Bab 10 Soal Waktu

2 0 0
                                    


Waktu terasa begitu cepat berputar, Clovis masih ragu atas pilihan nya ini. Ia membenci memilih, pilihan ini begitu sulit. Clovis menatap gadis yang dijodohkan kepadanya, ia bertanya-tanya di dalam hati. Apakah gadis ini sudah gila? Clovis mengusap wajahnya dengan kasar.

"Clo, antarkan Meta pulang. Hitung-hitung sekalian pdkt," Clovis mengangguk kaku, ada yang harus ia tanyakan kepada gadis ini. Gadis yang mengenakan mini dress berwarna hitam yang sangat pas dengan tubuh langsing nya.

Clovis mengendarai mobilnya dengan kecepatan 60 km/jam. Suasana didalam mobil terasa tegang dan canggung. Hingga Clovis memecahkan keheningan diantara mereka.

"Kenapa kamu menerima perjodohan ini?"

Gadis itu hanya diam tanpa mau menjawab pertanyaan Clovis. "Jawab Almeta," desis Clovis.
Almeta menghela napas kasar. "Bukan urusan kakak, kenapa aku tiba-tiba mau menerima perjodohan ini."

Clovis tertawa hambar. "Apa kamu gak sadar, tindakan kamu ini bisa menyakiti hati sahabat kamu."

"Bukan urusanku, itu urusan kalian. Lagian aku tidak perduli, sekalipun aku harus menyakiti sahabatku sendiri. Aku mau kakak menjadi pasangan hidupku nantinya. Aku yakin Dilara pasti akan mengerti, cepat atau lambat dia juga akan mengetahui hal ini." Almeta menyeringai kejam.

"Dan walaupun kau harus menyakiti hati kekasihmu itu juga?" Tubuh Almeta kaku ketika Clovis menekankan kata 'kekasihmu'. Yang dia tahu kekasihnya itu sudah meninggal dua tahun yang lalu. "Dia sudah meninggal," desis Almeta parau.

"Dari mana kau tau, jika dia sudah meninggal?" Clovis melirik sekilas ke arah Almeta yang tampak kaku. "Keluarganya yang mengatakannya, dan itu memang benar." Ujar Almeta sedikit yakin. Ia sempat merasa ganjil atas kabar kematian kekasihnya itu.

"Apa buktinya?"

"Pemakamannya tidak dilakukan disini kak, jenazah nya dimakamkan di pemakaman didaerah Makasar." Almeta merasa gelisah atas pertanyaan Clovis, pria ini seakan-akan adalah reporter yang ingin mengorek habis tentang masa itu. Masa dimana ia hampir depresi dan kehilangan nyawanya sendiri.

"Dan kau yakin begitu saja?" Almeta mengangguk pertanda ia yakin, walau ia merasa ragu atas jawabannya. "Aku tahu kau sedikit ragu Meta. Jangan membohongi dirimu sendiri, aku tahu kau belum benar-benar percaya atas kabar kematian nya."

"Apa maksudmu? Kau seakan-akan mengetahui segalanya." Gumam Almeta. "Aku mengetahuinya sedikit, aku ini sahabatnya! Bagaimana mungkin aku tidak mengetahui hal tersebut."

Ah ya, dia melupakannya. Almeta merutuki kebodohannya. "Terkadang ucapan tidak selamanya benar," Almeta mengernyit bingung, apa maksud pria ini? Ia seakan-akan mengetahui segalanya tentang kekasihnya itu. "Sudah sampai,"

"Terimakasih, kakak gak mau mampir dulu?" Ucap Almeta berbasa basi. "Tidak terimakasih, aku harus segera pulang. Selamat malam,"

"Yaa, hati-hati kak," Clovis membunyikan klakson sekali, lalu memacu mobil nya dengan kecepatan diatas rata-rata. Almeta berbalik menuju rumahnya, dadanya terasa sesak jika mengingat tentang pria itu kembali.

Apakah keputusannya ini adalah keputusan yang paling tepat? Tujuannya hanya satu, yaitu menyakiti  hati Dilara. Hanya sedikit, setelahnya ia berjanji akan menyatukan mereka kembali. Almeta menghela napas lelah, sungguh ia sangat lelah hari ini. Mungkin dengan tidur ia akan melupakan apa yang tengah terjadi hari ini.

☆☆

Mobil Clovis terus melaju, niatnya untuk segera pulang kandas di tengah jalan. Kali ini ia ingin menenangkan pikirannya yang kacau, danau adalah pilihan yang paling tepat untuk menghilangkan stres yang di rasakannya. Pria ini menepikan mobilnya, keluar dari dalam mobil dan menutupnya cukup kencang. Ia sangat frustasi hari ini, ia terus memikirkan gadisnya yang saat ini berada di negeri orang. Clovis mengacak rambutnya melepaskan jas yang sedari tadi melekat di tubuhnya. Menyampirkan jasnya di pundak kirinya, memasukkan kedua tangannya disaku celana bahan nya. Ia teringat dengan percakapannya bersama Almeta tadi, gadis itu mengatakan bahwa sahabatnya telah meninggal dunia. Benarkah? Clovis tak pernah mendapatkan kabar buruk seperti itu, yang ia tahu pria itu tengah di rawat di rumah sakit, entah rumah sakit mana dan dinegara mana. Clovis tidak mengetahui hal itu, apakah pria itu sudah sadar atau belum. Clovis juga tidak tahu, pria itu seakan-akan hilang ditelan bumi. Pria ini kembali mengacak-acak rambutnya dengan frustasi, pikiran sangat amat kacau. Bukannya merasa tenang, justru ia merasa semakin frustasi. Clovis memutuskan untuk kembali kemobilnya dan melanjutkan niatnya untuk pulang kerumah. Berenang di malam hari adalah pilihan terakhir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Secret Of Love💕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang