Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
Pesan online 081219457018 dan dapatkan diskon 20 persen + bonus
Tiga ekor ikan karper yang telah dibersihkan telah disusun rapi di atas piring tembaga di sebelah panci dan botol minum yang terisi penuh. Pakaian yang sebelumnya dikenakan Michelle telah tercuci bersih dan tergeletak masih dalam keadaan terpilih di sebelah satu set baju siap pakai yang diletakkan gadis itu dekat dengan sisi sungai.
Michelle berdiri menghadap bebatuan bertingkat dan membiarkan air yang turun dari atas untuk membilas sisa sabun yang telah digosokkan kepada tubuh, wajah, dan rambutnya. Tiga per empat tubuh gadis itu berada di atas permukaan sungai ketika samar-samar dia mencium aroma masakan.
Kening Michelle berkerut. Dia belum menyalakan api. Suara air terjun yang cukup kencang juga membuat pendengaran gadis itu tidak berfungsi cukup baik.
"Kita membutuhkan lebih banyak ikan." Suara seseorang dari arah belakang mengejutkan dirinya.
Gadis itu segera membalikkan tubuh dan matanya terbelalak ketika dia melihat pria yang baru saja dia tolong sedang duduk di sebelah api unggun dan merebus panci berikut isi milik-NYA!
"Apa yang sedang kau lakukan?!" seru Michelle terkejut ketika laki-laki itu mengaduk masakan dengan sendok besi yang terlihat jelas berasal dari dalam tasnya yang sudah dalam kondisi terbuka. Di sisi kiri terlihat ransel milik tamunya yang masih tertutup rapi.
Laki-laki asing itu menyendok kuah dari dalam panci untuk mencicipinya sebelum mendongak ke arah Michelle dan mematung. Manik birunya meneliti lekuk tubuh gadis yang berada di bawah air terjun dengan rasa tertarik.
Michelle terkesiap dan membenamkan tubuh dalam-dalam saat menyadari bahwa dirinya sedang menjadi bahan tontonan. Rona malu menyebar pada kedua pipi gadis itu. "Kau! Berhenti melihat ke arahku!"
Pria itu tertawa kecil. Dia meletakkan sendok bekas mulutnya di atas piring lalu menyandarkan punggung pada batang pohon pinus yang berada di belakangnya. "Apa kau tahu, rasa malu hanya untuk manusia?"
Jantung Michelle seakan hampir berhenti berdetak. Lagi-lagi laki-laki itu mengungkit topik yang membuatnya tidak nyaman.
"Bisakah kau berhenti mengatakan hal itu?" ucap Michelle dengan ekspresi tidak suka. Gadis itu menautkan alis dan mengertakkan gigi. "Aku adalah manusia!"
Laki-laki itu memiringkan kepala untuk mengamati wajah Michelle. Seulas senyum kecil terbentuk pada bibirnya sebelum dia tertawa terbahak-bahak.
Michelle menarik napas cepat. Pria itu sedang menghinanya! "Apa yang lucu?!"
"Kau!" jawab laki-laki asing itu dari sela-sela tawanya. "Apa kau sedang bergurau?"
"Aku tidak bercanda!" jerit Michelle mulai merasa marah. Dia baru saja menyelamatkan seorang pria yang ternyata seorang pencuri makanan dan tidak memiliki sopan santun!
"Benarkah?" tanya pria itu geli. Manik birunya bertatapan langsung dengan mata hijau gadis itu. "Apakah kau buta warna sehingga tidak menyadari warna matamu sendiri?"
Michelle merapatkan bibir. Dia tidak mau menjawab pertanyaan pria itu. Angin kencang bertiup dari arah barat dan tubuhnya mulai menggigil.
"Berhenti menatapku dan menyingkir dari sana! Aku tidak bisa berpakaian bila kau melihat ke arahku!" seru gadis itu. Dia harus segera keluar dari sungai sebelum mati kedinginan.
Namun, pria itu bergeming dan malah kembali mengejeknya. "Apakah kau tahu, kesopanan itu hanya untuk manusia?"
Emosi Michelle tersulut. Dia luar biasa menyesal telah menolong laki-laki itu. Seandainya waktu bisa diputar. Dirinya mungkin akan ikut serta membantu para mayat hidup untuk mendapatkan makan siang mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyihir Terakhir [ Buku 1 Puerro Series ] ADA DI GRAMEDIA
FantasiaTERSEDIA DI GRAMEDIA [ Pesan online 081219457018 ] #winner PNFI Award 2018 #nominasi fantasi terbaik Wawa 2017 #10 besar cerita terbaik (sponsor Mizan Mei 2017) #6 Fantasy - Romance(16+) #nominasi fantasi terbaik PNFI 2018 Puerro, sebuah kerajaan ya...