Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
Tersedia di Gramedia
IG @Benitobonita
Pesan online 081219457018 dan dapatkan diskon 20 persen + bonus
Beberapa ekor burung menggepakkan sayap untuk terbang melarikan diri ketika teriakan frustasi Michelle memecah keheningan. Langit mulai senja, tetapi gadis itu belum dapat merusak atau merebut pedang milik sang penyihir.
Bulir-bulir keringat membasahi tubuh Michelle. Berat senjatanya membuat dia kesulitan bergerak lincah. Manik biru Pierre berbinar geli. Gadis bodoh itu berusaha untuk tidak melukainya.
Amarah Pierre telah lama padam. Seandainya senjata yang digenggam Michelle sedikit saja menggores kulitnya, dirinya tidak akan ragu mematahkan leher pemiliknya. Namun, yang terjadi adalah dia tinggal menggerakkan pedangnya menjauh dan gadis itu bertingkah seperti seekor anjing yang mengejar tulang dari majikannya.
"Sudah puas?" tanya Pierre dengan nada lebih bersahabat. Pandangan matanya melembut ketika melihat gadis itu bernapas terengah-engah. "Sekarang menyingkirlah. Aku sibuk saat ini, tetapi aku berjanji akan mengajakmu bermain lagi di lain hari."
"Tidak!" raung Michelle. Manik hijaunya menunjukkan khawatir dan putus asa. Dia harus mendapatkan senjata terkutuk itu!
Perhatian Michelle kembali terpusat pada pedang hitam yang digenggam oleh Pierre. Gadis itu berlari sambil mengayunkan senjatanya.
Pierre mengangkat lengannya tinggi dan seperti dugaannya Michelle yang kelelahan jatuh tersungkur ke atas rumput. Senjata yang digenggam gadis itu terlempar jauh.
Penyihir itu melirik ke arah langit dan menghela napas. Dia terlalu lama menghabiskan waktu untuk bermain. "Anjing kecil, sudah hampir malam. Aku harus pergi."
Pierre tersenyum kecil menatap Michelle yang masih dalam posisi merangkak. Dirinya pasti akan menyempatkan waktu untuk memeriksa keadaan gadis itu sebelum musim dingin tiba. Dia membalikkan tubuh dan mulai berjalan menjauh.
Michelle bernapas cepat. Seluruh otot gadis itu terasa sakit. Namun, dia tidak boleh menyerah! Pedang yang dapat menciptakan mayat hidup itu harus dijauhkan dari pemiliknya!
Jantung Michelle terasa diremas saat samar-samar terdengar seseorang berkata. "Penyihir ...."
"Kita harus mendapatkan senjatanya ...." Gadis itu mengernyit kesakitan dan menutup mata. Kepalanya terasa pusing. Dia tidak pernah menyukai suara yang terkadang mengajaknya berbicara.
"Ambil pedang itu atau dia akan membunuh lagi!" ucapan terakhir membuat Michelle membuka mata. Manik hijaunya mendadak berbinar keemasan saat dia berteriak nyaring.
*****
Pierre berhenti melangkah ketika mendengar suara lolongan binatang. Dia berbalik dan manik birunya melebar. Gadis bermata hijau yang selama ini selalu menolak takdirnya akhirnya bertransformasi.
Michelle mengeluarkan suara seperti menggeram ketika wajahnya memanjang membentuk moncong bersamaan dengan melancipnya telinga. Otot-otot mulai menonjol dari tubuh langsing gadis itu dan merobek pakaian yang dikenakan. Namun, ketelanjangan kulit manusianya tertutup oleh bulu abu-abu yang menjalar pada punggung juga bulu putih pada dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyihir Terakhir [ Buku 1 Puerro Series ] ADA DI GRAMEDIA
FantasyTERSEDIA DI GRAMEDIA [ Pesan online 081219457018 ] #winner PNFI Award 2018 #nominasi fantasi terbaik Wawa 2017 #10 besar cerita terbaik (sponsor Mizan Mei 2017) #6 Fantasy - Romance(16+) #nominasi fantasi terbaik PNFI 2018 Puerro, sebuah kerajaan ya...