Dia adalah laki-laki yang memukul saya dengan tamparan paling keras, ironisnya dia juga yang mengajarkan menahan itu semua dengan penuh kesadaran.
***
Hari pertama setelah satu minggu MOS adalah hari yang di nantikan sebagian siswa. Mereka tidak perlu lagi menerima ocehan sana-sini dari senior. Mereka tidak perlu lagi mengikuti aturan main. Mereka bebas. Yang perlu mereka takuti saat ini adalah pembagian kelas. Untuk beberapa yang sudah akrab, akan berharap satu kelas. Untuk yang sudah memendam rasa satu sama lain pun begitu. Namun tidak bagi Luna. Ia hanya berharap satu. Ia ingin punya teman, meski hanya satu.
Untuk urusan sosialisasi, Luna bukan ahlinya. Karena sekolah nya yang berpindah-pindah karena urusan kerja ayahnya, ia hanya mempunyai beberapa. Setelah itu mereka pergi, lenyap. Tanpa alasan yang jelas. Mulai dari MOS, semua orang sudah punya teman. Kecuali Luna. Ia selalu takut untuk sekedar mengatakan 'hai'. Banyak mata yang mengintimidasi. Melihat Luna seakan menelanjangi Luna dari kepala hingga kaki. Luna benci tatapan seperti itu.
Pembagian kelas sudah di umumkan. Luna mencari namanya di papan pengumuman yang bak lautan manusia. Ada yang berteriak kegirangan karena satu kelas, ada yang wajahnya tertekuk, dan ada juga yang wajahnya datar seperti Luna. Setelah tahu kelas yang menempatkannya, ia segera duduk di bangku paling pojok, dekat jendela. Entahlah, ia suka saat semilir angin menerpa wajahnya. Apalagi kelasnya berada di lantai 2.
Hari ini hanya perkenalan masing-masing siswa. Saat perkenalan, Luna merasa gugup. Ada yang memandangnya aneh, ada yang tertidur, ada yang sibuk dengan telfon genggamnya, dan ada yang menatapnya terang-terangan.
Setelah ia berkenalan, tak ada yang bertanya lebih. Hanya beberapa siswa laki-laki yang menggoda. Menurutnya sangat tidak penting. Ia belum kenal dengan teman sebangkunya. Setelah ia duduk, giliran si 'teman sebangku'.
"Perkenalkan, nama saya Inne Larasati. Bisa di panggil Inne"
Oh, Inne namanya. Selebihnya, Luna tak mendengarkan. Inne kembali ke tempat duduknya. Luna ingin sekali mengajak bicara tapi tak tahu mau mulai darimana. Dengan perasaan yang masih gelisah, tak terasa bel istirahat berbunyi.
Luna lebih memilih untuk pergi ke perpustakaan sekolah. Tujuan pertama yang ia nanti. Jika para siswa lain memilih kantin, Luna memilih perpus sebagai tempat istirahat. Mengistirahatkan mata, pikiran, dan tubuh. Membaca membuatnya tenang.
Belum sampai ke perpustakaan, ia mendapati seseorang menjatuhkan buku-buku yang dibawa. Luna menghampiri gadis itu. Dan ia baru tersadar jika itu si 'teman sebangku', yang ia lupa namanya. Luna membantu dengan mengambil beberapa buku.
"Makasih ya"
Itu kata pertama yang ia dengar. Luna hanya mengangguk. "Ini mau dibawa kemana?" Ia berusaha bertanya dengan nada bergetar. Demi dewa! Ini pertama kalinya ia mengajak bicara dahulu!
"Ini mau dibawa ke kelas, wali kelas nyuruh gue buat bagi ini buku. Lo temen sebangku gue kan? Mmmm... Luna ya?"
Luna tersentak bagaimana 'teman sebangku' mengetahui namanya. Karena menurutnya selama ini, ia hanyalah bayangan. Tak akan pernah nampak.
"Maaf sebelumnya, tapi aku lupa nama kamu"
Gadis di sebelahnya tertawa dengan cukup keras. Padahal ia kira namanya adalah nama yang paling mudah untuk di ingat.

KAMU SEDANG MEMBACA
CRAVE
Teen FictionDunia ini kejam, mungkin sebagian orang lebih kepada tak peduli, sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka tak pernah mau tahu tentang sisi gelap dunia. Tidak, kau tak perlu terjurumus kedalamnya. Hanya saja, kau perlu tahu bahwa kau harus peduli. B...