Maaf jika banyak typonya😅..
Happy reading guys, jangan lupa vomment😘☆☆
Setelah merasa cukup berkeliling-keliling kota San Francisco. Keduanya memutuskan untuk duduk ditaman kota San Francisco, sebelumnya mereka menyempatkan untuk singgah ke supermarket untuk memebeli beberapa cemilan dan juga minuman. Clovis dan Dilara duduk berdampingan, hening. Keduanya sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Clovis menatap hamparan rumput yang dipijak nya dengan tatapan kosong. Sedangkan Dilara ia lebih memilih menatap langit malam yang dikelilingi oleh bintang-bintang yang sangat indah.
"Maaf," Dilara menoleh menatap Clovis yang masih setia menatap rerumputan.
"Untuk?" Dilara mengernyit heran.
"Semuanya," ucapan ambigu Clovis semakin membuat Dilara heran. "Aku gak ngerti sama apa yang kamu ucapkan barusan."
"Seharusnya aku membawa kamu ke Kafe ataupun Restoran. Bukannya ditempat seperti ini." Dilara terkekeh geli. Yatuhan bahkan ia tak sampai berpikiran seperti itu. Bisa berduaan dengan pria ini kembali saja ia sudah sangat bahagia.
"Kenapa? Apa ada yang lucu?" Tanya Clovis bingung. Dilara hanya menggeleng lalu mengalihkan tatapannya. Kembali menatap gemerlapnya bintang dimalam hari. Mengingatkan nya akan sosok pria itu. Apa kabar pria itu sekarang? Sudah dua tahun lebih, setelah kecelakaan naas yang terjadi dua tahun lalu. Ia tak lagi bisa bertemu dengan pria itu, pria yang selalu ada disaat dia sedih. Pria yang selalu menghiburnya dan juga pria yang mampu membuat sahabatnya berubah. Dilara menatap sendu bintang-bintang yang bertebaran.
Sedangkan pria disampingnya hanya diam sambil menatap wajahnya. Clovis tidak menyangka jika ia akan bertemu kembali dengan gadis nya. Merasa cukup memandangi wajah gadis disamping nya, ia juga melakukan hal yang sama dengan gadis disampingnya. Memberanikan diri untuk menggenggam tangan halus Dilara, berharap ini bukanlah mimpi semata. Jika benar ini mimpi, maka ia berjanji tidak akan mau terbangun lagi. Agar ia bisa tetap seperti ini bersama Dilara.
Dilara tersentak ketika merasakan sebuang tangan hangat yang menggenggam tangannya. Ia mengalikan pandangannya kearah tangannya. Lalu menatap wajah pria disampingnya yang kini menatap bintang. Pipinya bersemu merah, seulas senyum tercetak dibibir nya. Ia kembali menatap bintang dengan senyuman yang tak pernah luntur.
"Kamu tahu tidak? Kamu dan bintang itu sama," Dilara bingung dengan perkataan Clovis barusan. "Samanya dari mana?" Tanya Dilara bingung.
"Sama-sama indah dan gak ngebosenin untuk dipandang."
Bluss, pipi Dilara yang semula masih tampak memerah kini tambah memerah. Dilara menggigit bibir bawahnya, dengan gemas.
"Suatu hari nanti, aku percaya akan ada hari dimana hanya ada kita berdua. Aku dan kamu. Tidak akan ada lagi yang mengusik kita. Dan aku mau kita mengulangi semuanya dari awal." Clovis menatap Dilara dalam yang juga dibalas Dilara dengan tatapan bingung. "Ma--maksud kamu?" Entah mengapa Dilara merasa sangat gugup saat ini.
Clovis menggenggam kedua tangan Dilara dan mengubah posisi duduknya menjadi menghadap kearah Dilara. "Coba kamu hitung bintang-bintang yang bertaburan di langit!" Dilara mengernyit bingung, mendongak ke atas menatap kerlap kerlip bintang dilangit.
"Kamu aneh! Bintang yang ada di angkasa sana itu banyak, dan aku gak bisa menghitungnya. Yang jelas sangat banyak bahkan kalkulator saja mungkin tak akan sanggup untuk menghitung banyaknya bintang yang ada dilangit sana." Ujar Dilara kembali menatap Clovis bingung. Lantas pria itu tersenyum hangat.
"Kamu tahu kenapa aku nyuruh kamu buat menghitung bintang?" Dilara menggeleng. "Alasannya aku ingin kamu tahu bahwa sebanyak bintang itulah cinta aku ke kamu. Tak terhitung oleh akal maupun alat penelitian apapun. Hingga rasanya aku tak sanggup menahan rasa cinta yang semakin hari semakin besar. Kamu adalah alasanku untuk tetap bertahan. Kamu adalah penyempurna hari-hariku. Jadi aku mau kita mengulang semuanya kembali, dari awal lagi. Aku janji untuk tidak pergi seperti dahulu lagi. Karna kamu adalah seluruh nafasku. Maukah kau menjadi kekasihku, menjadi satu-satunya orang yang kucintai setelah ibuku?" Ujar Clovis tegas, sorot matanya tampak keseriusan dan juga kecemasan yang kentara.
Dilara menelan salivanya dengan susah payah, ia tidak percaya akan secepat ini. Masih ada luka yang belum kering dihatinya, tapi ia tak munafik jika Dilara juga sangat mencintai Clovis. Matanya berkaca-kaca siap untuk menumpahkan air mata yang sedari tadi ia tahan. "Aku.." suaranya tercekat, tenggorokannya terasa kering. Clovis hanya terdiam, menunggu jawaban Dilara dengan harap-harap cemas. Hatinya teriris melihat gadisnya yang ingin menangis.
"A--ku, kamu tahu. Masih ada rasa sakit yang masih membekas. Aku takut kamu akan meninggalkanku seperti dua tahun silam. Aku takut Clo." Ujar Dilara parau. Air mata membanjiri wajah Dilara, Clovis melepaskan genggaman tangannya lalu membingkai wajah Dilara yang bersimbah air mata. Menghapus air mata itu dengan jari-jari nya.
"Aku berjanji tidak akan meninggalkan kamu lagi, aku berjanji tidak akan mengulangi kesalahanku lagi dan aku berjanji apapun yang terjadi aku akan tetap memilihmu. Karna kau adalah prioritasku." Air mata Dilara semakin deras, ia menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. Clovis menghela nafas pendek, memeluk gadisnya cukup erat. Menciumi pucuk kepala Dilara dengan sayang, ia tahu kesalahannya sangat fatal. Hingga menimbulkan rasa takut dan juga luka yang dalam dihati gadisnya.
"Tidak apa, anggap saja perkataanku tadi hanya angin lewat. Sudah berhentilah menangis, kamu jelek kalau nangis," ujar Clovis terkekeh hambar. "Maaf, hiks." Dilara menatap Clovis yang juga menatapnya. Terlihat dengan jelas jika pria itu kecewa atas jawaban Dilara.
Clovis menggeleng pertanda tidak apa-apa. Bukankah cinta tak boleh dipaksakan? Karna yang dipaksa akan berujung sengsaran nantinya. Dan Clovis tahu itu, ia juga takut suatu hari akan mengecewakan Dilara. Tangan Clovis terangkat menghapus air mata yang menghiasi wajah cantik Dilara. "Hari ini kamu menolakku, tetapi suatu hari nanti. Aku berjanji kamu tidak akan menolakku lagi." Dilara tersenyum tulus. Ada tekat yang begitu besar dari nada bicara Clovis. Ia juga berjanji tidak akan menolak pria itu lagi. Karna tidak akan ada lagi kesempatan ketiga, jika ia menolak pria itu.
Clovis mengajak Dilara untuk kembali ke Apartemen, karna malam semakin larut dan angin malam juga tidak bagus untuk kesahatan. Ia tidak mau gadisnya jatuh sakit nantinya. Motor Clovis berjalan dengan kecepatan standar, keduanya saling bungkam. Mendadak suasananya menjadi canggung, tanpa ada satupun yang berniat untuk memecahkan kecanggungan yang terjadi. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tak lama motor yang dikendarai Clovis berhenti didepan gedung Apartemen yang Dilara tempati. Dilara turun dengan perlahan, melepas helm yang ia pakai dan mengembalikan helm tersebut kepada pemiliknya. Clovis menerima helm itu tanpa menatap Dilara. "Aku pulang ya, jaga dirimu baik-baik. Jangan tidur terlalu larut malam, karna itu tidak baik untuk kesehatan. Besok aku mau pergi, jangan lupa berdoa sebelum tidur." Clovis masih enggan menatap Dilara. Ia takut pertahanan nya akan runtuh jika menatap sepasang mata teduh itu.
"Kamu mau kemana?"
"Ada acara kecil-kecilan dirumah," jawab Clovis.
"Indonesia?" Pria itu hanya mengangguk sekali. "Oh, ya sudah kamu hati-hati ya dijalan." Lagi-lagi pria itu hanya menggangguk. Dilara menelan rasa kecewa atas respon yang Clovis berikan. Dengan sedikit terburu-buru Clovis menstater motornya dan pergi begitu saja. Dilara menatap punggung lebar Clovis sendu. Hatinya mencelos melihat sikap Clovis yang berubah dingin. Dilara berbalik dan berjalan dengan lesu."Aku tahu, kamu pasti kecewa bukan? Tetapi maaf, gak semudah itu memperbaiki apa yang dahulu sempat hancur. Sama halnya dengan hatiku. Hatiku hancur, dan kamu berniat untuk mengembalikan nya seperti dahulu. Tapi satu hal yang harus kamu tahu. Semuanya butuh waktu, entah sampai kapan waktu itu tiba. Walau aku sudah berjanji akan menerimamu kembali, tetap saja semuanya butuh waktu. Dan waktu itu pula lah yang akan menjawab semuanya. Maaf I hate you I love you" gumam Dilara dalam hati.
Air mata kembali membasahi wajah Dilara, luka lama itu kembali menguap. Tubuhnya luruh kebawah. Ia terduduk dilantai Lift, menangis dalam diam tanpa ada yang tahu. Menangisi apa yang terjadi malam ini.
"Kamu dimana?? Aku rindu" ujarnya dalam hati.
☆☆
TBCHallo hallo,, semoga suka ya sama part yang ini😉
Salam manis dari Pacar Zayn Malik😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Of Love💕
RomanceGanti judul👉👉 Judul awal Dendam Masalalu. Bagaimana rasanya ketika kau harus kehilangan seseorang yang kau cintai? Sakitkah? Sedihkah? Marahkah? Atau malah kecewa?? Dan bagaimana pula jika kau harus dihadapi dengan sebuah kenyataan yang menyakitk...