Untuk apa pusing memikirkan masa lalu? Tempatkan ia di relung hati sebagai kenangan. Biarkan ia menetap, dan jangan pernah diungkit karena masa lalu adalah pembelajaran, bukan sesuatu yang perlu di perbaiki.
***
Asap itu mulai memenuhi ruangan yang ia jadikan pelampiasan. Mungkin memang ruangan ini satu-satunya ruangan yang berbau asap rokok. Meskipun ayahnya jarang menemui, tapi sebisa mungkin Chandra menjaga kebersihan.
Kemudian ia bangkit dari kasurnya, menuju ke nakas dan menancapkan putung nikotin di asbak. Ia mengambil gitar pemberian Beni. Masih bagus. Hanya senarnya saja yang perlu di atur berkali-kali agar tidak kendor. Kemudian ia bersenandung kecil.
Luna, ya?
Apa yang menarik dari dia sih? Tinggi nggak, cantik nggak, dewasa nggak, gaul nggak, tepos iya, apanya coba yang mau di banggain?!
Chandra berhenti memainkan gitarnya. Apa yang ia pikirkan? Luna adalah gadis terpolos yang pernah ia temui. Dan untuk apa ia berfikir sejauh ini. Ia butuh kopi dan rokok lagi.
Baru saja ia membuka dahan pintu, ia di kaget kan oleh seorang perempuan yang duduk di sofa. Wanita itu menyadari bahwa Chandra sudah keluar dari kamarnya dan langsung berlari ke arah Chandra.
"Chandra kan?"
Chandra mengernyit. Siapa pula ini? Malam-malam begini, apa yang dilakukan seorang gadis di rumahnya. Mungkin ini tamu ayahnya. Tapi, seorang gadis?
"Kamu lupa siapa aku?"
Lupa? Kenal saja tidak! Oke, Chandra mulai berfikir keras. Mungkin saja ia pernah menolong atau bertemu. Tapi, ia tak ingat sama sekali.
Wajah gadis itu berubah muram. Namun ia tetap tersenyum dengan paksa. "Aku Lili, kamu masih lupa?"
Dan seketika, waktu Chandra berhenti.***
"Chan, jangan cepet-cepet dong!"
Chandra tertawa melihat Lili yang ngos-ngosan. Mengerjai Lili adalah salah satu hal favorit Chandra yang wajib ia lakukan.
"Badan kerempeng kayak gitu masa nggak bisa lari?" Lili yang mendengar gelak tawa Chandra yang semakin keras mengerucutkan bibirnya. Seperti ini, jika bersama Chandra, Lili selalu dibuat kesal.
"Yaudah jangan ajak aku jogging lagi!"
Lili berbalik arah, Chandra yang menyadari itu segera berlari menyusul Lili yang ngambek. Kalau sudah begini, cara ampuhnya adalah membelikan Lili es krim.
"Es krim deh, gimana?"
Lili berhenti. Ia menoleh ke Chandra dengan alis yang bertaut. Tidak, ia tidak akan lagi terkena tipu macam begini lagi.
"Nggak!" Kemudian ia berbalik menjauhi Chandra lagi. Chandra hanya terkekeh dan tetap menyusul Lili yang kian menjauh.
Suara Chandra yang berteriak dari arah belakang sudah tak dihiraukan oleh Lili. Hingga ia bahkan tak sadar ada mobil yang datang ke arahnya. Ia memejamkan mata. Tapi yang ia rasakan bukan terhempas oleh kap mobil, tetapi rengkuhan tangan. Tangannya gemetar, tidak. Semua tubuhnya bergetar. Ia memicingkan mata perlahan, menatap siapa pahlawannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
CRAVE
Teen FictionDunia ini kejam, mungkin sebagian orang lebih kepada tak peduli, sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka tak pernah mau tahu tentang sisi gelap dunia. Tidak, kau tak perlu terjurumus kedalamnya. Hanya saja, kau perlu tahu bahwa kau harus peduli. B...