredakan kegugupan Jiyeon.

Dengan cepat Jiyeon mengecup tangan Seok Jin yang masih ada dalam genggamannya, memeluk suster Ana dan setengah berlari keluar.
***

Ruangan itu gelap.

Gelap dan sunyi, hingga bunyi klik ketika Jiyeon menutup pintu terdengar begitu keras.

Dengan gugup Jiyeon menelan ludah.

Kenapa sepi? Kemana Sehun?

Apa Sehun mungkin pulang ke rumahnya? Apa mungkin dia tidak tahu kalauJiyeon belum pulang?Syukurlah kalau begitu kejadiannya.

Jiyeon berusaha menenangkan dirinya, tapi tetap saja tidak bisa menyembunyikan rasa gugupnya menghadapi apa yang akan terjadi, seperti hitungan mundur penantian sebuah bom yang akan meledak saja.

A Romantic Story About Park Jiyeon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang