Chapter 12 - Golden Chain

3.7K 507 25
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Tersedia di Gramedia

IG @Benitobonita

Pesan online 081219457018 dan dapatkan diskon 20 persen + bonus

Pesan online 081219457018 dan dapatkan diskon 20 persen + bonus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lady Elena

Seorang wanita berambut kuning pucat duduk di sisi ranjang yang memiliki empat tiang. Manik matanya yang sebiru langit pagi hati melembut mengamati pria yang masih terlelap. Jemari putih Lady Elena membelai rambut laki-laki itu. Raut wajahnya yang berbentuk oval menunjukkan ekspresi damai.

"Pierre ...," Suara jernih yang mengalun keluar dari bibir tipisnya. "Sudah waktunya bangun."

Pierre menggeliat lalu membalikkan tubuh. Dia masih mengantuk. Udara dingin musim gugur membuat pria itu sulit melepaskan bantal bulu angsanya yang dibalut sarung biru muda.

Tawa kecil keluar dari bibir wanita bergaun kuning pucat. Perempuan berusia 25 tahun itu mendorong lembut bahu Pierre yang memakai kemeja putih. "Pierre, bangun atau Clayton akan datang untuk menyeretmu keluar."

Pria itu membuka mata seketika dan terduduk. Manik birunya menatap wanita yang di sebelahnya sebelum dia kembali menjatuhkan diri dan menguap. "Dia tidak bisa masuk ke ruangan ini."

"Dia bisa membuat keributan dengan memukul pintu berulang kali." Wanita itu mengingatkan kejadian sebelumnya di mana Clayton berteriak memanggil nama Pierre berulang kali dan berusaha mendobrak masuk.

"Mungkin aku harus melemparnya keluar jendela," gerutu pria itu kembali duduk. Matanya tanpa sadar mengamati gantungan lilin yang terikat pada langit-langit. "Dia jauh lebih cerewet dibandingkan gerombolan ayam betina."

Suara tawa dari bibir wanita itu sangat lembut dan merdu. "Kau tidak keluar dari sini hampir dua hari penuh, wajar kalau dia khawatir."

Pierre menoleh ke arah perempuan tercantik yang pernah dia puja dan balas tersenyum. "Aku ingin terus berada di sini selamanya denganmu."

Ekspresi riang Lady Elena berangsur memudar. "Pierre ... kau tahu itu tidak mungkin terjadi."

Rasa kantuk pria itu langsung menguap. Pierre bangkit dari sisi ranjang lalu berjalan menuju tirai biru --yang senada dengan warna karpet dan seprai-- yang menutupi jendela untuk membukanya. Cahaya matahari pagi menyerbu masuk seketika melalui jendela kaca.

Lady Elena menatap punggung laki-laki itu dengan sendu. Wanita itu ikut bangkit berdiri dari sisi ranjang yang lain. Suara gemerincing rantai emas yang terikat pada pergelangan kaki kanan memecah kesunyian.

Mendung mengelayuti manik biru wanita itu ketika dia menelusuri rantai yang mengikatnya dengan pasak hitam yang berada di tengah kamar. "Pierre, bebaskan aku."

Penyihir Terakhir [ Buku 1 Puerro Series ] ADA DI GRAMEDIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang