Bab 11

625 36 25
                                    

Sekarang ini aku berada di ruang tengah. Dengan dinding putih polos yang dihiasi berbagai foto berwarna warni. Dan juga terdapat TV besar yang sedang di tonton Jeny. Dia duduk dilantai dengan kaki yang dilipat dan semangkuk popcorn berbaring di pangkuannya. Jeny sepertinya terlalu asyik menatap layar tv yang ada di depannya karna terbukti matanya tak berkedip sama sekali. mungkin itu Program favoritnya.

Ruangan ini terlihat sangat berantakan dengan minuman kaleng kosong serta potongan pizza dimana-mana dan juga majalah yang berserah di atas karpet maupun dilantai.

Ya. beginilah cara kami untuk meluapkan rasa kesedihan. Ok Jeny tidak butuh ini tapi aku. Ini karna masalah Eren dan zimon yang masih membuatku bingung setengah mati. Ditambah lagi penolakan Jake yang makin memperburuk hariku. Hemm,, sungguh menyedihkan bukan. Kurasa hari ini adalah perpaduan masalah yang sangat sempurna.

Aku mendesah frustrasi. Tidak peduli seberapa keras aku memikirkan mereka. Karena itu percuma, itu semua sudah terjadi dan tak ada yang bisa dilakukan selain meratapinya. Ow Tuhan.. ini benar-benar bisa membuatku gila.

Desahanku sepertinya terdengar oleh Jeny, karna dia mengalihkan perhatiannya dari layar TV dan menoleh padaku dengan tatapan bertanya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan keprihatinan yang terukir di wajahnya.

Aku mengangguk malas sebagai jawaban lalu menyandarkan kepalaku disofa merah. Tapi sikapku  sepertinya tidak meyakinkan jeny karna dia masih terus melihatku seperti tatapan sedang membacaku.

"Aku baik-baik saja," kataku sekali lagi untuk meyakinkannya. kemudian aku mengambil sesendok es krim vanila yang berada dipangkuanku kemulutku.

"Apakah kau memikirkan Jake dan Zimon lagi? " tanyanya dengan menaikkan salah satu alisnya.

"Kupikir itu sudah terlihat jelas!!"

"Lihatlah sisi baiknya Liza. Yah Setidaknya, kau bebas dari orang-orang itu" sarannya dengan mengedikkan bahu.

"Kurasa kau benar" jawabku dan tersenyum kecut.

"Kita akan menemukan seseorang untukmu yang jauh lebih baik" ucap Jemy penuh antusias. "Salah satu yang jauh lebih tampan dari Jake"

Aku tertawa mendengarnya "Tentu"

"Dan lebih panas dari Zimon" tambahnya dengan senyum nakal.

"Hey, kurasa zimon tidak panas. kau tahu." bantahku. Ok. kurasa Zimon memang panas. tapi semua itu tertelan bumi karna Sifat menyebalkannya itu.

"Terserah kau sajalah liza". Jeny mundur dari argumen ini dan memberiku senyum semrigan. Lalu dia memasukkan beberapa popcorn dimulutnya dan mengunyahnya dengan keras hingga menimbulkan suara yang tidak menyenangkan seperti sekrup yang lewat di mesin penghancur kertas.

"Jenyyy !" Seruku

"Apa?" tanyanya heran dengan mulut yang penuh popcron.

"Jangan lakukan itu! berhentilah mengunyah seperti kau makan sekrup!" protesku.

Alis Jeny berkerut menatapku. "Yah aku tidak bisa menahannya, kau tahu!" belanya. Lalu dia mengambil popcorn lagi diantara jari telunjuk dan ibu jarinya seolah-olah menunjukkan itu kepadaku dan berkata "Heammm,,rasanya sangat enak"

"Kupikir kau menghindari makananan yang berkalori" godaku.

"Oh,, tapi kurasa sekrup tidak berkalori Liza!" timpalnya dengan suara mengejek.

"Terserah". Akupun kembali fokus pada layar tv. tapi sesaat pikiranku melayang lagi pada masalah Eren.

"Oh tuhan, aku tidak tahan lagi" geramku sambil mengacak rambutku frustasi. "Aku akan menelpon Eren". aku menyambar ponselku diatas meja dan segera menelponnya, tapi sayang! sekali lagi panggilanku hanya masuk divoice mailnya saja.

The love LetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang