[1]

142 29 0
                                    

Dan disini ia sekarang. Menatap lurus kedepan felix dapat melihat gerbang rumah sakit tempatnya selama 2 tahun menjalani pengobatan.

Ketika turun ke parkiran ia agak kesusahan karena donut —Nama dari sebuah tabung oksigen yang tersambung langsung ke hidungnya agar paru - parunya yang payah itu bisa memompa udara, agak terlalu berat untuk felix yang notabenenya kurus dan tak bertenaga.

“Mari ibu bantu” ucap ibunya sembari mengambil donut dari Felix.

“Tolong pelan - pelan” ibunya berucap lagi sembari memegang lengan Felix yang begitu kurus.

“Bu, aku tidak akan mati hanya dengan tersandung ketika keluar mobil— maksudku sungguh, itu konyol sekali untuk sebuah kematian” felix mengomel akan tindakan ibunya yang berlebihan.

Ibunya yang mendengar keluhan felix hanya bisa menggulirkan mata mendengarkan ocehan anak bungsu nya itu.

“yah yah mengomel lah sesuka hatimu” ucap ibunya jengah.

“aku kan tidak mengomel bu, aku hanya berbicara panjang lebar” bela felix.

Anak dan ibu itu terus saja mengomel satu sama lain hingga mereka sampai ke meja resepsionis.

“Pagi Choa” Jihyo menyapa suster yang menjaga dimeja tersebut.

“Pagi juga nyonya Kim” Choa tersenyum sangat manis.

“Pemeriksaan bulanan felix yah?” Choa bertanya. Ia sudah hapal.

“Tentu saja, apalagi yang harus kulakukan.” Jihyo tertawa mendengar pertanyaan Choa.

“Baiklah, Kim Felix. 16 tahun.  Kanker tiroid.” ucap Choa sembari mengetik kata - kata tersebut di komputer.

“Ah ini dia. Jadwal pengecheckan rutin anda akan dimulai jam 10 oleh Dokter Bang Chan” ucapnya sembari menyerahkan beberapa dokumen.

“Silahkan menunggu di Ruang observasi khusus.” Choa menunjukkan ruangan yang berada beberapa meter didepan.

“Terima kasih” Jihyo tersenyum manis sembari menggaet Felix untuk ikut dengannya.

“Bu” Felix memanggil ibunya yang sibuk membaca dokumen ditangannya.

“hm?” hanya gumaman yang diberikan ibunya.

“aku melupakan buku ku dimobil” Felix mencebik kesal.

“kau mau ibu ambilkan?” Jihyo bertanya tanpa melihat putra bungsunya itu.

“hehe, kalo saja donut tidak ada aku sudah lari mengambilnya dari tadi. Tapi, donut sangat menyusahkan” yang lebih muda mengeluh sembari memasang wajah cemberut.

“seandainya saja donut bisa berbicara ia pasti sudah mengomel dari tadi” Jihyo berbicara panjang.

“tentang?” Felix bertanya bingung.

“Tentang betapa ia merasa tidak dihargai olehmu. Padahal jika tidak ada dia kau akan lebih kesusahan. Kau harus lebih belajar menghargai donut meskipun ia benda mati” Jihyo mengomelinya sepanjang lorong rumah sakit yang lumayan rame.

Felix menggulirkan matanya kesal.

“baiklah” jawabnya.

Donut-ssi, tolong maafkan fellie yah? Fellie mengaku salah okay? Kau itu sangat penting. Sepenting Handphone ku” yang lebih muda berkata demikian sembari mengelus permukaan tabung oksigennya.

Jihyo yang mendengarnya tersenyum lembut.

Ngomong - ngomong Fellie adalah nama kecil felix. Ia terlalu cantik untuk ukuran lelaki. Makanya, kakeknya memberikannya panggilan fellie.

ShymponyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang