Bab 8 Dilara pov

5 2 0
                                    

Jangan mencintai, jika tak sanggup untuk tersakiti. Karna cinta dan sakit adalah pasangan yang tak pernah terpisahkan.
                                
                                         ¤¤¤¤

Dering ponselku menandakan sebuah pesan masuk.

Clovis pangeran katak😜
Kamu dimana?

Dilara
Di Apartemen

Clovis pangeran katak😜
Oh, bisa keluar sebentar?

Dilara
Kemana?

Clovis is calling..

Dahi Dilara berkerut, heran. Menggeser icon hijau lalu meletakkan ponselnya ke telinga kanan.

"Assalamualaikum," ucap Dilara.
  "Wa'alaikumsalam, kamu sibuk?" Sahut Clovis disebrang telepon
  "Tidak, memangnya kenapa?" Tanya Dilara.
    "Jalan-jalan yuk,"
  "Kemana?"
   "Kemana aja,"
   "Lah, kok gitu sih. Jalan-jalan itu harus ada tujuannya."
   "Bagaimana kalau kita keliling kota san francisco?"
 
"Boleh, lagian aku juga belum pernah mengelilingi kota ini. Yang aku tau hanya jalan menuju kampus, cafe, supermarket dan mall." Aku terkekeh geli, sudah hampir 4 bulan aku tinggal disini. Tetapi bodohnya diriku, yang tidak mau mengelilingi kota ini. Kota yang sangat indah menurutku. Aku menyetujui ajakan Clovis, ia berkata akan menjemputku 1 jam lagi. Gila, aku belum siap-siap. Aku terburu-buru mencari baju yang sesuai untuk ku kenakan hari ini.

Pilihanku jatuh ke sebuah dress berwarna hijau dongker. Dering ponselku berbunyi pertanda sebuah pesan masuk, aku menyambar ponsel yang terletak dimeja belajar. 1 pesan masuk dari Clovis, dahiku mengernyit bingung. Apa dia akan membatalkan janjian kami?.

Clovis pangeran katak:
Ku sarankan agar kamu tidak memakai dress, gunakanlah jeans. Waktumu untuk bersiap-siap tidak lama lagi sayang😘.

Aku menelan salivahku susah payah, pipiku bersemu merah dengan bibir yang sedikit terbuka. Jantungku berdebar-debar seakan-akan ingin keluar dari rongga dadaku, oh my god! Really? Sayang? Untuk pertama kalinya ia memanggilku seperti itu. Oh ya tuhan, aku terus membaca pesan singkat Clovis barusan berulang kali. Anggaplah aku terlalu lebay, tapi ini adalah sesuatu hal yang sulit aku jabarkan. Aku langsung bergegas pergi kekamar mandi, waktuku tidak banyak. Mengingat pangeran katak itu hanya memberiku waktu 1 jam. Sudah seperti lagu Zaskia gotik saja yang judulnya 1 jam saja.

                                             ☆☆☆☆
Waktu terasa begitu cepat bagi Clovis, senyumnya tak pernah luntur diwajahnya. Ia sangat bahagia? Tentu. Langkahnya begitu ringan untuk menuju apartemen gadisnya. Sekarang tidak akan ada lagi yang menghalangi nya untuk terus bersama gadisnya. Tinggal sebentar lagi, ia berjanji didalam hatinya. Ia kan melamar Dilara ketika urusannya dengan para orang tua selesai.

Clovis memencet bel apartemen Dilara dengan tidak sabaran, ia mendengar suara gemerutu didalam sana. Clovis terdiam kaku, ketika melihat sosok itu keluar. Senyumnya yang sedari tadi mengembang seketika melenyap begitu saja. Sama halnya dengan gadis itu, ia sedikit mengernyit sebelum tatapan matanya yang tadinya bingung sekarang berubah menjadi tajam. Seakan siap mencabik-cabik pria didepannya.

  "Jangan sakiti Dilara, dia gak pantes dapetin itu! Jika kamu memang cinta sama dia. Lebih baik lepasin dia sekarang! Sebelum semuanya terlambat. Dia berhak bahagia tanpa bayang-bayangan kamu." Sapaan yang begitu mengesankan. Tidak ada kata lembut lagi untuk Clovis bagi Diva. Dia takut hal itu akan terjadi, dia takut Dilara terpuruk kembali. Dengan orang yang sama.

"Aku sudah memutuskan untuk mencintainya, memilikinya dengan segenap jiwaku. Tidak mungkin aku melakukan hal yang nantinya akan mengecewakan ataupun menyakiti Dilaraku." Ujar Clovis santai.

"Omong kosong," desis Diva tajam. Ia membuang muka nya karah lain, merasa muak melihat wajah santai Clovis yang ia yakini hanya sebuah topeng belaka. Ingin sekali rasanya ia menampar keras-keras pipi Clovis. Tapi ia harus menepis keinginannya itu mengingat sahabatnya sangat mencintai pria naif didepannya ini.

"Kau sudah memutuskan untuk mencintainya bukan? Berarti kau juga harus berjanji untuk tidak mnyakiti nya! Aku tau semuanya, tentang perjodohanmu dengan dia." Seru Diva dengan penakan diakhir kalimat. Clovis terdiam, mengusap wajahnya dengan kasar. Pikirannya berkelana jauh, apakah ia bisa melewati semuanya?? Apakah ia mampu untuk tetap mencintai Dilara tanpa menyakitinya nantinya? Bagaimana jika suatu hari ia menyakiti gadis itu?. Clovis tersentak tatkala Sebuah tepukan yang cukup keras mendarat dipundaknya. Senyuman pria itu kembali mengembang, ketika ia melihat sang gadis yang sempat menjadi topik pembicaraan sudah berdiri didepannya. Dilara memutuskan mengenakan pakaian yang sederhana, celana jeans yang menutupi kaki jejangnya, kaus polos berwarna putih yang dilapisi jaket denim, rambut yang hanya dikucir satu, dan hiasan wajah yang tidak menor. Cantik! Satu kata itulah yang terlintas difikirannya.

"Sudah siap?" Tanya Clovis. Dilara mengangguk singkat lalu berpamitan kepada kedua sahabatnya. "Jangan lupa pesananku Di!" Pekik Kiara yang disambut gelengan kepala Diva. Dilara mengacungkan jempolnya tanpa menoleh kebelakang.

Dilara merasa sangat canggung berdekatan dengan Clovis. Entahlah, mungkin karna mereka baru bertemu kembali setelah sekian lama. Mungkin saja.

Ting

Denting suara Lift pertanda mereka telah sampai di lantai dasar berbunyi. Keduanya melangkahkan kaki mereka menuju parkiran apartemen.

Setibanya disana Dilara sedikit mengernyit, pantas saja dia menyarankan Dilara agar memakai jeans. Ternyata dia membawa motor. Untung saja bukan musim dingin, karna jika iya. Alhasil ia akan mati beku nantinya.

Clovis membantu Dilara untuk menaiki motor sport nya. Dan memakaikan helm dikepala Dilara. Setelah semuanya dirasa aman, Clovis melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Tidak kencang ataupun lembat. Tujuannya adalah agar gadisnya dapat melihat pemandangan kota ini.

Motor terus melaju menyusuri setiap jalanan San francisco. Tanpa sadar Dilara merentangkan kedua tangannya untuk menikmati angin yang menerpa tubuhnya sambil memejamkan mata. Clovis mengalihkan fokusnya kearah Dilara, raut cemas terlihat dengan jelas di wajahnya.

"Dilara, jangan lepaskan pegangan kamu. Nanti kami jatuh," tegus Clovis cukup keras mengingat mereka sedang mengendarai motor.

"Sudah jalan saja, aku udah biasa tau." Dilara tidak mengidahkan teguran Clovis. Ini bukan pertama kalinya ia melakukan hal seperti ini. Tetapi sudah berulang kali ketika mereka masih pacarab dulu.

Clovis tersenyum tipis, inilah gadisnya. Sangat keras kepala. Clovis mengehal nafas keras, perjalan terus berlangsung. Dilara membuka matanya dan bertanya kepada Clovis tentang niatnya yang aneh. Tampak sekali pria itu tidak setuju, namun apalah dayanya jika gadis itu memasang wajah memelas seperti itu. Ia hanya mengangguk pasra.

Dilara berdiri dengan hati-hati setelah ia berhasil berdiri dengan sempurna. Gadis itu lalu merentangkan satu tangannya, satu tangan lagi bertumpu pada pundak kanan Clovis dan berteriak tidak jelas. Clovis tertawa melihat tingkah gadis ini.

Kebahagiaan yang sangat sederhana, namun tak dapat terlupakan. Clovis terus berteriak tidak  jelas, alhasil orang-orang menatap keduanya heran bahkan ada yang tetawa geli melihat tingkah aneh Dilara.

"Akuu cintaa kamuuu Cloviss." Teriak Dilara yang tak mampu Clovis dengar dengan jelas. Ia terus mengatakan hal yang sama berulang kali, sedangkan pria itu hanya meresponnya dengan gelak tawa.

☆☆

Bahagia itu sederhana, cukup perlakukan orang yang kau cintai dengan istimewa. Bukan makan direstoran mahal, belanja tas baju maupun sepatu branded. Cukup perlakukan dia dengan istimewa pasti ia akan merasa dicintai. Itu saja cukup.

                                         TBC

HALLO SEMOGA SUKA YA.. JANGAN LUPA VOMMENT😍😍

The Secret Of Love💕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang