Aku mengepalkan tinjuku dengan kuat. Bahkan aku bisa mendengar detak jantungku memompa keras di telingaku. Panas merambat dipipiku juga telingaku. Ya ini adalah pertanda aku sangat kesal dan marah.
kali ini aku benar-benar akan membunuhnya. Zimon telah melakukannya lagi. Dia satu-satunya orang yang membuat emosiku meledak-ledak seperti ini. Seolah-olah memerasku itu tak cukup. Dan sekarang dia membuat temanku menangis. oh Tuhan dia benar-benar brengsek!
Dengan semua kemarahan yang ada pada diriku kumulai berjalan ke koridor berharap melihat orang yang harus bertanggung jawab atas semua ini. Aku berjalan di tempat terakhir dimana aku melihatnya yaitu di lab. Ketika tiba disana sepertinya ini memang keberuntunganku karna dia masih berada di sana. Aku berdiri di dekat pintu masuk dan melihat punggung Zimon. Dia mengenakan jaket biru, seragam standar yang tampaknya cocok pada dirinya. Dia duduk dikursi dengan jari yang diketuk-ketukan di atas meja.
Aku terdiam didekat pintu tuk mengamati orang yang paling kubenci. kemarahanku ini bahkan dua kali lipat hanya karna melihatnya. Dengan mengambil napas dalam, aku mulai berjalan ke arahnya dengan keberanian penuh.
Meskipun jarak kami hanya beberapa kaki, dia tampaknya tak menyadari kehadiranku. Matanya tertutup, jari-jarinya terus bergoyang seperti memainkan drum dengan earphone yang terpasang di telinganya. Dia tampaknya menikmati waktu sendiriannya dengan musik. Aku merasa semakin kesal dengan pemandangan yang ada di depanku. Wajahnya membuat kemarahanku naik ke tingkat yang baru saat melihat dia begitu acuh tak acuh. Dia bahkan seperti tak menyesal membuat Eren menangis. Ini benar-benar membuatku ingin meninju, menendang, menampar, mencekiknya dan menguburnya idup-iduap sampai dia tak bisa bernapas lagi.
Dengan paksa aku menarik keluar arphonenya. Akhirnya matanya terbuka dan disambut dengan ekspresi terkejut dan jengkel.
"Apa-apaan ini?" dia berteriak padaku dengan mata birunya berubah menjadi keras.
"Apa yang kau lakukan pada Eren?" balasku dengan geraman yang sama. dengan suara terdingin dan silau paling tajam.
KeTerkejutan tampak jelas di wajahnya. Mungkin karna melihatku marah. Tapi tak lama kembali tenang. dia terdiam dan tidak menjawab pertanyaanku.
"Apa yang kau lakukan pada Eren?" tanyaku sekali lagi lebih dari racun sebelumnya.
"Aku tidak melakukan apa-apa padanya," jawabnya acuh tak acuh dan mengangkat bahu berpura-pura tidak bersalah.
"Kau mungkin tidak melakukan apa-apa kepadanya. Tapi kau membuatnya melakukan sesuatu" mengingat percakapanku dengan Eren saat yang lalu.
Sebuah pengakuan lolos dalam wajahnya tapi segera hilang. "Bagaimana kau tahu?" tanyanya sedikit terkejut. Seolah-olah itu adalah sesuatu yang tak perlu aku tahu. mata birunya menyelidik menatapku.
"Aku mendengar percakapanmu. Eren mengatakan dia tidak bisa melakukannya, tetapi kau memaksanya" jelasku padanya. "Katakan padaku kau menyuruhnya melakukan apa Zimon?"
"Ini bukan urusanmu." jawabnya dengan dingin.
beraninya dia mengatakan bahwa itu bukan urasanku?
"Kau memang brengsek!," teriakku padanya. melepaskan semua amarahku yang mungkin terdengar seperti perempuan gila. "Kau membuat Eren menangis dan sekarang kau mengatakan padaku, itu bukan urusanku?"
"Memangnya kenapa jika aku membuat Eren menangis?" tanyanya enteng acuh tak acuh seolah-olah itu bagian dari hal biasa. "Apa itu masalah?"
"Tentu saja sialan. Dia itu sahabatku"
"Apakah kau pikir aku peduli jika dia itu sahabatmu atau apapun itu bagimu? " katanya menantang. "Seperti yang ku katakan sebelumnya! Aku suka melihat gadis-gadis putus asa" jawabnya dengan seringai puas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The love Letter
RomanceApa yang terjadi jika kau menulis surat yang berisi pernyataan cintamu kepada seorang pria yang kau sukai sejak dulu. Tapi Satu kesalahan besar, hingga surat cintamu itu jatuh ke tangan orang yang salah. Dan lebih gilanya lagi, orang yang mendapatka...