Ong Seongwu.

330 49 0
                                    


Semua orang tau bahwa Seongwu adalah pemuda yang ceria. Bagaikan sinar matahari pagi yang cerah, dengan tak segannya memberikan cahaya miliknya untuk orang di sekitarnya. Semua orang tau itu.

Seongwu, seorang pemuda yang sekarang sedang melanjutkan studinya di sebuah universitas terkenal di negaranya bukanlah orang yang sembarangan. Dirinya yang cerdas, pintar dalam berbicara, tampan, serta sifatnya yang humble membuat semua orang menyukai dirinya.

Bagaimana dengan Seongwu? Tentu saja tidak masalah, asalkan sekitarnya merasa bahagia. Toh dia tidak masalah jika merasa teman-temannya hanya memanfaatkan dia, setidaknya Seongwu punya garis yang sudah ia ukir dengan jelas agar siapapun tidak dapat memasukinya.

Seongwu sedang berjalan menuju kelasnya, hari ini ia berangkat lebih cepat karena temannya yang meminta untuk ditemani oleh Seongwu tadi. Sekarang dia sudah di kelas, menunggu dosen yang tak kunjung datang.

"Ong."

Seseorang menepuk bahunya sambil memanggil namanya pelan. Ah ya, namanya itu Ong Seongwu. Biasanya orang-orang lebih sering memanggil dirinya dengan Ong dibandingkan Seongwu karena terlalu panjang dan sulit.

Seongwu menoleh, mendapati sahabatnya yang membisikkan sesuatu sehingga membuat senyuman di wajah tampan Seongwu merekah. Ia hanya mengangguk antusias, lalu kembali dengan posisinya karena dosen yang sedari tadi ditunggu telah datang.

Beginilah kehidupan seorang Ong Seongwu, yang diidamkan oleh banyak orang. Menjadi orang yang pintar, memiliki wajah yang bukan main tampannya, serta sifatnya yang baik. Serta hal-hal kecil yang membuat dirinya menjadi sangat spesial di mata orang-orang.

Seongwu punya segalanya, dan dia bahagia. Tuhan sepertinya sangat mencintai dirinya hingga mendapatkan kehidupan yang sangat ia sukai. Ya, sangat dia sukai. Bahkan segala kebahagiaan yang dimiliki olehnya, tidak dapat menutupi titik hitam yang diukir oleh tuhannya sendiri.

Seongwu mendengus malas ketika dosennya terus mengoceh, seharusnya ia sudah pulang sedari tadi. Bahkan Yongguk, teman yang duduk di sebelahnya memilih untuk tidur dan menghiraukan dosen menyebalkan itu.

Sudah sepuluh menit lamanya, Seongwu menunggu sang dosen untuk menyelesaikan materinya. Setelah itu, ia berniat untuk pergi bersama dengan temannya, menghampiri kantin untuk menjemput temannya yang lain.

"Yo, Ong!!!"

"Bos besar kita telah datang!!!"

Seongwu hanya terkekeh sambil memposisikan dirinya duduk di sebelah Minhyun, berhadapan dengan adik tingkatnya yang bernama Jaehwan.

"Tidak sopan. Sejak kapan aku menjadi bos besar? Kalau begitu, kalian harus menuruti perintahku."

Ucapan Seongwu hanya dibalas oleh pukulan kecil di kepalanya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Jaehwan.

"DASAR ADIK TINGKAT TIDAK SOPAN!!!"

"Biarkan saja, salah sendiri hyung terus-terusan mencuri kentangku. Ini mahal, tau!"

Seongwu mendengus sambil mencuri kentangnya kembali. Jaehwan tidak segan-segan mencubit lengan kakak tingkatnya itu.

"Heh, berisik sekali kalian." Sekarang Minhyun yang membuka mulut, dia sedang sibuk berkutat dengan tugas essai-nya.

Seongwu member tatapan tajam kepada sang pelaku yang membuat lengannya memerah. Untung saja Jaehwan adalah sahabatnya, jika tidak mungkin sudah habis dicincang oleh Seongwu.

Sekarang keadaan kantin menjadi semakin ramai, karena teman-temannya yang lain baru saja selesai kelas. Dari Sungwoon, Jisung, serta Dongho. Mereka adalah anak populer yang tidak mungkin salah seorang dari mahasiswa disini tidak mengenal mereka.

"Dimana Jonghyun? Perasaan tadi aku melihatmu dengannya." Dongho yang duduk di sebelah Jaehwan hampir merobohkan meja kantin karena Jaehwan yang terus-terusan memukulnya.

"Sialan! Aish, aku bahkan belum memakan kentangku." Hanya Jaehwan lah yang berani menghabisi kakak tingkatnya sendiri.

Seongwu dan yang lainnya hanya terkekeh, tidak dengan Minhyun yang masih fokus dengan tugasnya.

"Tidak tau? Tadi dia hanya bilang untuk menitipkan absen karena ada acara mendadak. Entahlah, aku harap dia baik-baik saja."

Dongho mengangguk paham, sambil memesan makanan masing-masing. Oh, Seongwu sungguh senang karena memiliki sahabat yang peduli padanya. Setidaknya, walaupun nanti Seongwu bukanlah dirinya lagi. Ia sangat berharap bahwa mereka akan tetap seperti ini.

Kantin semakin sepi, bahkan Minhyun sudah beranjak pergi untuk masuk ke kelasnya. Akhirnya Seongwu memutuskan untuk pamit, meninggalkan teman-temannya yang masih asik meledek Jaehwan dan permasalahan kentang mahal itu.

Seongwu beranjak, melangkahkan kakinya menuju tempat yang biasanya membuat ia tidak sadar akan waktu. Apalagi kalau bukan toko buku. Seongwu sangat suka mencium lembaran buku yang baru saja dicetak, dan kisah-kisah bahagia yang dibuat oleh sang pencipta.

Bunyi gemercing bel menandakan bahwa seseorang baru saja datang, dan tentu saja Seongwu adalah pelakunya. Jangan bayangkan bahwa toko buku ini besar dan luas, ini hanya toko buku kecil yang dijaga oleh seorang kakek tua. Entah kenapa, sejak pertemuannya dengan pemilik toko buku kecil ini membuat Seongwu senang untuk mendatanginya.

"Seongwu! Sudah lama kamu tidak kesini. Apa ada sesuatu yang terjadi?" Kakek tua itu terlihat antusias melihat sosok Seongwu yang baru saja masuk ke dalam toko buku kecilnya sambil menghampiri pemuda berkonstelasi bintang itu.

"Tidak, kek. Akhir-akhir ini aku harus fokus terhadap ujianku. Kau tau, kek. Aku sungguh dipusingkan oleh ujian akhirku. Untung saja, nilaiku naik. Aku tau pasti kakek merindukanku, kan?"

Seongwu mencolek lengan sang kakek tua itu, yang dibalas dengan tatapan tajam.

"Tentu saja, kakek merindukanmu. Banyak buku baru yang datang seminggu yang lalu. Tapi aku menemukan buku yang berbeda, entah ini bisa menyemangati hidupmu dan merubah prinsipmu. Kamu harus membacanya, dan aku harap keajaiban akan datang setelah kamu membaca buku ini."

Tidak, Seongwu tidak pernah kesal ketika seseorang menyangkut dan mengurusi masalahnya. Sebenarnya ia senang ketika seseorang peduli dengan dirinya, walaupun hanya dalam hal-hal kecil. Seongwu sungguh suka.

"Baiklah, kek. Mari kulihat, seberapa besar pengaruh buku tersebut dalam kehidupanku."

Devil and White. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang